Pencarian Tak Berujung

Pencarian Tak Berujung

Pencarian Tak Berujung
Oleh: Ismie Hatuina

Sudah tepat tujuh tahun aku tertanam dalam lumpur, meski begitu aku masih mengenali suara apa saja yang melintas di sekitarku. Hingga terdengar suara pijakkan kakimu. Meski aku tahu hari sudah menjelang malam, aku mencoba mengangkat tanganku ke atas, dan tidak lama kemudian ada sesuatu yang mengenai tanganku. 

“Aku rasa …ahh tali,” kataku dalam hati. 

Aku pun berusaha naik dengan menggunakan seutas tali yang mungkin sengaja dilemparkan seseorang dan terikat pada sebuah pohon. Aku terus berusaha untuk mencapai permukaan, dan akhirnya berhasil. 

“Siapa yang …,” tanyaku terhenti setelah melihat seorag anak kecil berusia sekitar 6 tahun dibalik pohon di depanku, kamu. 

Terima kasih, Nak, hatimu sungguh mulia. Jangan takut, aku tidak akan memakanmu. Jangan takut dengan rupaku yang menyeramkan ini. 

Baiklah kau tidak takut, tetapi kau pasti kebingungan dengan bentuk tubuhku yang mulai mengecil, kan? 

***

Kemarilah, duduklah bersamaku. Akan kuceritakan satu hal yang tidak diketahui banyak orang, bahkan kau mungkin tidak akan percaya padaku. Aku adalah seorang pria yang terjebak dalam perasaanku sendiri. 

Aku sedang berusaha menemukan istriku. Aku tidak ingin kehilangannya lagi. Aku mencintainya karena dia memiliki hati yang murni. 

Sebenarnya aku sudah bertemu dengannya sebelum aku tertanam dalam lumpur itu. Semua ini terjadi karena petani-petani ingkar itu. 

Sebelumnya aku dan istriku terjebak dalam sebuah kutukkan karena dia memetik bunga terlarang. Akhirnya istriku terkunci dalam permainan waktu, sementara aku yang menemaninya saat itu menjadi raksasa deng rupa yang buruk seperti yang kau lihat tadi. Saat itu istriku menghilang dan tampak di bekas pijakan kakinya muncul biji timun. 

Tidak lama kemudian aku mendengar suara dari langit yang mengatakan bahwa aku harus menjaga biji timun itu, dan memberikannnya pada siapa pun yang menginginkan seorang anak, dan saat anak itu dewasa aku akan bertemu dengan istriku, serta tubuh dan rupaku akan kembali seperti semula setiap malam Jumat.

Di hutan aku hidup menyendiri sambil memanfaatkan hasil hutan yang ada. Aku kesepian tanpa istriku, sungguh perasaan itu menyiksaku sampai sekarang. 

Hingga suatu hari dengan tubuhku yang besar dengan wajah yang menyeramkan, aku tak sengaja melewati sebuah pondok yang tak lain adalan milik sepasang suami istri petani, kau mungkin mengenalnya. Aku mendengar suara meminta-minta kehadiran seorang anak, aku sempat mengintip mereka dari luar apakah mereka yang akan membantuku mengembalikan istriku. 

Tanpa menunggu lama, aku pun memanggil mereka dan memberikan biji timun itu untuk ditanam, dan mengatakan bahwa mereka akan mendapatkan seorang anak perempuan.
Ya, selama tujuh belas tahun aku harus menunggu untuk bertemu dengan wanitaku. 

Kau telah mengetahuinya, bukan? 

Mereka menanam biji itu, tidak lama kemudian berbuah dan mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Timas adalah istriku. Kau tahu, aku sangat bahagia saat itu. Melihat bola matanya yang berwarna cokelat dengan kulit putih bersih yang selalu wangi. 

Aku selalu mengintip dari dalam hutan, sebab aku tidak mau dia takut dengan rupaku. 

Tahun demi tahun hingga tepat kurang sehari dia berusia 17 tahun. Aku semakin tak sabar untuk bertemu, sebab tepat hari Kamis aku akan bertemu dengannya sebelum tubuhku menjadi semula. 

Ahh, betapa bahagianya aku. 

***

Tepat hari itu, aku pun menemui petani-petani itu untuk menuntut hakku. Mereka sangatlah kejam, mereka menipuku. Mereka mengatakan padaku agar tidak boleh mengambil Timas, sebab dia sudah menjadi milik mereka. Hatiku seperti dibakar, merasa tertipu oleh wajah lugu mereka. Seharusnya aku tidak pernah percaya pada mereka. 

Perdebatan yang panjang antara aku dan petani-petani itu sungguh semakin membuatku tak sabar. Aku pun berteriak kencang, dan melihat Timas sudah berlari jauh ke dalam hutan untuk menghindariku. Aku langsung mengejarnya tanpa mempedulikan petani-petani sialan itu dan tak sengaja menghancurkan pondok mereka. 

“Kemarilah, ini aku,” teriakku. 

“Tidak, aku tidak mau menjadi santapanmu,” jawab Timas dengan lantang sambil melemparkan garam ke arahku hingga tiba-tiba menjadi sebuah lautan. Namun aku tidak akan menyerah, demi cintaku. Aku pun berhasil melewati lautan itu sambil memanggil-manggil namanya dan berusaha berteriak bahwa Timas sebenarnya istriku. 

Dia mungkin tidak mendengarku saat itu. 

Kemudian dia pun melemparkan segenggam cabai ke arahku lagi. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkapku. Tubuhku menuh dengan darah dari luka-luka dari pohon-pohon itu. 

Aku berusaha keluar sambil berteriak, “Kau adalah istriku, Timas!”.

Lagi-lagi dia tidak percaya padaku dan kembali berteriak ke arahku, “Hanya ada satu wajah dari seorang pria yang selalu terbayang di benakku!” Kemudian melemparkan segenggam biji timun, dan tumbuhlan kebun timun dengan buah yang sangat banyak, aku pun tidak punya cara lain selain memakannya agar bisa terlepas dari kebun timun itu. Saat kekenyangan, seketika aku pun tertidur dan memimpikan kami berdua hidup bahagia selamanya. Aku terbangun dan sadar bahwa aku harus mewujudkan mimpiku. 

Dia tidak sadar bahwa bayang-bayang pria itu adalah aku, suaminya. Tentu, sebab rupaku seperti ini. Hari menjelang sore, aku melihat ke arahnya dan dia tampak telah lelah. Aku terus mengejarnya dan berusaha untuk menjelaskan semuanya, berharap agar malam segera datang, sebab tubuh dan rupaku akan kembali seperti semula. 

Namun dia kembali melemparkan segenggam terasi ke arahku lagi, seketika terhampar luas danau lumpur itu, Nak. Sepanjang waktu aku berusaha keluar dari lumpur itu. Tapi usahaku sia-sia.

Sebenarnya aku sudah terbebas dari lumpur itu sekitar tiga tahun lalu, aku berpegangan pada sebatang pohon yang roboh dan kemudian naik ke permukaan. Aku bersembunyi di hutan. Aku juga telah mendengar cerita bahwa Timas telah menikah dengan seorang raja, kemudian mereka memiliki seorang anak. 

Aku berusaha mencarinya, namun tak kunjung bertemu. Hingga akhirnya aku bertemu dengan perempuan gila, aku mengenalnya. Dia tak lain adalah istri petani yang merawat Timas. Namun saat itu yang dia lihat adalah rupaku seperti saat ini, manusia biasa. Dia tidak mengenaliku. Kau tahu? Dia mengira aku adalah suaminya yang telah meninggal, dan mengejarku sampai aku tak sadar dan terjebak kembali dalam lumpur itu. 

Sial memang hidupku, dengan susah payah aku keluar dari sana namun kembali ke dalam lumpur itu juga. Aku tidak menyerah, selalu berusaha namun tak berhasil. Hingga kau menemukanku dan menolongku. 

Percaya atau tidaknya dirimu terhadap ceritaku, itu terserah padamu. Aku pun tidak akan menyimpan dendam terhadap petani-petani yang sudah mengkhianatiku. 

Hanya saja yang aku sesalkan adalah dia tidak bisa menunggu hingga langit menjadi gelap saja.

Ahh, sudahlah. 

Aku hanya ingin bahagia bersama Timas, selamanya.(*)

Ambon, 28 Januari 2019

Cerita ini merupakan fanfiction dari cerita rakyat Timun Mas.

Ismie Hatuina: perempuan biasa.

Tantangan Lokit adalah tantangan menulis cerpen yang diselenggarakan di grup FB KCLK

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata