Harimau dan Giginya yang Sakit
Oleh: Lily Rosella
Hari ini Harimau berjalan keliling hutan, langkahnya sudah sangat lemas dan perutnya sesekali berbunyi saking laparnya. Sejak pagi ia belum mendapatkan satu hewan pun untuk dijadikan santapan, sedangkan matahari sudah hampir tenggelam dan malam akan segera tiba.
“Aduh …. Aduh …,” rintihnya tiba-tiba saat melihat Tikus melintas.
Tikus yang mendengar suara rintihan dari balik semak-semak langsung menghampiri asal suara tersebut. Rupanya itu Harimau. Hewan bergaris-garis tersebut sedang merebahkan tubuhnya, sedangkan kaki depannya memegang pipi dan ia terus merintih kesakitan.
“Ada apa, Harimau?” tanya Tikus sambil meletakkan buah rambutan yang sempat dibawanya untuk pulang.
“Aduh … gigiku,” rintih Harimau lagi.
“Kenapa gigimu?”
“Gigiku sakit.”
Tikus berdiam sambil berpikir sejenak. Ia ingat kalau dirinya juga pernah sakit gigi seperti Harimau saat tidak sengaja menggigit bola kasti yang dikiranya buah di dekat peternakan. Saat itu giginya goyang dan itu sangat sakit.
“Mungkin kamu salah makan,” ucap Tikus memberi kesimpulan.
Harimau menggeleng, matanya berkaca-kaca. “Aku tidak tahu.”
“Apa kamu mau memeriksanya?” lanjut Harimau kemudian.
Dalam sekejap Tikus mengangguk, menyuruh Harimau membuka mulutnya agar ia bisa melihat gigi mana yang sakit dan apa penyebabnya. Lantas Harimau membuka mulutnya lebar-lebar, membiarkan Tikus memeriksa giginya satu per satu. Matanya melirik ke bawah, memerhatikan Tikus yang masih berdiri sambil memegang giginya dan bergantian melipat kedua tangan sambil menggelengkan kepala.
“Apa gigiku juga goyang sama seperti gigimu?” tanya Harimau.
Tikus menggeleng, ia tidak menemukan satu pun gigi Harimau yang goyang.
“Coba kamu periksa lagi lebih saksama,” pinta Harimau.
“Baiklah.”
Tikus kembali memeriksa gigi Harimau seperti tadi, tubuhnya yang kecil hampir separuhnya masuk ke dalam mulut Harimau, memeriksa gigi paling dalam hewan bergaris-garis itu, bahkan kini tubuhnya masuk semua.
“Tidak ada yang goyang,” ujar Tikus sembari hendak keluar. Namun belum sempat Tikus keluar, Harimau langsung menutup mulutnya.
“Harimau …!” teriak Tikus dari dalam.
Harimau tidak menghiraukannya atau membuka mulutnya. Ia langsung mengunyah Tikus dan menjadikannya santapan untuk hari ini.
“Terima kasih, Tikus,” ucapnya setelah menelan Tikus. “Ah, kamu terlalu polos, tapi tidak apa-apa, setidaknya hari ini aku bisa makan sesuatu.”
***
Setelah hari itu Harimau semakin sering berpura-pura sakit gigi jika ada hewan-hewan kecil yang hendak melintasi tempatnya berisitirahat. Meminta diperiksakan giginya yang sakit lalu menyantap hewan-hewan tersebut. Dan hari ini, Harimau kembali merintih meski tidak ada satu pun hewan yang lewat.
“Aduh …,” rintihnya.
Kebetulan tak lama setelah Harmau merintih berkali-kali Tupai melintas di atas pohon tempat Harimau berteduh. Ia sempat berhenti dan melihat Harimau dari atas pohon, tapi ia memilih untuk meninggalkan Harimau sambil membawa beberapa kacang kembali ke rumahnya. Ia sudah mendengar tentang sifat licik Harimau yang selalu berpura-pura sakit gigi agar bisa menjadikan hewan lain sebagai santapannya.
Dan kini hari sudah mulai malam, namun rintihan Harimau tak kunjung berhenti, begitu juga hewan-hewan yang mendengar tak ada satu pun yang menghampiri dan bertanya atau menolongnya. Mereka semua tidak ingin menjadi santapan Harimau.
“Aduh … gigiku,” rintih Harimau yang kesekian kali. Wajahnya lesu dan kaki depannya terus menerus megusap-usap pipi kanannya.
“Ada apa, Harimau?” tanya Kancil yang kebetulan lewat sepulangnya dari rumah Kura-kura.
“Tolong aku, Kancil. Gigiku seharian ini sangat sakit,” sahutnya.
Kancil berdiam sejenak. Lantas memalingkan wajahnya.
“Aku tidak akan tertipu olehmu,” ucapnya ketus. “Aku sudah mendengar dari hewan-hewan di hutan kalau ini hanya akal-akalanmu. Kamu sudah sering berpura-pura sakit gigi agar kami kasihan kepadamu dan membantumu, tapi setelah itu kamu malah memakan kami.”
“Tidak, Kancil. Kali ini aku tidak berpura-pura,” ucap Harimau sambil meneteskan air mata.
“Aku tidak percaya padamu. Lebih baik aku pulang saja daripada mengurusi hewan yang tidak tahu terima kasih.”
Kancil kemudian pergi, meninggalkan Harimau yang masih merebahkan diri di balik semak-semak sambil mengusap pipinya. Giginya kali ini benar-benar sakit dan ia tidak tahu harus berbuat apa, sedangkan hewan-hewan di hutan sudah tidak ada lagi yang memercayainya atau mau menolongnya karena takut ditipu. (*)
Lily Rosella, gadis berdarah Sunda – Betawi yang kerap disapa Lily ini lahir dan besar di Jakarta. Penyuka dongeng dan cerita bergenre fantasi. Ia juga menyukai warna-warna pastel.
FB: Aila Calestyn / Lily Rosella
Email: Lyaakina@gmail.com
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita