Jawaban Sang Teman
Kumpulan puisi oleh: Evamuzy
“Padi, kenapa aku tak berbunga dan berbuah seperti yang lain ?” tanya Tebu kepada Padi. “Lihat saja dirimu, meski kau lebih pendek dariku, tapi kau berbuah dan buahmu sangat ditunggu-tunggu mereka,” sambungnya lagi.
“Wahai Tebu, lihatlah dirimu, tanpa berbuah pun kau bisa memberikan rasa manis semanis buah-buah yang lain,” jawab Sang Padi.
***
“Awan, mengapa aku tak bisa bergerak sepertimu, menyatu bersama yang lain dan meneduhkan di saat terik?” tanya Pohon kepada Awan. “Bahkan ketika warnamu pekat, kau bisa berubah menjadi tetesan air yang menyejukkan mereka,” sambungnya kembali.
“Pohon, lihatlah dirimu. Bahkan hanya dengan diam, kokoh dan hijaumu, kau bisa meneduhkan hati yang memandang. Juga dapat memberikan keteduhan saat terik dan hujan,” jawab Sang Awan.
***
Renjana dan Luka
Saat pertama senyum menyapa
Jiwa mulai tergoda
Dia, bagai Raja di singgasana
Sang Putri bisu seribu bahasa
Satu, dua hingga puluhan langkah bersama
Gelora semakin menyala
Terkadang, ingin terkubur tak tersisa
Namun, kokohnya melahirkan siksa
Aku mencintaimu, wahai Raja ….
Sambutlah dengan gelora yang sama
Sang raja diam seribu bahasa
Benar, lahirlah tanya dan sedikit luka
Hai, sang Putri
Maaf, aku telah termiliki
Meski engkau datang bak peri
Namun telah ada sang ratu yang singgah di hati
Hai, sang Putri
Kuburlah dalam-dalam gelora hati
Bunuh saja sampai mati
Kurutuk diri jika benar kau tersakiti
Andai belum ada dia, kau bisa singgah di singgasana cinta dalam hati diri ini
***
Sebelum Pulang ke Haribaan
Hiruk pikuk kehidupan
Tawa puas pada wajah para insan
Tetapi hati terlontar pertanyaan
Kenapa ia kosong penuh kehampaan?
Hati
Menjerit-jerit, berlari-lari
Bagai burung kebingungan
Terbang kesana-kemari dalam kegelapan
Ada apa dengan diriku?
Busungkan dada, namun menyebut namaMu enggan
Apakah benar itu?
Sebab rasanya diri semakin menjijikkan
Lalu ….
Terdengar suara para penyeruMu
Sayup-sayup lafdz Allah dikumandangkan
Dari fajar menyingsing hingga senja lalu gelap gulita
Mari menuju kemenangan
Mari menuju kemenangan
Ajaknya dengan lembut penuh kesabaran
Menyalakan tangis penuh penyesalan
Allah … bolehkah kupinta satu lagi kesempatan?
Sebelum diri pulang keharibaan
Lalu teringat sebuah pesan
Bahwa Engkau adalah sebaik-baiknya zat yang Maha Memaafkan
Disini, kubersimpuh kepadaMu
Memohon, bersujud karena diri adalah hina
Tak lagi congak untuk duniaMu
Sebab semua adalah fana
Allah ….
Dengan sujud khusyuk kutemukan
Setitik cahaya dan ketenangan
Semoga selalu tercurah kepadaku Ampunan atas segala kekhilafan
Allah ….
Kini, biar aku tetap disini
Di jalanMu yang penuh kenikmatan
Menjemput hidayah untuk bekal penantian
Malaikat yang menunggu sebuah pesan
Pesan untukku segera pulang ke haribaan ….
***
Serupa Dirimu
Tentang Ayah
Wajah tua Ibu selalu merona
Mengurai seribu cerita nyata
Mengingat cara jatuh cinta
Bukan, bukan lagi harta
Mungkin sebab kelembutan hati
Juga wibawa
Atau … bisa jadi karena rupa yang engkau punya
Mengalahkan pesona sejuta pemuda
Yang berdengung ibarat kumbang menggoda
Begitulah bagi sang Ratu Hati, tetapi bagiku, ceritanya lain lagi ….
Engkau bagai sebatang pohon jati
Kukuhnya tak tertandingi
Akar mencengkeram bumi
Kekarnya batang menjulang tinggi
Hingga ke Arsy …
Ayah ….
Tempat kami berteriak keras-keras
Saat pemanas air tidak menyala
Atau penerang ruangan padam tiba-tiba
Tapi, tunggu! Sepertinya putrimu ini keliru
Engkau bahkan lebih dari itu, pelindung seisi dunia
Ajarkan kisah cinta pertama
Maka, saat engkau bertanya bagaimana jodoh yang kumau?
Jawabanku: serupa dirimu
***
Sekutu
Kau curang
Menyekutukan cinta pada yang jalang
Dia, cemburu
Tak ingin engkau ciptakan sembilu berkarat dalam kalbu
“Kembalilah padaku,” seru-Nya, menggema dalam kalam
Sayang, cinta fatamorgana merengkuh palung terdalam
Teroyak jasad jika tanpa makhluk jalang tersayang
Buta, kekasih nyata mabuk kepayang
Seruan tak dihiraukan
Telinga tuli, mata sengaja dia butakan
Demi cinta yang dia anggap anugrah suci
Tak sadar api kini telah mulai mengunci
Lalu benar, Dia pembolak balik hati
Sang pujaan dibuat rasa mati
Tiada pandang, sanjung lebih-lebih Cinta yang dianggap agung
Semua lenyap bagai air bah yang menggulung
Kekasih buta meratap, menderita
Meraba hati yang terkoyak luka
Sebelumnya jika kau dengarkan seruan dan kalam
Jelas kau tak akan merasakan remuk redam
Lihat, Dia cemburu, kau membuat-Nya patah dan kau dipatahkan
Dia jahat? Bukan, dia sayang padamu (*)
Evamuzy. Pecinta warna cokelat muda. Baginya, melihat warna itu membuatnya tenang.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata