Sepasang Sayap yang Terkoyak
Oleh : Alena Winker
Sedari awal kamu tahu bahwa Renata menikahimu karena sayap yang senantiasa kamu berikan untuknya. Sayap yang selalu siap kamu gunakan untuk memeluk dan menenangkannya. Sayap yang dulu untuk pertama kalinya mampu membuat Renata terus mendamba untuk berada dalam rengkuhan sayap tersebut.
Selang setahun kamu mengenalnya, kamu memberanikan dirimu untuk berkunjung ke rumahnya, menemui kedua orangtuanya. Awal-awal kehadiranmu tak diterima mereka, kemudian kamu terus berjuang meraih hati mereka. Akhirnya mereka luluh dan merestui kalian.
Bukan dengan pesta yang megah yang kamu berikan kepada Renata, hanya sebuah akad nikah yang sederhana dan resepsi kecil-kecilan yang kamu berikan, lebih baik uangnya dipakai untuk masa depan katamu kala itu.
*
Lima tahun sudah kalian mengarungi bahtera rumah tangga. Namun beberapa bulan belakangan ini Renata selalu mengeluhkan sayapmu yang sering berguguran bulunya. Katanya, sayapmu tak sehangat dulu. Bulu dari sayapmu juga berguguran satu per satu di berbagai penjuru rumah. Kamu pernah mencoba menempelkan kembali bulu-bulu yang jatuh itu, tapi hasilnya tak sesuai ekspektasimu. Kamu pernah mencoba menggunakan lem khusus, sayangnya lem itu tak bertahan lama menahan keguguran bulu sayapmu di tempat lain. Lalu kamu mencoba menggunakan penyubur untuk bulu, dan kembali tidak membuahkan hasil.
Renata yang tengah hamil terus-menerus memintamu untuk mendekapnya dengan sayapmu yang kini mulai kusam tak secerah dulu. Tapi Renata berucap jika sayapmu kini tak sehangat dulu dan tercium bau tak sedap dari bulu sayapmu. Renata bahkan hingga muntah-muntah. Karenanya sayapmu diberikan pewangi agar Renata bisa kembali nyaman dalam dekapan sayapmu.
Akhir-akhir ini pun kamu sering pergi tiba-tiba setelah menerima telepon entah dari siapa. Bahkan saat dirimu tengah berduaan dengan Renata pun kamu akan langsung pergi tanpa berpamitan padanya.
*
Suasana mall yang kamu kunjungi saat ini cukup ramai, mungkin karena menjelang hari raya sehingga banyak yang berburu baju dan kebutuhan hari raya. Tak sengaja ekor matamu menangkap sosok yang sangat kamu kenal: Renata yang sedang membandingkan dua buah gamis tak jauh dari tempatmu dan wanita yang sedari tadi kamu ajak jalan-jalan. Kemudian kamu mengajak wanita tersebut untuk segera membayar belanjaan kalian. Setelahnya kamu mengajak wanita tersebut ke sebuah restoran dekat sana untuk berbuka puasa karena sudah hampir waktunya berbuka.
“Mas Anton, kok kamu ada di sini? Bukannya kemarin kamu bilang ada bisnis di luar kota?” ucap seorang wanita yang jelas sangat kamu kenal. “Dia siapa, Mas?” lanjutnya seraya menunjuk wanita yang ada di hadapanmu.
“Kamu yang siapa, kok manggil Mas Anton dengan kata ‘Mas’?” Wanita yang berada di hadapanmu balik bertanya.
“Aku istrinya!” sahut Renata
Mata wanita itu terbelalak kaget mendengar ucapan dari Renata.
Kamu mencoba untuk menenangkan kondisi yang ada. Tapi hasilnya nihil.
“Oh, jadi kamu jalang yang selama ini menjadi benalu dalam rumah tangga kami. Bagus, ya!”
“Mbak tolong dijaga, ya, mulut Mbak. Yang pelakor di sini itu anda!”
Para pengunjung lain sudah menonton kejadian tersebut sambil berbisik-bisik. Seorang pelayan menghampiri meja kalian, dan memintamu untuk membawa kedua wanita yang tengah bertengkar tersebut untuk keluar karena mereka telah mengganggu kenyamanan pengunjung lain. Kamu mengajak kedua wanita tersebut untuk keluar dari restoran itu, awalnya mereka menolaknya tapi setelah mereka menyadari kondisi yang ada akhirnya mereka mau juga kamu ajak keluar.
Di sepanjang perjalanan pulang kalian hanya berdiam diri satu sama lain, layaknya seseorang yang tengah menginjak lantai es yang tipis. Setibanya kalian di sebuah rumah yang entah milik siapa, kamu meminta Renata untuk ikut turun dan membicarakan permasalahan ini. Renata mengangguk lemah. Saat kalian baru memasuki rumah seorang anak lelaki yang berusia 4 tahunan memanggilmu dengan sapaan Ayah dan kepada wanita tadi dengan sapaan Bunda.
“Ayah, Kakak tadi nakal dia cubit-cubit pipi Adek,” ucapnya mengadukan kelakuan kakaknya yang berusia 8 tahunan itu.
“Nanti Ayah tegur Kakak, ya, sekarang Adek dan Kakak masuk ke kamar dulu, ya,” jawabmu kepada anak lelaki tersebut.
Di ruangan tengah kamu memilih duduk sofa tengah dan di kanan kirimu ada kedua wanita yang sedari tadi beradu pandang dengan sengit. Kamu menghela napas.
“Sekarang kamu tahu kan, yang pelakor itu kamu, bukan saya! Pernikahan saya dengan Mas Anton sudah menginjak tahun ke sembilan sedangkan kamu mungkin baru setahunan!” cecar wanita yang ternyata adalah istrimu juga.
“Maaf, Mbak, pernikahan saya dengan Mas Anton bukan baru setahun, tapi lima tahun, Mbak. Dan saya baru tahu jika Mas Anton telah beristri,” sahut Renata
Renata menatapmu lalu mengembuskan napas panjang.
“Mas aku minta kamu ceraikan aku setelah aku melahirkan!”
Setelahnya Renata pergi meninggalkan ruangan tersebut. (*)
Alena merupakan gadis kelahiran kota kembang, Bandung. Menyukai teh, kopi, dan langit senja. Karyanya telah dimuat dalam bentuk antologi oleh beberapa penerbit indie. Kalian bisa mengenalnya lebih dalam di Instagramnya @alena_winker.
Editor : Devin Elysia Dhywinanda
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata