Perihal Hati
Oleh: Sukra A.W
Cerpen Terbaik ke-17 Tantangan Lokit 7
Sandi menyaksikan semua kejadiannya saat baluran sinar jingga menyapu tubuhnya. Menyaksikan detik-detik di mana wanita yang dicintainya menerima sosok lain yang memintanya lebih sopan dari yang dia kira. Merasakan kegetiran yang menggerogoti dan mengoyak setiap inci kalbunya. Luka apa lagi yang harus aku tanggung setelah ini, Tuhan? batinnya bersuara lemah, yang pasti tidak ada yang mendengarnya, kecuali Sandi sendiri dan Tuhan-nya.
Setiap kali Sandi melirik pada dua orang itu, dadanya semakin terasa sesak. Seluruh oksigen yang datang terasa membakar paru-paru dan sekujur tubuhnya. Tapi sayang, meski wanita itu menyadarinya, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berharap agar Sandi segera pergi dari sana, membawa seluruh cinta palsunya yang tidak pernah berbukti itu.
Wanita itu, wanita yang selalu menjadi pujaan hatinya kini telah bersama orang lain. Dan sekarang hati Sandi kembali kosong. Sepi dan hening. Tanpa ada lagi sosok yang bersemayam di sana.
Sandi menghela napas sebentar, lalu dengan keteguhan hati yang dimilikinya dia beranjak pergi meninggalkan wanita itu bersama laki-laki pilihannya, juga meninggalkan semua kawannya yang hadir di sana. Andai waktu dapat berulang, akan aku pastikan dia menjadi milikku. Hanya milikku seorang, batinnya kembali bicara dengan penuh keposesifan.
Semua orang hanya melihatnya sekilas, menatap penuh prihatin, lalu kembali pada topik masing-masing. Mereka sadar akan satu hal, tidak ada yang bisa diperbaiki lagi di sana. Sandi sudah tidak mungkin lagi bisa memiliki wanita itu. Wanita yang jelas-jelas sudah diminta secara baik-baik oleh lelaki lain. Dan senja, dia memberi warna yang sama pada hati Sandi dan juga pada awan yang menggumpal. Sama-sama memberi warna jingga, yang sama-sama memberi kesan yang sendu.
***
Tepat pada malam itu, malam yang dihadiri oleh bulan purnama dan angin dingin yang membelai tubuh, mereka berdua bertemu. Bukan pertemuan pertama memang, tapi malam itu sempurna menjadi saksi terperciknya rasa di hati masing-masing.
Dan pada saat itu pulalah mereka mulai membutakan diri atas apa yang nyata di hadapan mereka. Mereka mulai menulikan diri atas seluruh ucapan orang lain. Dan mereka juga mulai mengeraskan hati mereka hingga mereka tak acuh lagi dengan nasihat-nasihat. Karena tepat pada saat itu mereka berpikir bahwa dunia hanya milik mereka berdua. Hanya milik mereka.
“Hey,” seseorang tiba-tiba berteriak dari arah belakang. Sandi dan Intan yang tengah saling menatap penuh cinta, terkejut dan mengalihkan pandangan. “Eh, kalian berdua ngapain di sini malem-malem?” Ratna, teman dekat Intan, bertanya penuh rasa ingin tahu.
“Cuma duduk-duduk, kok. Biasalah, cari angin.” Sandi tetap memalingkan muka saat Intan mencoba menjawab Ratna.
“Oohh, tapi, kok, di sini aku mencium bau-bau asmara, ya?” Ratna mencoba untuk menggoda keduanya. Dan yang digoda hanya tersenyum malu.
“Udah, ah. Aku mau ke tenda dulu.” Intan pergi, menghindari pertanyaan penuh rasa ingin tahu juga godaan-godaan yang Ratna ciptakan. Tak lama setelah itu, Ratna menyusul juga diikuti oleh Sandi yang wajahnya masih terhias oleh senyuman.
Malam itu, bumi perkemahan terasa begitu menyejukkan. Bukan hanya karena angin yang berhembus manja, tapi juga karena ada sepercik rasa yang menoda pada dua hati yang sedang kehausan.
Tiga bulan setelah malam itu, hubungan mereka semakin erat. Mereka tidak lagi ragu akan perasaan masing-masing. Mereka tidak lagi ragu menunjukkan cinta dan rasa sayang mereka yang begitu menggebu.
Tapi tepat saat itu pula, seseorang yang selama ini memperhatikan Intan telah memberanikan diri untuk mendatangi kedua orangtua Intan. Sendirian. Memintanya secara langsung pada kedua orangtuanya dengan bermodalkan keberanian, tutur kata yang baik, juga kesopanan yang melekat kuat pada diri lelaki itu.
Intan terbuai, orangtuanya pun merasa salut dengan semua yang ada pada diri lelaki itu. Dan tidak lama setelah itu, terjadilah persetujuan besar yang mengawali sebuah kisah cinta yang baru, yang secara otomatis juga mengakhiri kisah cinta yang tak pernah mengenal kepastian.
***
Sore itu, saat semuanya berkumpul di rumah Intan, saat keluarga lelaki itu datang untuk acara pertunangan resmi antara Intan dengan lelaki itu, Sandi tidak sengaja menampakkan wajahnya di hadapan semuanya. Sebenarnya dia datang hanya ingin meminta penjelasan dari Intan, tapi yang ada justru dia mendapat penjelasan yang benar-benar jelas.
“Eh, Rifal, lo tunangan sama Intan? Wah, selamat, ya, bro. Semoga hubungan kalian langgeng terus,” ucap Sandi penuh ketegaran. Di sana dia tidak menampakkan raut wajah yang masam, hanya saja hatinya serasa diiris sembilu. Terluka.
“Loh, Sandi? Kamu ngapain ke sini? Terus, kamu kenal sama Rifal?” Intan terkejut bukan main atas kehadiran Sandi di sana.
“Iya, Sandi ini sahabatku, Tan. Kami kenal udah lama banget. Emm… mungkin sejak kita masih sekolah, ya, San?” jawab Rifal, lelaki tunangan Intan.
Intan hanya mampu mengangguk tanda mengerti. Dan hatinya berbisik, maafin aku Sandi, aku gak bermaksud buat nyakitin perasaan kamu tapi Rifal udah meminta aku lebih dulu ke orangtuaku. Maafin aku Sandi.
Biodata :
Sukra A.W, penulis pemula dari kota Dawet Ayu, Banjarnegara. Dan tengah menjalani fase terakhir dari sebuah Sekolah Menengah Kejuruan.
Tantangan Lokit adalah lomba menulis yang diadakan di Grup KCLK
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata