Eda Erfauzan
Kepada Indira
Naskah Surat Terbaik 3 (Event Menulis Surat Loker Kata)
Malam Ind …
Apa kabar? Lama ya sejak terakhir kita bertemu. Pertemuan yang gemanya terasa hingga kini. Masih ingat apa yang kita bahas saat itu? Obrolan paling berat (menurutku, he, he) sepanjang perjalanan persahabatan kita, tentang financial freedom. Benar, kan?
Kemerdekaan finansial, itu kalimat ajaib untuk ibu rumah tangga sepertiku, walau tanpa sadar poin-poin yang sempat kamu jelaskan sudah aku lakukan. Aku terus mengingatnya Ind … bahkan mulai membuat catatan keuangan, better late than never, kan? Aku juga mencari buku-buku yang jadi referensimu.
Ngomongin finansial dan segala perintilannya ternyata enggak seberat yang aku bayangkan selama ini.
Tau nggak, Ind … itu bikin aku sadar betapa masih terjajahnya aku dengan segala keinginan dan betapa lapar matanya aku tiap scrolling di marketplace. Keranjang belanjaan selalu penuh walau pada akhirnya gak semua juga ditebus, seringnya dikeluarin dan dipenuhi lagi (eh?).
Memiliki tabungan, investasi, dan uang tunai yang cukup untuk menjalani gaya hidup (bukan hedon, ya) yang aku inginkan adalah tujuanku saat ini. Merdeka secara finansial, seperti yang pernah kita bahas. Oh, ya, buku-buku yang kamu sarankan juga sangat membantu membuka wawasan dan membuatku punya senjata untuk mengalahkan keinginan-keinginan gak penting-penting banget yang sering menyamar serupa kebutuhan dan bikin keuanganku sekarat (ha, ha, jujur banget ini).
Terima kasih, ya, Ind … udah ngebahas hal penting yang sering luput di our time kita. Terima kasih sudah menjadi sahabat yang selalu berbagi hal-hal baik, kesenangan, tawa dan air mata. Semoga Tuhan selalu melindungi dan memenuhi hidupmu dengan banyak kebaikan. Met istirahat, semoga mimpi indah dan sampai ketemu lagi, ya …
Ciputat, 20 Agustus 2023
—
Yang menarik dari surat adalah perasaan personal yang menggelitik ketika kita membacanya. Seolah-olah kita sendirilah yang telah menuliskannya. Saya sendiri tidak tahu kenapa perasaan semacam itu muncul. Mungkin karena saat menulis surat, tanpa sadar kita melepaskan diri dari “aturan” dan “penilaian”. Kita hanya ingin menuangkan kejujuran dalam hati sembari membayangkan ekspresi si penerima surat itu ketika membacanya nanti. Paling tidak, itu yang saya rasakan saat membaca surat Eda ini.
Meskipun begitu, saya berharap surat ini bisa lebih panjang dan lebih mengeksplorasi perasaan si penulis terkait pengalamannya dalam menerapkan “hasil obrolan bermutu” dengan temannya itu. Karena idenya sangat nyambung (kalau bukan urgent) dengan masalah di tengah masyarakat saat ini.
—Berry Budiman, Pengampu Kelas Menulis Loker Kata