Kisah Momon (Part 13)

Kisah Momon 

Oleh: Isnani Tias

 

Part 13: Keharuan

 

“Aaakkkh …!”

Buk!

Mendengar teriakan dan sesuatu yang jatuh, kepala si tupai Tina, menunduk. Ia terkejut, lalu bergegas turun.

“Hai, hai … bangun,” ucap Tina, sambil mengoyangkan tubuh Momon yang tidak sadarkan diri. 

Si monyet berkaki satu meletakkan tangannya di lubang hidung Momon.

“Dia masih bernapas.” 

Tina bernapas lega. Di bawah pohon mangga, mereka menunggu Momon sadar. Kemudian monyet dewasa itu meraba bagian kepala Momon, memeriksa apa ada yang terluka atau tidak. Ternyata, kepala bagian belakang Momon berdarah. Lalu, ia meminta si tupai untuk mengambil daun pohon kelapa untuk membalut kepala Momon.

Dua jam sudah berlalu. Matahari mulai tenggelam. Momon masih belum sadarkan diri dari pingsannya. Itu membuat dua binatang di dekatnya khawatir. Sesekali Paman Monyet memeriksa detak jantung dan pernapasan Momon.

Tina memandangi wajah temannya itu dengan muka sedih dan merasa bersalah. “Seandainya aku tidak mengajak dia untuk berlomba memanjat, pasti ini tidak akan terjadi.”

“Ini bukan salah kamu. Mungkin dia tadi tak berhati-hati,” ucap Paman Monyet sambil memegang bahu Tina untuk menenangkannya. 

“Hari mulai malam, kamu pulang saja dulu. Mungkin besok pagi dia akan bangun,” lanjutnya.

“Tidak, Paman. Aku menunggu di sini saja sampai dia bangun,” jawab Tina pelan.

“Kalau begitu bantu paman untuk memapah dia masuk ke rumah.” 

***

Ketika mendengar suara ayam jago berkokok, Paman Monyet sudah bangun dan melihat keadaan Momon, si monyet muda itu yang tadi malam mengalami demam tinggi. 

“Suyukurlah, demamnya sudah turun,” gumam Paman Monyet sembari tangannya ditempelkan ke dahi Momon.

Momon merasakan dahinya ada yang mengusap, perlahan ia membuka mata. 

“Kamu sudah bangun,” ucap Paman Monyet sambil menarik tangannya dari dahi Momon. 

Momon memejamkan mata kembali untuk mengumpulkan kesadaran dirinya. Lalu, ia membuka mata secara perlahan dan pandangannya melihat seekor monyet dewasa. 

“Apa yang kamu rasakan sekarang? Apa ada yang sakit?” tanya Paman Monyet yang duduk di sampingnya.

Monyet muda itu terdiam, mencoba mencerna pertanyaan yang ditujukan kepadanya baru saja. Mata Momon mengedarkan ke seluruh ruangan yang dinding serta atap terbuat dari daun pohon kelapa. 

Pandangannya berhenti kepada seekor binatang yang memiliki ekor panjang menjuntai, yang masih terlelap. Kemudian, mata Momon kembali menatap si monyet dewasa yang menunggu jawaban dari pertanyaannya tadi.

“Ini di mana? Anda siapa? Kenapa aku bisa berada di sini?” Berbagai pertanyaan meluncur dari mulut Momon sambil memegangi kepalanya.

Momon mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi pada dirinya. 

“Paman Kerbau!” teriaknya sambil bangun dari posisi tidur.

Mendengar ada yang teriak, Tina terbangun. Lalu, menoleh ke arah Momon dan Paman Monyet. Ia mulai beranjak dari tempatnya dan melangkah mendekati Momon.

“Aku senang akhirnya kamu sudah tersadar,” kata Tina sambil memeluk Momon. Dia merasa senang teman barunya baik-baik saja. 

Momon mematung dan bingung. “Maaf, siapa kalian?”

Tina seketika melepas pelukannya dan menatap Momon dengan raut muka terkejut. 

“Paman, mengapa dia berkata seperti itu kepada kita?” tanya Tina sambil menoleh kepada monyet berkaki satu, yang berada di sampingnya.

“Sepertinya, ingatan dia sudah kembali,” jawab Paman Monyet yang merasakan keadaan ini, seolah monyet di hadapannya itu adalah dia dulu ketika ingatannya kembali pulih seutuhnya. 

“Maksud Paman?” Tina masih bingung.

“Coba kamu tanya namanya,” pinta Paman Monyet. 

“Si-apa namamu?” tanya Tina dengan ragu-ragu. 

“Momon,” jawab monyet berbulu abu-abu. 

Paman Monyet terkejut. Lalu, ia bertanya, “Asal kamu dari mana?” 

“Dari Hutan Jati Kapur,” jawab Momon.

Monyet berkaki satu itu meneteskan air mata dan memeluk Momon. 

Lagi-lagi Momon hanya mematung.

Tadi, si ekor berumbai memelukku, sekarang wajah yang mirip denganku juga memeluk, batinnya keheranan.

“Maaf, kalian siapa?” Momon mengulang pertanyaannya. 

Monyet dewasa berekor panjang itu melepas pelukannya. “Nama ibumu siapa?”

Sekali lagi, pertanyaan Momon belum dijawab, tapi Paman Monyet kembali bertanya. Si tupai hanya diam dan menyimak. Sebenarnya, ia juga bingung. 

“Ibuku bernama Kemala,” jawab Momon dengan sopan.

Monyet muda itu mendapat pelukan kembali dari si kaki satu. “Kamu adalah anakku.” 

Hati Momon sangat senang sekali mengetahui jika sang Ayah  masih hidup. Mereka saling berpelukan melepaskan rasa rindu yang begitu lama dan air mata pun keluar begitu saja. 

“Hai, jangan melupakan aku!” seru Tina si tupai yang merasa dirinya terabaikan oleh pertemuan anak dan ayah. 

Momon melepaskan pelukannya setelah mendengar ada yang berbicara. Ia menatap tupai yang berdiri di sampingnya. 

“Ayah, dia siapa?” tanya monyet muda itu saat matanya beralih kepada sang Ayah. 

Ingatan si monyet berekor panjang itu sudah pulih. Namun, ingatan yang tercipta ketika ia lupa pada dirinya sendiri, telah terlupakan oleh Momon. Tina si tupai merasa sedih, ternyata teman barunya tidak ingat kepadanya. 

 

Bersambung ….

 

Sidoarjo, 12 September 2021

 

Penulis yang dikenal dengan Tias ini adalah seorang ibu dari dua bidadari dan maniak komik. Ia telah melahirkan sebuah novel anak perdana dengan judul “Buku Ajaib”. Semoga cerbung anak ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Penulis bisa dihubungi melalui Facebook: lsnani Tias dan Instagram: @Tias_7055.

 

Editor: Imas Hanifah N

 

Grup FB KCLK

Halaman FB Kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

 

Leave a Reply