Hanya Rindu

Hanya Rindu

Hanya Rindu
Oleh : S. Yanasari

Malam menunjukkan kesunyiannya. Di langit, bintang telah bertaburan dengan indahnya, menambah nuansa Ramadhan penuh kedamaian. Ya Rabb, ingatkanlah aku dalam mengenali makhluk-Mu agar jiwa ini tidak terlena dan selalu ingat dengan-Mu. Rindu bukanlah perkara urusan jarak, tapi rindu akan terus bergerak hingga semesta menautkan dalam pelukan dan memandang langit yang sama.

Duduk di pojok halaman rumah, perempuan berparas manis itu membiarkan hijab besarnya terkena angin malam dengan lembut. Handphone dalam genggaman tangan berulang kali dilihatnya, dengan penuh penantian yang belum juga terjawab.

Tak lama kemudian, terdengarlah suara pintu terbuka. Kreeek ….

“Naya, ayo kita sholat Taraweh!” ajak Dinda.

“Iya, sebentar, aku lagi menuggu kabar.” Wajah Naya tampak muram.

“Ayolah, sekarang saja, urusan HP nanti saja.”

“Baiklah.” Naya menjawab sambil berdiri dan berjalan masuk rumah untuk mengambil perlengkapan sholat.

“Nay, mana masker kamu?” tanya Dinda.

“Iya, ini belum tak pakai.”

“Pakai maskernya,” ucap Dinda dengan lembut.

“Iya, Dinda.”

Naya dan Dinda pun berangkat ke masjid bersama dengan berjalan kaki, langkah demi langkah pun dilalui hingga sampai di masjid.

***

Ibadah sholat Tarawih berjalan dengan khusyuk dan tenang. Meski gerah menggunakan masker, tapi itulah yang harus dipatuhi untuk mengurangi penyebaran COVID-19 yang belum usai juga. Kegiatan berjabat tangan saat bertemu sesama jemaah pun sudah tidak ada, tadarus Al-Qur’an pun tak seramai sebelum ada COVID-19.

Naya dan Dinda berjalan pulang ke rumah. Setelah sampai, Dinda masuk rumah dan menuju dapur, mempersiapkan camilan malam untuk teman nonton TV, sedangkan Naya buru-buru masuk kamar, mengambil handphone yang tergeletak di meja belajar.

Naya melihat handphone-nya itu. Hem, belum juga ada kabar, batin Naya dengan penuh penantian.

Tak lama kemudian, handphone Naya berdering tanda ada panggilan masuk. Bergegaslah Naya mengangkatnya.

“Halo. Assalamualaikum,” ucap Naya dengan bahagia karena memang sudah lama menuggu kabar dari tunangannya.

“Waalaikumsalam, Naya. Mohon maaf HP saya rusak, dan saya sekarang sedang banyak kerjaan, belum sempat memperbaiki HP saya dan baru bisa menghubungi kamu.”

“Ouh iya, tidak apa-apa kok,” jawab Naya.

“Ouh iya, Nay, liburan Ramadhan menjelang Lebaran ini kita tidak bisa bertemu dulu saat ini, selain kerjaan saya lagi banyak, saat ini pun sedang ada pandemi, tidak boleh keluar kota. Lain waktu saya pulang dan kalo memang memungkinkan untuk pulang, yang sabar, ya,” jelas tunangannya memberikan pengertian.

Dengan hati yang tidak menentu, pikiran yang berdialog tanpa jawaban karena sudah lama tidak bertemu dan jarang sekali ada komunikasi, Naya menenangkan diri untuk menerima kenyataan yang ada. Kalaupun Naya memaksa diri dengan pembahasan penuh ego tentu akan semakin membuat ketidaknyamanan. Yang semula murung, Naya berusaha untuk ceria lagi, berdamai dengan keadaan. Bahkan Naya tidak sanggup untuk membahas hal perasaan. Karena hanya menabah beban tunangannya. Dalam obrolan telepon kebanyakan bahas merencanakan bisnis yang akan dijalankannya lagi.

“Naya, kamu tidak apa-apa, kan?” tanya tunangannya.

“Tenang saja, masih ada waktu, masih ada hari untuk bisa bertemu, kamu jaga diri baik-baik di sana.”

“Terima kasih, Nay. Ya sudah, sudah dulu, ya, lain waktu gampang sambung lagi, sudah larut malam, besok kita kerja masing-masing.”

“Iya,” jawab Naya.

Obrolan telepon pun berhenti. Handphone diganti dengan mode pesawat, lalu diletakkan di atas meja belajar.

Meskipun tidak ada pertemuan dan jarangnya komunikasi, Naya semakin menyadari untuk memanfaatkan waktu dalam komunikasi dengan sebaik-baiknya. Membahas yang membuat saling memotivasi. Bukan rengekan tangisan rindu yang tidak ada ujung. Karena yang Naya pahami cinta itu saling menguatkan, bukan saling melemahkan. Cinta itu memberi bahagia dan bertambahnya semangat.

Saat pembicaraan di telepon sudah usai, Naya pun kembali untuk memotivasi dirinya sendiri bahwa dirinya tidak boleh lemah hanya karena rindu. Biarlah rindu yang bersemayam dalam dada dengan kenyamannya terajut dengan indah, tanpa harus masuk dalam pemikiran yang menimbulkan ambisi belaka.

Suara jangkrik malam mulai memanggil-manggil dengan khasnya. Angin malam mengusap tubuh Naya yang mungil. Sorotan mata yang mulai redup menandakan bahwa dia segera bersiap ke pembaringan indah.

Tapi pikiran Naya masih saja berselancar seperti sinyal Wi-Fi tanpa kendala.
Naya merencanakan agar esok bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya dan penuh semangat tanpa harus murung-murung lagi.

Naya bangun dari duduk manisnya dan beranjak ke meja belajar, mengambil sebuah buku dan ditulislah apa yang ingin dia utarakan.

Semua ada saatnya, semua ada masanya, COVID-19 memang sudah lama bermukim di negeri ini. Jika hanya mengeluh dan bersedih tidak ada ujung dan penyelesaiannya. Hanyalah berdamai dengan keadaan dan menjalankan protokol kesehatan. Itu yang tertulis dalam buku harian Naya.

Naya menulis beberapa lembar buku hariannya dengan rapi. Menuangkan segala rasa. Setelah dirasa cukup, Naya beranjak ke tempat tidur untuk beristirahat agar tidak telat sahur dan lagi hari pun kerja dengan penuh semangat.

 

Jatibarang, 6 Mei 2021

S. Yanasari. Perempuan kelahiran Solo pada bulan Agustus, tempat tinggal sekarang di Jatibarang-Brebes. Touring dan jelajah alam adalah kegemaran, menulis adalah kebutuhan.

Editor : Lily

Leave a Reply