Kisah Momon (Part 15)

Kisah Momon (Part 15)

Kisah Momon

Oleh: Isnani Tias

 

Part 15: Padang Pasir 

 

Tina sangat bersemangat. Ia tidak menyangka keinginan bertualang terwujudkan hari ini, berkat teman barunya. Si tupai Tina berlari, sambil sesekali menoleh ke arah monyet bertopi rajut hijau dengan tersenyum. 

‘Ini akan menjadi pengalaman pertamaku yang luar biasa.’ 

Bukan hanya Tina saja yang merasakan kebahagiaan. Momon juga. Ia sangat berterima kasih kepada alam yang telah menuntunnya untuk berjumpa dengan sang ayah dan mendapat teman seperjalanan. Meskipun, perjalanan yang sekarang ia tempuh lebih jauh lagi untuk menuju puncak gunung. 

Ibu, bersabarlah dan tetap bertahan. Momon akan membawakan obat untuk Ibu dan juga seseorang yang akan membuat hati Ibu bahagia, kata Momon dalam hati. 

Mereka terus berlari dan berlari di atas rerumputan hijau. Sesekali Tina menyapa para binatang yang sedang menikmati makanannya atau hanya sekadar berlarian. Ada juga yang sedang tertidur di bawah rindangnya pohon. 

Hampir sampai di perbatasan padang rumput dengan padang pasir, mereka memutuskan beristirahat dulu sambil menikmati bekal makanan yang dibawa. 

“Tina, maaf, tentang Momon yang lupa sama kamu,” ucap monyet berbulu abu-abu itu saat duduk di tempat yang agak teduh.

“Iya, tidak apa. Tadi sempat kaget, tiba-tiba kamu tidak mengingatku,” jawab Tina setelah meminum air. 

“Terima kasih, Tina, baik sekali kemarin mau menampungku di rumah pohonmu,” ujar Momon sambil tersenyum. “Momon senang, perjalanan kali ini ada yang menemani.”

“Iya, sama-sama,” jawab Tina dengan senyuman.

Usai istirahat, mereka merapikan bekal yang masih ada ke dalam tas kembali lalu melanjutkan perjalanannya. 

Tak terasa, hari mulai sore. Mereka telah sampai di perbatasan padang rumput dan padang pasir. Pemandangan di sekitar membuat monyet dan tupai terpesona. 

“Lihat ini, Mon. Kita sekarang berada di tengah-tengah garis rumput dan pasir,” ucap Tina sambil berlompatan di antara rumput dan pasir seolah dia bermain lompat tali.

“Iya, betul kata kamu, Tina,” jawab Momon yang ikutan melompat.

Setelah puas bersenang-senang, mereka melanjutkan perjalanan melintasi padang pasir yang luas. Beruntung keduanya sampai di sana pada waktu sore hari. Seandainya siang hari, mereka akan terkena sinar matahari yang terik secara langsung. Sebab, tidak ada pepohonan di sekitar tempat itu. 

Langkah lompatan baik Momon atau pun Tina melambat, tidak seperti melompat di area rerumputan yang tanahnya mudah untuk menjejakkan kaki di atasnya. Namun, mereka tetap semangat terus melompat dan melompat sesuai petunjuk peta. 

“Kita akan bermalam di mana, Mon?” tanya si tupai setelah menghentikan langkahnya. 

“Tidak tahu, Tin. Di sini sepertinya tidak ada tempat untuk kita bermalam. Kita berjalan terus saja. Jika lelah, kita berhenti,” jawab monyet bertopi rajut itu sambil mengedarkan pandangan di lautan pasir.

Tina mengangguk lalu keduanya melanjutkan langkahnya dengan ditemani oleh sinar bulan yang mulai menampakkan diri. 

“Mon, berhenti dulu,” pinta Tina sambil melihat sekitar.

“Ada apa, Tin?” tanya Momon.

“Kamu mendengar sesuatu?” tanya si tupai dengan mengangkat tangannya ke telinga.

Momon mengerti apa yang dimaksud sama Tina. Ia mencoba memejamkan mata, menajamkan telinga. Terdengar suara gemuruh dan tiba-tiba embusan angin datang mengenai tubuh mereka. 

“Seperti akan ada badai pasir,” ucap si tupai berekor rumbai, lalu tangannya menarik Momon untuk segera lari.

Keduanya pun melangkah dengan cepat sambil melihat sekitar yang mungkin saja ada tempat untuk berlindung. 

“Aaarkk!” Teriakan Tina menghentikan langkah Momon.

“Tiinaa …, tenang dan jangan bergerak,” kata Momon ketika melihat teman seperjalanannya itu tergelincir di pasir isap. 

“Momon, Momon … tolong,” pinta Tina dengan wajah cemas jika nanti dia masuk ke pasir itu.

“Sebentar, jangan bergerak,” ucap si monyet berekor panjang itu sambil membuka tas punggungnya lalu mengambil tongkat lipat. 

Embusan angin membuat butiran-butiran pasir itu beterbangan, lalu mengenai mata si tupai. Akhirnya, tangan dia mengucek mata yang terkena debu pasir dan itu membuatnya semakin ke dalam pasir. 

“Jangan bergerak!” teriak Momon sambil meluruskan tongkat bambu yang berwarna kuning itu lalu mengulurkan kepada Tina. 

“Pegang tongkat ini,” lanjutnya dengan berusaha mendekatkan tongkatnya ke tangan Tina. 

Si tupai pun mencoba meraih tongkat bambu itu tanpa menggerakkan badannya. Suara badai semakin jelas dan embusan angin cukup kencang sangat mengganggu penglihatan Tina untuk memegang tongkat bambu berwarna kuning itu. 

“Tina, ulurkan tanganmu dan jangan bergerak sebelum Momon beri aba-aba, ya,” ucap monyet muda itu berusaha untuk menempatkan posisi tongkat bambu berada tepat di salah satu tangan si tupai berekor rumbai itu.

“Ayo, pegang!” seru Momon ketika tongkat bambu berwarna kuning sudah menempel di telapak tangan Tina. 

Tupai ekor panjang berumbai itu langsung menggenggam erat bambu itu dengan mata terpejam. Momon mulai menarik sekuat tenaga. Perlahan tubuh Tina naik ke atas. 

Butiran-butiran pasir yang terbawa oleh angin semakin banyak dan mengenai badan mereka. Meskipun berat, Momon terus berusaha mengeluarkan Tina dari pasir isap itu. Ia terus berjalan mundur. 

“Tetap berpegangan, kurang sedikit lagi,” ucap Momon ketika berhenti sejenak untuk mengatur napas yang mulai tersengal-sengal. 

Kurang dua-tiga langkah lagi, monyet berekor panjang itu akan berhasil menarik Tina keluar dari pasir isap. 

“Akhirnya, berhasil juga,” kata Momon sambil duduk beralaskan pasir.

“Terima kasih, Mon,” ucap Tina sambil bangkit dari posisi tengkurap dan membersihkan debu yang masuk ke mata. “Entah, bagaimana aku harus membalas kebaikanmu?” 

“Sama-sama. Kita kan, teman. Jadi, saling tolong-menolong. Sama seperti yang kamu lakukan pada Momon kemarin,” jawab si monyet bertopi rajut itu sambil tersenyum.

Mereka saling mengobrol dan sepertinya, sejenak melupakan badai pasir yang segera datang menerpa keduanya, jika saja mereka tidak segera pergi dari sana. Tina sudah membersihkan matanya yang tadi sempat kemasukan debu. Lalu, dia tidak sengaja melihat sesuatu yang berada di belakang Momon, yang mulai mendekat. 

“Kita harus lari, Mon!” Teriakan Tina yang mendadak itu mengejutkan Momon. 

Momon bergegas berdiri sambil mengambil tongkat bambu dan melipatnya. Kemudian, mereka berlari ke arah barat untuk menghindari badai yang membentuk pusaran angin bercampur pasir itu bergerak tidak tentu arah. 

“Mon, aku tidak bisa lihat jelas ke arah depan,” kata Tina yang terus melompat menembus debu pasir yang beterbangan. 

“Sama, Momon, juga,” ucap monyet berbulu abu-abu. “Tin, suara apa itu? Sepertinya ada di belakang kita.” 

“Oh, tidak!” seru Tina ketika menoleh ke belakang. 

“Aaarrhk!” teriak Tina dan Momon bersamaan dan tangan mereka saling berpegangan. 

Tubuh mereka melayang dan berputar-putar terbawa ke pusaran pasir yang sangat besar, bentuknya mirip tornado. Ternyata, badai tadi berbelok arah ke barat. 

 

Bersambung ….

 

(Lanjutan cerita ini, silakan baca di buku berjudul “Kisah Momon”. Insya Allah buku ini akan diterbitkan tahun 2022. Terima kasih.) 

 

Sidoarjo, 14 November 2021

 

Penulis dengan panggilan akrab Tias ini seorang Ibu dari dua putri cantik, Aisyah dan Shofia. Penulis saat ini sedang belajar membuat cerita anak. Cerbung anak berupa fabel ini adalah karya pertamanya. Semoga segera bisa dibukukan. Aamiin. Karya cernak kedua serta ketiga sudah menjadi buku solo berjudul “Buku Ajaib” dan “Negeri Mutiara”. Penulis bisa dihubungi melalui Facebook Isnani Tias dan Instragam: @t145.7055. 

 

Editor: Imas Hanifah N

 

Grup FB KCLK

Halaman FB kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/me.jadi penulis tetap di Loker Kata

 

Leave a Reply