Ngabuburit di 101 Tower (Cermin Terbaik Ke-2 LCL)

Ngabuburit di 101 Tower (Cermin Terbaik Ke-2 LCL)

Ngabuburit di 101 Tower

Oleh: Uzwah Anna

Terbaik ke-2 Lomba Cermin Lokit

 

Jauh-jauh hari aku meminta izin kepada bosku untuk mengambil libur selama dua hari: Sabtu-Minggu, dengan beralasan, “Aku mau beribadah buat hari rayaku.” Oleh karenanya, setelah menjejalkan mukenah dan beberapa baju ganti, aku menggendong ransel yang membuat punggungku nyaris patah. Berangkat dari Shulin Station kemudian aku menuju ke Taipe Main Station. Lantaran sedang puasa, sengaja hari ini aku keluar agak siangan. Percuma pergi cepat. Toh, sampai di sana tak bisa makan seperti hari-hari biasanya.

Sejatinya, aku berniat mengambil libur sehari saja, hari Minggu. Lantaran beberapa hari terakhir ini, Intan—temanku—mengeluh sakit gigi, jadi dia memaksaku mengantarnya ke klinik dental. Sementara hari Minggu semua klinik dental tutup.

“Makanya, ambil libur Sabtu-Minggu. Please ….” Intan merengek.

Aku tak mungkin mengambil libur hanya hari Sabtu, sebab aku sudah lama merencanakan janji temu dengan teman-teman yang bekerja di pabrik, mereka hanya bisa libur hari Minggu: kami berencana akan mengadakan bukber dan tarawih bersama.

Intan melambai-lambaikan tangan ketika aku muncul dari ruang kereta bawah tanah. Ranselnya tak kalah gendut dari ranselku—entah apa saja yang dia jejalkan—bahkan nyaris meledak. Dia lantas memelukku.

“Hei, jangan asal peluk. Gimana kalo ternyata selama perjalanan tadi kau terinfeksi Covid-19?” Aku melepas paksa pelukannya.

Tiba-tiba tatapannya seperti tatapan Squidward ketika kesal dengan Sponge Bob. “Alay, deh,” katanya. Lantas dia menggandeng tanganku, “Sudah jangan berpikir neko-neko. Sebaiknya sekarang antar aku ke pasar bawah tanah.”

“Ngapain?”

“Sarapan. Kan, aku enggak puasa karena sakit gigi.”

“Tapi aku, kan, puasa. Gimana kalau ntar aku batal karena ngeliat kau sedang makan? Mana cuaca sedang terik.”

“Kalau kau batal, berarti kau lemah!” Mimiknya menyangsikanku.

Uh, sialan! Pengen kujitak dia. Oh, tetapi kalau aku marah, puasaku bisa batal dan … dia bisa meledekku dengan sebutan “lemah” sepanjang tahun. Huh! Baiklah. Untuk kali ini, aku akan menurutinya. Namun, awas jika lain kali hal ini terulang, habis dia di tanganku.

Selesai Intan makan, kami langsung berangkat ke klinik dental di kawasan Zhongzheng District. Seorang pria sepuh membukakan pintu untuk kami sembari setengah membungkuk dan mengucapkan selamat datang.

“Kalian orang Indonesia?” tanyanya setelah memeriksa id card kami.

“Benar,” ucapku.

“Berarti sebulan ini kalian tidak diperbolehkan makan sampai petang?” Maksudnya adalah puasa.

“Benar,” jawab Intan, sok-sokan. Padahal nyaris selama ramadan dia tak pernah puasa. 

“Apa kalian akan pergi ke rumah ibadah Indonesia?” Yang dia maksud adalah Masjid Agung Taipe di Daan yang tempatnya memang cukup dekat dari sini.

Kami mengangguk.

Mayoritas orang Taiwan sering salah kaprah mengenai budaya dan cara ibadah yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Mereka memahami bahwa sembahyang lima kali dalam sehari, puasa sebulan tiap tahunnya, dan tidak makan babi adalah budaya Indonesia, bukan ritual keagamaan tertentu. Jadi, setiap ada orang Indonesia, entah apa pun keyakinannya, orang Taiwan tak akan memberinya makan babi dan alkohol, kecuali ada persetujuan sebelumnya dari orang tersebut. Mereka juga kagum dengan ketahanan orang yang tak makan dan minum sampir seharian.

“Sepertinya kalian tak bisa ke sana sekarang. Sebab tempat itu sedang diisolasi.”

“Kenapa?” tanyaku.

“Dari berita terkini, ada pilot Indonesia yang terkena Covid-19. Begitu di-tracking, dia pernah berkunjung ke beberapa rumah ibadah Indonesia.”

Keinginanku untuk buka puasa sekaligus tarawih di masjid ambyar sudah.

Handphone-ku berdering, dari bosku.

“Ucha, barusan aku lihat berita, katanya rumah ibadah Indonesia sedang diisolasi kerena ada kasus penambahan Covid-19 dari pilot Indonesia yang pernah berkunjung ke sana. Jadi kau jangan pergi ke sana. Paham?”

“Iya,” jawabku lemas.

Begitu akan kumasukkan handphone ke saku, ada notifikasi masuk dari Kai Qiang. Dia mengirim link mengenai berita yang sama: kasus Covid-19. Lantaran aku tak segera membalas chat-nya, dia langsung menelepon.

“Ucha, apa kau sudah menonton link berita yang kukirim barusan?”

“Aku baru saja melihatnya.”

“Kenapa tak kau balas pesanku?”

Suasana hatiku sedang buruk. Aku malas berdabat dengannya.

“Mamamu barusan sedang meneleponku mengenai masalah ini. Jadi tenang saja aku tak akan pergi ke rumah ibadah Indonesia. Bye.” Sengaja segera kutup teleponnya agar dia tak berbicara lebih banyak lagi.

Tak lama, handphone-ku kembali berdering. Nyaris saja aku berteriak jika yang muncul di layarnya adalah nama Kai Qiang. Namun, ternyata itu telepon dari temanku yang bekerja di pabrik. Dia memberitahu bahwa rencana untuk bukber dan tarawih bersama besok gagal. Sebab setelah pemberitaan mengenai kasus penambahan covid-19 dari pilot Indonesia menyebar, bos mereka mengimbau agar mereka tak keluar mess meski sedang libur. Mereka takut anak buahnya akan berkunjung ke masjid dan berbaur dengan banyak orang: riskan terjadi penularan.

Makin porak-poranda saja hatiku. Karena semua rencana gagal, maka untuk menghibur diri selama dua hari berturut-turut, Intan mengajakku ke 101 Tower sembari menunggu waktu berbuka. Ngabuburit, katanya.(*)

Tw, 04 Mei 2021

Uzwah Anna, lahir, besar, dan tumbuh di pelosok kampung Kota Malang. Penyuka warna hitam, biru, dan hijau. Fans Werkudara beserta ketiga putranya: Antareja, Gatotkaca, dan Antasena.

Komentar juri:

Ketika di negara kita pandemi masih disepelekan oleh sebagian besar orang, di negara lain justru memperketat aturan. Penulis mengisahkan pengalamannya menunaikan ibadah puasa di negeri rantau, tetapi bukan menjadi hal yang menyenangkan saat aktivitasnya dibatasi oleh aturan setempat. Menariknya, majikan si tokoh bahkan lebih cerewet dari aturan pemerintah. Apa yang tergambar dalam naskah ini, begitu jelas menggambarkan situasi dan kesulitan TKI dalam masa pandemi.

—Dyah—

Lomba Cerpen Lokit adalah lomba menulis yang digelar di grup Komunitas Cerpenis Loker Kata (KCLK)

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply