Untuk penikmat film aksi-gore semacam saya, The Night Comes For Us adalah salah satu wujud keindahan dalam kebrutalan yang disajikan film laga. Timo Tjahjanto bagai oase di tengah gurun kerinduan akan film bertegangan tinggi dengan aksi-aksi berkualitas.
He is here to kick the hit!
Menceritakan tentang Ito(Joe Taslim), seorang centeng Six Seas yang memberontak karena masih memiliki hati nurani. Alih-alih menghabisi nyawa seorang anak perempuan setelah seluruh kampung ia luluhlantakkan, Ito berperang batin dan nemilih menghabisi nyawa teman-teman gengnya. Hal ini yang kemudian menjadikannya buronan dan harus bertarung melawan Arian(Iko Uwais), sahabat lamanya.
How you described it? GORIEST!
Banyak pre-review yang mengatakan bahwa TNCFU adalah wujud THE RAID 3. The Raid yang merupakan cikal bakal kebangkitan film aksi laga dari Indonesia memang begitu dinantikan. Terlebih, dalam film ini bagaikan reuni dari bintang-bintang film tersebut. Yang kemudian mengobati kerinduan akan aksi laga brutal indah, fantastic, fenomenal, bloodybath. Yang membuat kita akan berkata, “What the fuck?” sepanjang jalannya cerita. Tetapi, untuk saya sendiri, film ini meimiliki ciri khas sendiri dan sangat berbeda dari The Raid(memang susah buat disaingkan).
Dalam film berdurasi dua jam itu, kita akan disuguhi aksi-aksi intens dari robot-robot pembunuh tanpa sempat mengambil napas untuk mencerna apa yang terjadi. Pukulan cepat, shooting yang dinamis, koreografi yang badas dan kepiawaian pemain melakukan gerakan-gerakan silat yang unik dan menarik membuat penonton tercengang dengan mulut terbuka hingga akhir film. Darah, tulang patah, tusukan, dan how they do it? Menggunakan segala macam hal di sekitar mereka, bahkan untuk hal se-tak biasa tulang rusuk sapi sebagai alat mempertahankan diri dan membunuh!
TNCFU yang memaketkan para aktor dan aktris laga Indonesia kembali(setelah sebelunnya dipertemukan dalam Headshot) mencuri perhatian dunia. Iko Uwais, aktor laga kebanggaan Indonesia yang tak perlu diragukan lagi kepiawaannya bersama teman-temannya, diamanahkan sebagai penata koreografi yang memukau dalam film ini.
Timo Tjahjono, salah seorang sineas nusantara yang baru-baru ini begitu dikenal karena karya-karyanya yang cukup berhasil. Tergabung dalam Mo Brothers bersama Kimo Stamboel(Head Shot), The Night Comes For Us hadir dari kebinalan dan pemikiran brilian Bung Timo. As the first original Netflix movie from Indonesia yang ditayangkan pada 19 Oktober 2018 lalu. Sebuah kebanggaan tersendiri. Pasalnya, Netflix adalah salah satu stasiun streaming movie yang terkenal di dunia.
Karyanya ini menjadi sorotan pada pemutarannya di Fantastic Fest Festival di Texas.Timo bahkan mendapat standing ovation untuk pertama kalinya pada festival tersebut. Juga mendapat beberapa pengharagaan di beberapa festival luar negeri. Banjir pujian berdatangan dari kritikus dan banyak sutradara dunia.
Satu hal fatal yang luput dari kesempurnaan film ini. Plot dan karakter yang tidak berkembang. Percakapan yang terkesan trash dan menjadi tidak perlu. Kedalaman karakter tidak digali dengan baik. Tidak ada keterikatan secara emosional yang dirasakan oleh penonton. Meski saya sendiri tidak memandang sebuah film aksi membutuhkan sebuah cerita lengkap dan detail karena kebanyakan yang dinanti adalah pertarungan sengit, pukulan, dan teknik yang tak membutuhkan banyak dialog atau semacamnya. Tentu tidak bisa menjadi pembenaran mutlak. Setidaknya, ada banyak film semacam ini yang juga memiliki plot yang baik dan semakin menjadi baik.
But all that are nonsense. Setelah mengetahui bahwa Timo tak berniat untuk berhenti sampai di situ saja. TNCFU akan menjadi trilogi, yang kalau saya prediksikan mungkin akan beralur mundur untuk menjelaskan keterlibatan banyaknya geng dalam film ini. Atau … sangat penasaran untuk tahu akan lebih merah bagaimana lagi layar ini dibuatnya.
Kalau dilihat dari penggarapannya, memang film ini terkesan seperti permainan video game. Mereka di sana hanya datang untuk membunuh, tanpa perasaan, tanpa ikatan emosional yang gagal dibangun. Lantas kemudian, beberapa pemain menjadi penyelamat dan membuat film ini benar-benar tidak dapat dilewatkan begitu saja.
Yang membuat saya kagum adalah penyutingan dinamis film tersebut tidak membuat kita bosan atau pusing, tetapi mampu mengikuti setiap gerakan koreografi dengan baik. Adegan berdarah pun mulai terlihat natural.
Pertarungan yang paling saya suka adalah ketika Operator(Juli Estelle) dan Elena(Hannah Al Rashid) bertarung, atau fight scene terakhir antara Arian dan Ito. What the great!
Memang belum sesempurna The Raid 2 kalau boleh membandingkan(untuk segi cerita dan pertarungan satu lawan banyak). Namun, The Night Comes For Us seolah menjadi standar baru berkembangnya film aksi buatan anak negeri yang semoga menjadi inspirasi untuk perfilman Indonesia ke depan. Saya yakin, jika bung Timo diberikan kesempatan kembali, akan melahirkan film fenomenal berkualitas yang lebih sempurna. Mengingat beberapa minggu setelah penayangan, Bung Timo kembali menelurkan film bergenre horor—Sebelum Iblis Menjemput, yang juga ditayangkan di Netflix—bersambut baik dengan rating memuaskan, yang membuktikan integritasnya sebagai sineas yang produktif. Eight Thumbs up for Timo Tjahjanto!
Saya rekomendasikan bukan karena film ini berasal dari Indonesia, melainkan karena memang bagus dan layak diaparesiasi. Untuk yang ingin menonton rating-nya di atas 18+, sebaiknya nonton streaming langsung di Netflix sebagai apresiasi. Terima kasih.(*)
Heuladienacie, penulis pecinta kucing dan coklat. Menggemari film laga dan sad romance.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata