Kisah Momon (Part 7)

Kisah Momon (Part 7)

Kisah Momon
Oleh : Isnani Tias

Part 7: Rumah Pohon

Hari mulai malam, hutan rawa-rawa masih diguyur hujan meskipun tidak begitu deras. Tubuh Momon tengkurap di genangan air. Ia belum sadarkan diri setelah jatuh dari ketinggian.

Datanglah seekor beruk–sebangsa monyet, tetapi ekornya pendek seperti ekor babi–yang sedang mencari makanan dan kebetulan melalui jalan tempat Momon terjatuh. Melihat ada monyet berekor panjang yang tergeletak, si Beruk mendekat, lalu menyentuh tubuh Momon. Dia ingin memastikan apa masih bernapas atau sudah mati.

Si Beruk itu mencoba untuk membalikkan tubuh Momon ke posisi telentang. Dia meletakkan telapak tangannya ke dada monyet muda itu. Setelah mengetahui masih bernapas, si Beruk menggoyang-goyangkan badan Momon, tetapi tidak ada respons.

“Monyet ini masih pingsan. Aku akan membawanya ke rumah. Jika dibiarkan di sini, dia akan menjadi makanan hewan yang kelaparan,” kata si Beruk sambil berusaha menggendong Momon di punggungnya.

Beberapa menit kemudian. Beruk bertubuh agak panjang itu sudah sampai di depan pohon rumahnya. Dia mengeluarkan suara khas, seolah meminta bantuan pada kawanannya yang berada di atas pohon.

Tidak lama, para beruk berdatangan. Perwakilan beruk membantu temannya yang membawa monyet bertopi rajut hijau itu untuk menaikkan ke atas pohon. Ya, beberapa rumah beruk berada di atas pohon. Mereka mencari pohon yang besar dan kuat untuk ditempati.

“Terima kasih, kawan-kawan, sudah membantuku menolong monyet malang ini,” ucap si Beruk kepada dua kawannya setelah meletakkan Momon dengan posisi miring di lantai kayu.

Mereka pun mengangguk lalu kembali ke rumah masing-masing, karena hari sudah malam. Hujan pun mulai mereda.

Si Beruk melepaskan tas punggung yang masih terpasang di bahu Momon. Lalu menaruhnya di samping monyet muda itu. Sesudah itu, dia dengan sabar membersihkan tubuh Momon yang terkena lumpur secara perlahan.

***

Sinar matahari masuk ke jendela, mengenai wajah Momon yang masih terlelap. Di dahinya menempel lipatan kain basah dan selimut, sepertinya Momon semalam demam dan tubuhnya menggigil. Mata Momon mulai terbuka perlahan dan mengedip-ngedip.

“Kau sudah sadar, anak muda?” tanya si Beruk ketika melihat Momon mengangkat tangan kanannya ke wajah.

Momon menoleh ke kanan dan melihat seekor hewan yang hampir mirip dengannya. Ia mencoba untuk bangun dan kain di atas dahi Momon terjatuh di pangkuannya.

“Auw!” teriak Momon saat menggerakkan tangan kirinya untuk mengambil lipatan kain itu.

Beruk itu langsung memperhatikan lengan kiri Momon.

“Ini terkilir. Kau kemarin jatuh dari atas pohon?” tanya si Beruk menatap Momon.

Momon mengangguk sambil memegang tangannya yang sakit.

“Beruntung kau, ini hanya terkilir, bukan patah. Oya, kau semalam demam,” ucap si Beruk sambil mengambil kain yang terjatuh tadi.

“Terima kasih sudah menolong Momon,” ucap Momon lirih.

***

Satu hari berlalu.

Pagi hari yang diselimuti awan hitam, Momon terbangun mendengar suara kicauan burung bersahutan. Ia mulai merentangkan tangan kanan ke atas, sedangkan tangan kirinya masih cedera akibat terjatuh dari atas pohon dua hari lalu.

“Kau sudah bangun?” tanya beruk yang menolongnya kemarin saat melihat Momon sudah posisi duduk.

Beruk berekor pendek itu memeriksa lengan kiri Momon yang terkilir di area siku dan masih dibalut kain. Dia membuka balutan itu yang di dalamnya ada dua batang kayu agar ototnya tidak bergeser lagi.

“Sudah tidak bengkak lagi. Coba kau gerak-gerakkan,” pinta si Beruk sambil membereskan kain dan kayu tadi.

“Sudah enak dan tak sakit lagi,” ucap Momon dengan gembira.

Beruk yang berbadan agak panjang dari monyet itu ikut senang yang ditolongnya sehat kembali. Dia menyiapkan sarapan buah-buahan, kemudian mereka menyantapnya bersama.

Usai makan, Momon minta izin kepada Beruk untuk turun ke bawah. Seharian kemarin ia hanya berada di rumah pohon dan tidak bisa turun sebab lengannya masih terasa sakit.

“Hati-hati, banyak ular air, dan sepertinya mau turun hujan,” ucap Beruk sambil memandang langit dari jendela rumahnya.

Mendengar itu, Momon mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin terkena “bisa” ular. Bisa-bisa perjalanannya tertunda lagi. Akhirnya, Momon duduk di lantai kayu dengan kaki menggantung di depan pintu sambil melihat pemandangan hutan rawa-rawa dari atas pohon.

Pandangan Momon tertuju pada rumah pohon para beruk yang bentuknya berbeda-beda. Ada bentuk lingkaran, kotak, dan segitiga. Rumah beruk yang Momon tempati ini berbentuk kotak atau persegi.

Tiupan angin yang mulai agak kencang membuat kedua telinga monyet muda itu terasa dingin. Momon meraba kepalanya. Ternyata ia baru menyadari kalau tidak memakai topi rajutan berwarna hijau. Momon beranjak dari duduknya dan masuk ke rumah.

“Maaf, Paman, tahu topi Momon?” tanya Momon kepada Beruk yang sedang membuat sesuatu.

Beruk itu menghentikan kegiatannya. “Oh, topi warna hijau itu, ya?”

“Iya, Paman,” jawab Momon.

Beruk itu bangkit dari duduknya lalu berjalan dengan merangkak menuju lemari kecil yang terbuat dari kayu. Kemudian, dia membuka lemari dan mengambil apa yang dicari oleh Momon.

“Ini topinya, kan? Kemarin topi kau kotor kena lumpur, jadi Paman cucikan,” kata Beruk, menyerahkan topi kesayangan Momon.

“Terima kasih, Paman,” ucap Momon sambil memakai kembali topi rajutannya itu.

Momon sangat senang karena topi pemberian Bibi Kera tidak hilang. Selain bisa melindungi dari cuaca panas dan dingin, topi itu juga satu-satunya barang berharga miliknya.

***Bersambung*** 

 

Sidoarjo, 17 April 2021.

Penulis dengan panggilan akrab Tias ini seorang Ibu dari dua putri cantik, Aisyah dan Shofia. Penulis saat ini sedang belajar membuat cerita anak. Cerbung anak berupa fabel ini adalah karya pertamanya. Semoga segera bisa dibukukan. Aamiin.
Penulis bisa dihubungi melalui Facebook Isnani Tias dan Instagram @t145.7055.

Editor : Lily

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

 

Leave a Reply