Tragedi Kebakaran

Tragedi Kebakaran

Tragedi Kebakaran
Oleh: Nuke Soeprijono


Malam ini adalah jadwal praktik Dokter Mahendra, SpOG, di apotek tempat Marpuah bekerja. Marpuah semringah, akhirnya bisa satu sif dengan dokter pujaan hatinya. Sejak sore tadi dia sudah membersihkan ruang praktik Mahendra yang bersebelahan dengan apotek. Sambil bernyanyi kecil, Marpuah beberes; mengganti alas dipan pasien, mengelap meja dokter juga tak lupa menyemprotnya dengan wewangian.

Sebenarnya beberes itu bukan tugas Marpuah, jabatannya di apotek adalah sebagai APJ*). Dan ada asisten yang biasa membersihkan dan menyiapkan segala keperluan Pak Dokter. Akan tetapi, malam ini si asisten libur. Tak jadi masalah bagi Marpuah, karena semua itu dia lakukan demi cintanya pada Mahendra.

Jam dinding di ruang apotek menunjukkan pukul tujuh. Biasanya Dokter Mahendra sudah datang lima menit sebelum jam praktik dimulai. Sudah ada tiga pasang pasien yang mengantre. Setelah mengambil nomor antrian, mereka duduk manis di kursi sofa depan etalase apotek.

Tak lama kemudian si dokter kalem, simpatik, dan paling sabar sedunia itu datang juga. Dia nongol lewat pintu samping yang terhubung langsung dengan tempat parkir mobilnya. Lalu, dengan penuh percaya diri berjalan menuju ruang praktik sambil tersenyum ramah pada pasien-pasiennya. Senyum manis Dokter Mahendra juga menyapa Marpuah yang sedari tadi telah stand by di meja apoteker-nya.

“Malem, Honey … kamu kelihatan cantik sekali memakai kerudung bunga-bunga,” bisik Mahendra ketika melintas di depan apoteker kesayangannya ini. Tak ayal, Marpuah langsung senyum-senyum tak jelas membalas sapa Dokter Mahendra.

“Ssst … Sayang, jangan genit!” jawab Marpuah setengah berbisik.

Hendak masuk ke ruang praktiknya, Mahendra mengerling dan tersenyum sekali lagi ke arah Marpuah. Ugh! Hati Marpuah langsung berbunga-bunga.

Waktu bergulir cepat. Semua pasien malam ini telah ditangani dan pulang dengan membawa obat-obatan yang ditebus di apotek. Sungguh profesi mereka adalah sebuah kolaborasi yang pas dan serasi, bagai melodi yang indah nan syahdu.

Marpuah melirik jam tangannya sekilas, setengah jam lagi waktunya pulang. Sambil bersenandung kecil, Marpuah membayangkan makan malam romantis setelah ini.

Tiba-tiba, pintu depan apotek dibuka kasar oleh seorang wanita cantik berambut lurus sebahu. Dia terlihat khawatir dan tergesa-gesa. Sambil menenteng tas jinjing besar berwarna hitam, dia menanyakan pada Marpuah apakah Dokter Mahendra masih menerima kunjungan. Rupanya dia seorang detailer yang akan menawarkan produk obat.

Mata Marpuah menyipit. Wanita dihadapannya ini pasti berharap Dokter Mahendra akan menulis resep berisi produknya dan apotek juga ikut menyediakan. Ish, mbaknya pinter! Sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui. “Dokter Mahendra sudah mau pulang, apotek juga mau tutup, Mbak!” jawab Marpuah jutek.

‘Ganggu aja, nih, cewek!’ batin Marpuah kesal.

Tak diduga, ternyata Mahendra keluar ruang praktik dan menyambut ramah si detailer tadi. “Eh, kamu, sudah datang rupanya. Ayo masuk, keburu malam, nih!” ujar Mahendra.

‘Ih, katrok! Emang sekarang dah malem, keles!’ Marpuah memutar bola mata lagi-lagi membatin karena tak kuasa membantah di hadapan mereka.
Dia bertambah kesal karena dengan senyum manis yang dibuat-buat, detailer cantik tadi manut berjalan mengikuti Mahendra. Kemudian masuk ke ruangan Pak Dokter lalu pintu pun ditutup. Marpuah mencebik, kesal tidak bisa berbuat apa-apa.

Lima belas menit berlalu, terdengar suara tawa cekikikan dari dalam ruang praktik. Pikiran Marpuah makin liar. Dia sudah tak kuasa menahan sabar dan marahnya. Tiba-tiba di kepalanya terlintas ide konyol. Marpuah keluar apotek dan mematikan meteran listrik hingga seluruh ruangan gelap.

“Kebakaran! Kebakaran! Kebakaran!” teriak Marpuah. Sontak suasana di dalam ruangan Mahendra menjadi gaduh. Terdengar suara teriakan manja ketakutan si detailer sok cantik yang ganjen itu. Mahendra lalu segera keluar dengan membawa ponsel yang kini beralih fungsi sebagai senter.

“Honey! Honey! Kamu di mana? Di mana ada kebakaran?” panggil Mahendra panik.

Tiba-tiba lampu kembali menyala dan Marpuah sudah berada tepat di hadapan Mahendra. “Nih, kebakaran! Kebakarannya di dalam sini!” sengit Marpuah sambil menunjuk dadanya.

Sesaat Mahendra terdiam lalu terbahak sambil memeluk kesayangannya yang tiba-tiba berubah menjadi Mak Lampir ini. “Aduh, Honey, kamu kocak banget, sih. Jangan cemburu gini, dong! Iya, abis ini kita jalan, ya!” ujar Mahendra berusaha menenangkan sambil mengusap pundak Marpuah.

Marpuah terlanjur kesal lalu secepat kilat keluar apotek meninggalkan Mahendra yang masih tertawa.

“Eh, wait, Honey … tunggu!”

“Au, ah, bodo!” [*]

*)APJ : Apoteker Penanggung Jawab

Tgr_September 2020


Bionarasi

Nuke Soeprijono si alter ego yang baru belajar menulis.

 

 

Editor: Freky Mudjiono

Leave a Reply