Misteri Perjalanan Pendaki
Oeh: Davina Arashi
Malam ini Claudia mendaki gunung bersama Roy dan Joy. Mereka berdua masih ada hubungan kerabat dengan gadis berusia tujuh belas tahun itu.
Claudia berjalan di depan karena sudah hapal rute. Terkadang mereka saling melempar canda agar suasana tak mencekam.
Bagi para pendaki, mendaki merupakan aktivitas yang bisa melepaskan segala penat, susah, dan tentunya penuh tantangan.
“Roy, kebelet kencing nih aku,” ucap Joy sehingga ketiganya menghentikan langkah.
“Ya udah, sana!” perintah Claudia dengan nada sedikit kesal sebab perjalanan menjadi terhenti. “Huft.“
Joy pun berjalan menjauhi kedua sahabatnya, mencari tempat yang sekiranya pas. Ia menoleh ke kanan-kiri, kemudian berjalan ke area semak belukar. Lalu, langkahnya menuju ke sebuah pohon besar yang rindang. “Ah, di sini aja, deh.”
Saat sedang menunaikan hajatnya, pundak Joy dielus oleh tangan yang besar, tapi ia menyangka kalau Roy sedang jahil padanya.
“Roy, please, deh, nggak usah begitu.” Namun, tak ada sahutan dari belakang. Joy berbalik, tapi tak ada siapa pun. “Oh, God!” teriaknya sembari lari ketakutan.
“Hadeh! Kamu liat apaan, sih?” Joy menabrak Claudia yang sedang membetulkan kacamata.
“Sialan! Tadi aku diganggu sama makhluk tak kasat,” terang Joy.
“Ah, aku nggak percaya hal kek gitu,” ucap Roy
“Dahlah, Guys. Yok, kita lanjut trip kita.” Claudia menengahi perbedebatan kedua sahabatnya itu.
Akhirnya mereka bertiga melanjutkan perjalanan di tengah malam itu.
***
Langit saat itu gerimis dan lama-kelamaan hujan semakin lebat. Mereka melihat sebuah rumah tua yang besar, lalu berteduh di terasnya.
Tiba-tiba pintu rumah terbuka, muncullah nenek tua yang mengenakan baju serba putih.
“Apa kalian mau masuk, Cu?” tawar wanita tua berwajah khas Belanda.
Ketiganya mengangguk pelan, lalu berjalan mengekori si nenek.
Di ruangan besar itu ada jam jadul, lukisan perang, dan kursi panjang dari kayu. Arsitektur rumah juga sangat bagus.
“Gila! Keren banget rumahnya,” Roy takjub dan memotret bangunan khas Belanda tersebut.
“Nenek akan menyiapkan menu agar kalian makan. Pasti lapar, kan?” tanya nenek itu dengan senyum tipisnya yang menyimpan misteri.
Ketiga pemuda itu duduk, lalu hawa dingin membuat bulu kuduk mereka terbangun.
Satu jam kemudian nenek itu datang, membawa tiga piring yang masing-masing berisi sepotong daging yang telah dibakar dan segelas susu.
“Ini akan menghangatkan badan kalian. Ayo habiskan,” tawar Nenek.
“Iya, Nek.” Serempak mereka menjawab. Dengan lahapnya ketiganya menghabiskan hidangan itu. Namun, dalam beberapa menit kemudian mereka tak sadarkan diri.
***
Gelak tawa membahana di ruangan itu. Ya, para vampir sedang berkumpul untuk melakukan acara penyambutan bayi yang tengah dikandung oleh sang Ratu.
“Di mana tumbalnya?” tanya wanita muda yang duduk di kursi singgasana nan megah.
“Hadirkan tumbal!” teriak seorang ajudan bertubuh tegap.
Dalam sekejap, tiga pemuda itu hadir dan terkurung di sebuah kurungan layaknya burung yang terperangkap.
“Nice! Malam ini kita akan berpesta, wahai rakyatku,” seru sang Ratu sambil tertawa terbahak-bahak.
Di tempat pertemuan itu suara rakyat bersorak-sorai, menggema hingga memenuhi ruangan. Roy, Joy, dan Claudia mulai terbangun dan sadar.
“Lepasin! Lepasin kami!”
“Hahahahaha ….” Ratu mendekati mereka bertiga, lalu ia menatap tajam ke Claudia.
Claudia meludahi si Ratu. Ratu pun menamparnya dengan keras.
Claudia memejamkan mata. Ia sibuk merapalkan mantra yang diajarkan ibunya saat masih hidup. Kurungan dari besi itu hancur, para prajurit mengangkat tombak dan mengarahkannya kepada ketiga pemuda itu.
“Hai, siapa kau?” Ratu bertanya sambil menunjuk ke arah Claudia.
“Aku? Aku adalah anak Margaret.”
“Jadi, kau penyihir yang kami usir dulu?”
“Ya. Kenapa? Terkejut?”
Ratu murka. Ia menerbangkan semua benda di ruangan itu, lalu mengarahkannya kepada para pemuda di depannya. Namun, serangan itu dapat dicegah oleh Claudia.
Claudia kembali lagi merapalkan mantra. Bangunan itu bergetar hebat. Dinding mulai retak, lampu berjatuhan, dan semua orang yang ada di sana belarian ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri.
Kemudian bangunan itu runtuh.
Roy, Joy dan Claudia berhasil keluar. Ketiganya saling melempar senyum.(*)
Kota Bersemi, 15 Juni 2022
Davina Arashi, seorang newbie yang suka membaca dan menonton film.
Editor: Zuhliyana