Kisah Momon (Part 14)

Kisah Momon (Part 14)

Kisah Momon

Oleh: Isnani Tias

 

Part 14: Peta 

 

“Dia adalah Tina, yang memperbolehkan kamu untuk tinggal di rumahnya. Ketika kamu tidak sadarkan diri,” jawab sang ayah sambil memegang bahu si tupai. 

Momon berusaha mengingat kembali peristiwa yang ia alami sebelumnya. Ia memegang kepalanya yang berdenyut. 

“Oh ya. Kamu tadi sempat nyebut nama Paman Kerbau, siapa dia?” tanya sang ayah.

“Hmm … mereka yang membantu Momon menyeberangi lautan menuju Pulau Hijau.”

Mata Momon melihat sekeliling rumah. Ia tampak bingung dan kalau kepalanya dibuat mengingat terus, rasanya sakit. 

“Mereka di mana? Apa para Paman Kerbau juga selamat?” lanjutnya.

“Semoga saja mereka selamat,” ucap sang ayah agar si anak tidak khawatir dan tetap berpikir yang baik-baik untuk mereka.

“Mungkin yang bisa menjawabnya adalah Pak Penyu. Karena Pak Penyu yang menolong dan membawamu ke pantai Hutan Sabana.” Tina ikut menjawab. 

“Ini Hutan Sabana? Bukan Pulau Hijau?” tanya Momon terkejut. Itu artinya ia akan lebih lama lagi dalam mencapai tujuan. 

“Iya, ini Hutan Sabana, Nak,” jawab sang ayah sambil menatap Momon. “Oh ya, bagaimana kabar ibumu, Mon?” lanjut ayahnya. 

Mendadak raut muka Momon terlihat sedih. Ia menunduk. “Ibu sakit.” 

“Sakit apa?” Sang ayah terkejut mendengar istrinya jatuh sakit. 

“Demam Ibu tidak turun-turun, badan tidak bertenaga dan makannya sedikit,” jawab monyet muda itu dengan mata mulai berair, mengingat sang ibu. 

“Momon mencari obat untuk kesembuhan Ibu. Kata Kakek Kera, obat itu hanya ada di puncak Gunung Merah, tapi ….” Momon tidak melanjutkan ucapannya. 

Tangan sang ayah memegang kedua pipi Momon, lalu mengangkatnya sedikit untuk bisa menatap mata si anak. “Tapi apa? Coba bilang pada ayah.”

“Momon tidak tahu jalan ke sana,” jawab Momon dengan menunduk lagi. 

“Mengapa bisa begitu?” Si tupai Tina ikut berbicara. 

“Ya, karena tempat ini bukan Pulau Hijau. Momon hanya tahu satu arah jalan yang tertulis pada peta itu.” 

Si monyet berkaki satu itu mengangguk dan mulai berpikir. Mereka semua pun terdiam sesaat. 

“Oh iya. Tina, tolong ambilkan tas Momon itu,” pinta ayahnya Momon sambil menunjuk letak tas punggung berwarna oranye. “Ayah keluar dulu sebentar,” lanjutnya.

Si tupai mengambilkan tas itu dan diberikan kepada ayah Momon setelah beliau kembali dari luar. 

“Terima kasih.” Sang ayah membuka tas tersebut dan mengeluarkan peta petunjuk jalan. 

Ayahnya Momon mulai menggambar sesuatu di bagian belakang peta dengan menggunakan getah dari beberapa daun pohon mangga. 

Momon dan Tina saling menatap lalu memperhatikan gambar yang masih dibuat oleh ayahnya Momon. 

Beberapa menit kemudian.

“Selesai,” ucap ayahnya Momon sambil membentangkan peta yang terbuat dari kulit pohon jati. “Ini peta yang baru, untuk menuju puncak Gunung Merah.”

Wajah Momon yang semula tampak sedih, sekarang berubah menjadi gembira. Tina pun juga ikut bahagia. 

“Ayah, mau ikut dengan Momon pergi ke sana?” tanya si anak dengan penuh harapan. 

“Maaf, Nak. Sebenarnya Ayah ingin ikut, tetapi lihatlah diri Ayah yang sekarang hanya mempunyai satu kaki. Ini akan menghambat perjalananmu,” jawab sang ayah sambil memperlihatkan kondisinya kepada si anak. 

“Bawa saja peta yang baru Ayah buat ini.” lanjutnya sambil menyerahkan sebuah peta yang baru kepada Momon.

“Kalau aku yang ikut bagaimana? Aku sudah lama punya keinginan untuk bisa berpetualangan,” ucap Tina yang membuat ayah dan anak itu saling pandang.

“Kamu yakin mau ikut Momon?” tanya ayahnya Momon. “Tempatnya itu jauh dan kamu belum pernah keluar dari hutan ini.” 

“Kalau Momon bisa, pasti aku juga bisa. Ini kesempatanku bisa keluar hutan. Aku boleh ikut kamu, ya, Mon,” pinta Tina dengan wajah memelas, berharap bisa diajak. 

Momon dan ayahnya berpandangan. Lalu, mereka mengangguk bersamaan. Tina langsung memeluk tubuh Momon. Ia senang akhirnya keinginannya tercapai.

Tina minta izin pulang ke rumah untuk persiapan keperluannya selama perjalanan nanti dan berpamitan dengan teman-teman sekitar rumahnya.

***

Persiapan perbekalan untuk melakukan perjalanan ke puncak Gunung Merah telah selesai. Sebelum berangkat, mereka mempelajari dulu gambar peta yang baru, sesuai arahan ayahnya Momon. Setelah paham tentang peta itu, Momon berpamitan kepada sang ayah yang diikuti oleh Tina, si tupai bermata jeli. 

“Ayah, doakan Momon sampai tujuan dengan selamat. Ayah jaga kesehatan sampai Momon kembali dan kita akan pulang bersama,” ucap Momon sambil memeluk sang ayah yang dirindukannya selama empat tahun ini. 

“Hati-hati di perjalanan nanti. Ingat harus saling menjaga dan percaya satu sama lain. Jangan sampai ada pertengkaran di antara kalian,” pesan ayahnya Momon. 

Mereka mengangguk, lalu bergegas meninggalkan Hutan Sabana karena matahari sudah berada di puncak. Perjalanan kali ini memakai jalan darat, sebab sepanjang jalan yang dilalui hanyalah hamparan rumput hijau yang luas.

 

Bersambung …

 

Sidoarjo, 12 September 2021

 

Penulis yang dikenal dengan Tias ini adalah seorang ibu dari dua bidadari dan maniak komik. Ia telah melahirkan sebuah novel anak perdana dengan judul “Buku Ajaib”. Semoga cerbung anak ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Penulis bisa dihubungi melalui Facebook: Isnani Tias dan Instagram: Tias_7055.

 

Editor: Imas Hanifah N

 

Grup FB KCLK

Halaman FB kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/me.jadi penulis tetap di Loker Kata

 

Leave a Reply