Kisah Momon (Part 12)

Kisah Momon (Part 12)

Kisah Momon

Oleh: Isnani Tias


Part 12: Kejadian yang Terulang Kembali

Momon merintih, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin, lalu roboh ke samping. Ia pun berguling-guling di atas kulit pisang yang sudah tidak ada isinya. Kejadian sama seperti ini, pernah ia alami di hutan bambu, empat hari lalu.

Melihat Momon terjatuh, si kaki satu bergegas menolong. “Kamu kenapa?” 

“Tunggu! Kamu yang memakan ini semua?” Ketika kakinya menginjak kulit pisang yang berserakan di rumput. 

“Monyeeet …!” teriak tupai.

Si kaki satu yang merasa dirinya juga monyet, menoleh ke arah Tina.

“Kamu kenapa?” tanya Tina yang sudah berada di samping Momon. 

“Dia sepertinya kebanyakan makan,” kata si kaki satu, monyet yang tidak muda lagi itu, sambil menatap kulit pisang dan beralih memandang hewan berekor rumbai. “Kamu temannya?” 

“Iya, Paman,” jawab Tina.

“Bantu Paman untuk membawanya ke rumah,” pinta Paman Monyet berekor panjang. 

Mereka berusaha memapah Momon menuju rumah yang tidak jauh dari pohon pisang tadi. Hanya kurang lebih sepuluh menit saja, mereka sudah sampai di rumah yang beratapkan daun kelapa yang kering. 

“Dudukan di sini. Paman akan meramu obat dulu,” ujar Paman Monyet, lalu masuk ke rumah yang terbuat dari bambu. 

Raut muka Momon terlihat pucat. Mungkin ia tengah menahan rasa sakit. Tina merangkul tubuh teman barunya agar tidak terjatuh lagi. 

Tidak lama kemudian, si kaki satu keluar dari rumah sambil membawa obat. Ia memberikan obat itu kepada Momon dengan dibantu oleh Tina untuk meminumkannya. 

“Terima kasih,” ucap Momon lemah. Monyet muda itu menaikkan bahunya menahan rasa sedikit pahit di mulut. Sesudah meminum obat, ia tertidur di bawah pohon rindang.

Tupai dan monyet berekor panjang membiarkannya terlelap. Kemudian, mereka berbincang mengenai Momon. Tina menceritakan tentang pertama kali monyet muda itu sampai ke tepi pantai dan kehilangan ingatan. 

Paman Monyet mengangguk sambil tangan kanannya memegang dagu. Ia meminta tolong tupai untuk membawakan barang-barang yang dibawa oleh Momon. 

Monyet dewasa itu memandang wajah Momon. “Siapa kamu? Kenapa aku merasa mengenalmu?” 

Momon perlahan membuka mata ketika telinganya samar-samar mendengar suara lirih. Setelah mata terbuka, ia melihat hewan yang sedang memandanginya. 

“Aku di mana?” tanya Momon sambil bangkit dan duduk berhadapan dengan binatang yang mirip dengannya.

“Di rumah Paman,” jawab Paman Monyet. “Siapa namamu?”

Momon menggeleng. Sepertinya ia masih belum ingat. 

“Teman!” teriak Tina  ketika melihat Momon. 

Mendengar teriakan itu, keduanya menoleh ke arah sumber suara. 

“Ini tas, topi dan kain rajut panjang.” Tupai berekor panjang berumbai itu menaruh barang-barang tersebut di hadapan mereka. 

“I-ni milikku semua?” tanya Momon ragu-ragu. 

“Iya, milik kamu semua,” jawab Tina. 

“Kamu mengingat sesuatu, misal tentang ini?” lanjutnya sambil menunjuk topi dan syal rajutan yang pagi tadi belum dilihat oleh Momon. 

Monyet muda itu mengamati dan mengingat dua barang tersebut. Kemudian, ia menggeleng. 

“Paman boleh membuka tas ini?” 

Momon menoleh kepada Tina. Tupai itu mengangguk. Tanda untuk mengiakan. 

Di bawah pohon mangga yang berbuah lebat, si monyet berkaki satu itu mengeluarkan: seruling bambu kecil, tongkat lipat, selimut, peta perjalanan, serta kantong obat yang ada di dalam tas punggung berwarna oranye. Ia mengamati barang tersebut satu per satu. Pandangannya berhenti pada peta yang dilipat dua dan terbuat dari kulit pohon bagian dalam.

Dibentangkan peta yang terlipat tadi. Bagian atas peta tertuliskan “Peta Puncak Gunung Merah” dan bagian pojok bawah kanan ada tanda seperti stempel kaki. Hukum yang ada di hutan, jika terdapat tanda stempel kaki di sebuah barang atau sesuatu, berarti itu menunjukkan simbol kepemilikan. Monyet dewasa itu mendekatkan bagian pojok peta dan meraba jejak kaki tersebut.

“Peta ini kamu dapat dari mana?” tanya monyet berkaki satu yang merasa tidak asing dengan peta yang berada di tangannya.

“Aku tidak tahu,” jawabnya dengan raut muka sedih. 

“Kamu berasal dari mana, juga tidak tahu?” 

Monyet muda itu mengangguk. 

Paman Monyet pun termenung memandang peta tersebut. Ia teringat akan keluarganya yang sudah ditinggalkan selama empat tahun. Karena waktu itu, ia mengalami musibah jatuh dari tebing dan mengalami cedera cukup parah.

Melihat teman barunya tampak sedih, Tina berkeinginan untuk menghibur. Ia mengedarkan pandangannya ke area sekitar. Pada saat mendongak, si tupai mendapatkan ide. 

“Paman … bolehkah kami mengambil buah mangga yang sudah matang?” tanya Tina sambil menepuk pelan kaki monyet dewasa itu.

Tepukan itu membuyarkan lamunan si monyet berkaki satu. Kemudian, ia menoleh kepada Tina yang berada di samping kanan. 

Si tupai menengadah melihat buah mangga yang bergelantungan di ranting pohon sambil mengangkat tangan ke atas. 

Paman pun mengikuti gerakan Tina dan memperbolehkan mereka mengambil buah yang sudah matang. Tina langsung mengajak Momon untuk berlomba adu kecepatan memanjat pohon mangga sampai puncaknya. Momon tersenyum lebar sampai kelihatan deretan giginya yang masih utuh. 

“Kita mulai menghitung bersama, ya,” pinta Tina.

“Satu … dua … tigaaa ….” 

Mereka berdua mulai memanjat di pohon yang sama. Tina dan Momon saling salip-menyalip. Perlombaan yang cukup seru, tidak ada yang mau mengalah. Dua-duanya ingin menjadi nomor satu sampai puncak pohon mangga. 

Momon melihat tupai memanjat dengan cepat sekali. Ia pun tidak mau kalah dan terus memanjat. Tiba-tiba dahan yang dipijak oleh Momon patah. Berhubung tadi ia tergesa-gesa, sehingga tangannya tidak sempat meraih dahan pohon yang lain. Akhirnya, kejadian beberapa hari lalu terulang kembali. 

 

***Bersambung***

Sidoarjo, 10 Juni 2021

 

Penulis dengan panggilan akrab Tias ini seorang Ibu dari dua putri cantik, Aisyah dan Shofia. Penulis saat ini sedang belajar membuat cerita anak. Cerbung anak berupa fabel ini adalah karya pertamanya. Semoga segera bisa dibukukan. Aamiin.

 

Penulis bisa dihubungi melalui Facebook Isnani Tias dan Instagram @t145.7055


 

Editor: Imas Hanifah N

Leave a Reply