1370 Meter di Bawah Permukaan

1370 Meter di Bawah Permukaan

1370 Meter di Bawah Permukaan

Oleh: Karna Jaya Tarigan

Terbaik ke-3 Tantangan Lokit 13

Suara sirene peringatan udara yang meraung-raung, memecah keheningan malam. Langit yang begitu jernih tanpa awan, tiba-tiba dipenuhi oleh lesatan cahaya yang tak terhitung banyaknya. Terlihat seperti hujan meteor yang sedang melaju kencang dan siap menghantam bumi. Tetapi ini bukanlah hujan meteor biasa, melainkan rudal-rudal pembawa hulu ledak nuklir yang sedang melesat dengan kecepatan hipersonik. Tak lama kemudian, di seluruh penjuru terjadi ledakan nuklir yang luar-biasa dahsyatnya. Ledakan mahahebat itu membentuk api cendawan raksasa yang cahayanya sangat menyilaukan mata dan mengubah malam seterang siang. Panas dan gelombang kejutnya datang menyapu dan meluluhlantakkan apa saja yang berdiri di atas permukaan bumi. Tak ada yang tersisa, kecuali sebuah koloni manusia yang tersembunyi aman, jauh di dasar tanah.

Bagian 1:Sesudah masa kehancuran.

Mereka memanggilnya Tuan Zedd. Lelaki abadi yang tak pernah tua. Ia atau Yang Mulia Tuan Zedd, adalah lelaki paruh baya yang rambutnya berwarna keperakan dan selalu berbicara lugas dan penuh ketegasan. Kadang dengan mimik wajahnya yang dingin, sesekali ia berusaha tersenyum, tetapi tidak pernah mengubah impresi orang lain akan dirinya yang kejam dan tidakberhati. Tuan Zedd-lah yang mengatur semua kehidupan di tempat ini, lebih tepatnya ia yang menjadi penguasa dunia bawah, sebuah koloni terbatas yang letaknya 1370 meter di bawah permukaan tanah.

Setelah kehancuranbumi akibat perang, manusia memangtidak pernah lagi mendapatkan kenyamanan hidupnya yang dulu, seperti menikmati angin sepoi-sepoi sambil duduk di bawah pohon besar yang rindang, menghirup sejuknya udara pagi yang bersih dan segar. Semua tinggal sejarah. Kehidupan masa kini telah terbagi dua: dunia atas yang telah hancur dan tak berpenghuni, dan dunia bawah yang berisi sebuah koloni manusia—berikut sisa-sisa peradabannya. Ledakan nuklir mahadahsyat tersebut memang telah menghanguskan apa saja yang tumbuh, apa saja yang hidup, bahkan apapun yang berdiri kukuh di atas tanah. Semua telah berubah menjadi puing dan debu. Tak ada lagi kehidupan baru sesudahnya. Ledakan hebat tersebut juga masih menyisakan radiasi berat yang tidak mungkin hilang dalam waktu yang singkat. Setidaknya, untuk ledakan sedahsyat itu butuh waktu kuranglebih ratusan tahun ke depan untuk membuat bumi bisa kembali ramah ditinggalimanusia. Itu pun masih sebatas teori yang terus diuji dan disimulasikan oleh para ilmuwan yang masih tersisa di koloni ini. Jadi, sebagai pemegang otoritas koloni bawah tanah, Yang Mulia Tuan Zedd selalu berusaha keras menjaga keberlangsungan hidup manusia ke depannya. Apapun caranya … apapun tindakannya … ia juga yang menentukan: berapa banyak pil pengenyang—berisi kalori dan nutrisi—yang harus kami telan; berapagelas air yang harus kami minum; berapa liter air yangdigunakan untuk membersihkan diri. Bahkan ia melarang manusia bereproduksi secara alamiah! Semua sudah diatur. Semua dibuat jelas. “Hidup harus efisien. Koloni butuh keseimbangan dengan sumber dayanya yangterbatas,” itu yang iaucapkan di dalam rekaman pidatonya yang selalu diulang-ulang setiap pagi melalui pengeras suara. Tetapi ucapan-ucapan tersebut bukan dimaksudkan untuk dimengerti, melainkan sebuah perintah, agar semua orang mematuhi sepatuh-sepatuhnya. Dunia bawah tanah bukanlah dunia di atas sebelum kehancuran, di mana manusia bisa sesuka hati melakukan apa saja. Jika ada seseorang yang berani membantah atau melawan perintah, tentu saja ia dengan senang hati akan mengirim para pembangkang keluar perut bumi melalui sebuah “kapsul pelontar” sebagai hukuman. Dan iajuga menayangkan gambar-gambar musim dingin pasca ledakan nuklir yang membekukan tulang dan menggigilkan tubuh, semuabangunan yang telah rata dengan tanah dan menjadi debu, berikut keterangan penjelasan bahwa lapisan es tersebut tidak dapat diminum sebab mengandungradioaktif. Tentu saja kami semua merasa ketakutan.

Hanya ada dua pilihan: “patuh atau binasa”.

Bagian 2: Tentang kami.

Semua dari kami sebenarnya tidak bernama. Mereka telah menggantinya dengan angka yang tertulis besar-besar di dahi kami. Untuk ras kulit hitam kelas pekerja seperti kami—lebih tepatnya mereka menganggap kami sebagai budak—kami tidaklah berarti apa-apa. Kami hanya dianggap sebagai “angka-angka” yang diberi kesempatan untuk hidup cuma-cuma. Mereka memanggil saya Nomor 10, begitu juga dengan beberapa sahabat dan teman saya: Nomor 11, Nomor 14, Nomor 21, dan Nomor 30 dan seterusnya, seterusnya. Jika kami memang ada atau hidup, tetapi bukanlah untuk kehidupan yang sesungguhnya. Kami dihadirkan ke dunia bawah hanya untuk melayani ras kulit putih: mengerjakan pekerjaan kasar dan berbahaya, atau bekerjakeras memperluas koloni, bahkan kami juga bertugas sebagai penghibur. Ya, sebulan sekali, beberapa orang dari kami yang terpilih menjadi gladiator akan bertarung menghibur mereka. Kami akan bertarung hidup-mati hanya untuk untuk mendapatkan pil pengenyang yang lebih banyak dari yang biasanya, dan segelas minuman yang mampu memunculkan rasa nyaman dan menimbulkan efek bahagia. Mereka tahu, rasa bahagia itulah yang kami butuhkan untuk sejenak melupakan penderitaan. Tetapi sesungguhnya kami tidak pernah ingin menjadi “penghibur”, kalaupun kami mau bertarung, itu karena terpaksa. Karena siapapun yang menolak bertarung di arena gladiator, keesokan harinya akan menghilang begitu saja. Dan beberapa minggu setelahnya, kami akan memiliki seorang teman baru yangbernomor sama dengan teman kami yang telah menghilang. Tak ada yang lebih mengenaskan daripada hidup seorang budak. Hidup untuk bekerja, bertarunguntuk hidup, dan penderitaan adalah hidup yang sebenarnya.

Bagian 3: Leah.

Perempuan cantik itulah yang mewujudkan keberadaan semua budak di koloni ini ( itu menurut cerita si Nomor 11 yang setiap hari melayani keperluan Leah). Sejak awal, Leah adalah satu di antara sekian banyak ilmuwan terpilih yang telah dipersiapkan untuk tempat ini. Kami memang tidak pernah lahir atau berkembang-biak secara alamiah. Hanya orang-orang berkulit putih yang pernah dilahirkan, kemudian mati, hidup, mati lagi, dan hidup kembali dengan rekayasa genetika. Bagi mereka, kematian bukanlah sebuah kewajaran,melainkan rutinitas biasa, seperti makan dan buang air besar. Kadang kala ketika jenuh, mereka melepaskancandaan ringan: “mau mati kapan? atau “pilih sorga atau neraka?” Dan mereka semua tertawa terbahak-bahak mendengar candaan-candaan tersebut (si Nomor 11, rupanya selalu menguping dan menceritakan apa yang diketahuinya, dan ternyata ia lebih pandai dari yang pernah diperkirakan semua orang).Sebenarnya sebelum mati, mereka telah memiliki klona serupa yang tinggal dibangkitkan saja dari mesin pembangkit kehidupan (ini prosedur standar, karena usia manusia yang tinggal dibawah tanah tidak pernah lebih 40 tahun). Bahkan Tuan Zedd yang abadi dan tak pernah menua pun, pernah hidup 10 kali, dan mati 10 kali pula … ia memang berbeda. Jika kami tidak bisa menolak kematian atau memilih kehidupan. Tuan Zedd jauh melampaui pencapaian semua orang kulit putih di sini. Kesehatannya buruk. Ia mengidap thalasemia mayoryang dibawa dari gen asli orangtua Tuan Zeddsehingga harus diklona terus-menerus. Kami, ras kulit hitam akhirnya mengetahui rahasia itu—sekali lagi ini atas informasi si Nomor 11. Kecuali kami, mereka semua adalah abadi, juga termasuk Leah yang bisa mati dan hidup berkali-kali, yang fana adalah waktu …

Bagian 4: Asal-muasal pembangkangan.

Nomor 11 sahabat saya, adalah satu-satunya budak yang pernah hidup empat kali. Sebenarnya Tuan Zedd pernah melarang keras Leah untuk menghidupkan si Nomor 11kembali, demi keseimbangan koloni, alasannya. Tetapi Leah menolaknya, karena ia merasa si Nomor 11 adalah budak terbaik yang paling menyenangkan yang pernah dimilikinya. Tuan Zedd tidak mampu membantahnya, sebab Leah serupa Tuhan di sini, dan belum ada ilmuwan terbaik yang sanggup menggantikan peran Leah sebagai “Tuhan.” Leah juga menjadi ibu terbaik bagi semua orang sebab hanya ia yang selalu memberikan nutrisiterbaik kepada setiap cikal bakal anak manusia yang akan dihadirkan sejak masih berada dalam “tabung pembiakan” hingga dewasa. Itu sebabnya ia tak pernah menangisi kematian, karena kematian dan kehidupan yang ia tahu, nyaris tak ada bedanya lagi.

Pada suatu hari, Leah bercerita kepada Nomor 11, bahwa ia menemukan fakta mengerikan bahwa Tuan Zeddberencana akan membinasakan seluruh budak kulit hitam. Pembangunan koloni telah selesai, dan koloni membutuhkan keseimbangan kembali. Menurut Tuan Zedd, semakin banyak manusia yang hidup, akan semakin memperberat beban koloni—selalu begitu alasan Tuan Zedd untuk semua hal. Lagipula,Tuan Zedd telah merasa bosan dengan hiburan gladiator. Leah mengatakan kepadaNomor 11, bahwa ia tidak dapat mencegahnya, karena ia tahu sifat lalim lelaki itu. Apalagi ia juga belum tahu, mana teman dan mana yang lawan. Pada masa setelah kehancuran, semua orang hanya sibuk menyelamatkan dirinya sendiri. Leah menyimpulkan, bahwa si Nomor 11 dan seluruh budak kulit hitam harus melawan dan memperjuangkan nasibnya sendiri. Demi kebebasan, ia akan membantu sebisanya.

Nomor 11, hanya diam dan tidak mengatakan apapun. Matanya menerawang ke depan. Ia hanya berpikir satu hal: hidup harus diperjuangkan.

Bagian 5: Pertempuran.

Pukul 09.12 GMT, waktu beristirahat untuk semua orang. Saya dan Nomor 11 menyelinap menuju tempat peristirahatan Tuan Zedd. Kegelapan mampu menyembunyikan pergerakan kami yang sedikit lambat karena harus menyelinap dengan hati-hati. Dalam pikiran kami, semua kegilaan Tuan Zedd harus dihentikan. Sementara itu, teman-teman yang lainnya juga telah bergerak dan menyebar ke mana-mana untuk mencuri senjata. Malam ini adalah malam penentuan:hidup atau matinya kami, ras kulit hitam. Hitungan mundur baru saja dimulai.

Kami terus bergerak tanpa keraguan. Melaju demi kebebasan. Menelusuri setiap sudut dan lorong-lorong yang gelap, berhenti sebentar, lalu melihat kanan-kiri, dan berjalan lagi penuh kehati-hatian, kemudian di sebuah belokan kami berhenti. “Itu tempat tinggal Tuan Zedd,” bisik Nomor 11 sambil mencolek saya. Sebenarnya tidak begitu sulit untuk menemukan kediaman lelaki itu. Ia tinggal di satu-satunyapenthouse mewah di koloni ini. Hanya saja Tuan Zedd selalu dijaga rapat oleh banyak penjaga. Tetapi kami tidak lagi memedulikan hal semacam itu. Bertarung dan mati justru membebaskan semua penderitaan, hanya saja kami tidak pernah ingin mati sia-sia. Sekarang,kami tinggal beberapa langkah lagi depan pintu kediaman Tuan Zedd. Saya mengambil napas sebentar untuk bersiap-siap. Mungkin ini tarikan napas terakhir saya. Sementara itu sahabatku, Nomor 11, sedang mengendap-endap untuk memastikan kondisi terakhir di sana. Merasa aman, ia segera berlari sambil merunduk tanpa meninggalkan suara. Kemudian ia berusaha membuka pintu dengan memencet beberapa tombol yang tak saya mengerti. Pintu segera terbuka (sekali lagi si Nomor 11 memperlihatkan kejeniusannya) dan kami segera memasuki ruangan. Perlahan dantanpa suara. Tiba-tiba lampu menyala, dan ….

Belasan penjaga berdiri menunggu dan telah mengokang senjata, siap untuk menembak kami. Sementara, dari balik ruang utama, Tuan Zedd dengan langkahnya yang yakin, berjalan menuju ke arah kami. Dua orang pengawal menyeret paksa seseorang yang tidak begitu saya kenal, namun nomor 11 jelas sangat mengenalnya—sepertinya ia juga sangat mencintainya dari tatap matanya yang begitu khawatir. Perempuan itu meronta-ronta ingin melepaskan diri. Ah, itu pasti Leah … Nomor 11 hanya diam, tetapi dari rahang pipinya yang mengeras menandakan ia sangat marah. Namun ia berusaha menjaga sikap dan tenang. Saya rasa ia sedang mencari peluang untuk menyerang. Sampai beberapa detik kemudian, ia berseru, “SERANG ….”

Suara desing peluru terdengar bersahut-sahutan. Pemberontakan telah dimulai. Pasukan kami—budak berkulit hitam—tiba-tiba datang menyerbu dan memberikan bala bantuan. Beberapa pengawal Tuan Zedd langsung rubuh seketika terkena peluru. Tetapi beberapa teman kami juga ada yang meregang nyawa. Ini membuat saya sangat marah. Meskipun saya tidak pernah berperang, namun sebagai seorang manusia, saya juga mempunyai naluri melindungi diri dan membunuh! Lalu saya langsung menembakkan peluru saya kepada siapa saja yang melindungi tubuh Tuan Zedd. Saya terus menembak, menembak, dan terus menembak. Hingga sebuah letusan peluru memecahkan kepala saya. Kemudian kegelapan datang menyelimuti pandangan saya. Hanya gelap dan gelap, tiba-tiba selarik cahaya putih mengangkat tubuh saya ….

Bagian 6: Apa yang sangat menyenangkan dalam hidup.

Saya baru bangun dari mimpi yang sangat panjang, ketika seseorang yang pernah sangat saya kenal membangunkan saya. Ia yang berkulit hitam dengan tatapan mata yang tajam, yang selalu menggunakan akalnya sebelum bertindak. Budak kulit hitam pertama yang secerdas kulit putih!“Bangunlah Nomor 10, waktu beristirahat telah selesai!” ucapnya sambil tersenyum. Seorang perempuan berkulit putih yang berwajah cantik berada di sampingnya. “Bangunlah Teman, selamat datang di kehidupan kedua.” Perempuan itu berkata dengan lembut. Saya memejamkan mata, berusaha mengumpulkan potongan-potongan ingatan kembali. Saya ingat: selarik cahaya putihyang mengangkat tubuh saya, kegelapan yang datang menyelimuti pandangan mata, sebuah letusan peluru yang memecahkan kepala saya, adegan tembak-menembak, dan wajah Tuan Zedd ….

“Tenang, Teman. Kali ini Tuan Zedd tidak bisa hidup untuk yang kesebelas kalinya. Ia mati tertembak dan aku tidak pernah ingin menghidupkan ia kembali!” tegas Leah, dan Nomor 11 tertawa terbahak-bahak sambil memperlihatkan gigi-giginya yang berwarna putih cerah. Itu tawa pertama seorang kulit hitam yang pernah saya lihat. Betapa menyenangkannya. Ataukah saya sedang bermimpi kembali,sebuah dunia baru yang telah berubah ….

Bekasi, 23 November 2019. In a rainy day.

Tentang Penulis:

Karna Jaya Tarigan, seorang penyanyi yang kini sedang belajar menulis. Sekarang ia sedang menyukai Okky Madasari dan Djenar Ayu.

 

Komentar juri:

Salah satu cerpen favorit saya di tantangan kali ini. Cerita yang “distopia”nya terasa banget, idenya menarik, dan ditulis dengan sangat baik. Saat membaca dari awal sampai akhir, saya seolah sedang melihat secara langsung kekacauan, kehancuran, peperangan, dan penderitaan yang penulis hadirkan dalam ceritanya. Oh ya, setiap bagian-bagian yang penulis buat (bagian 1 – 6) adalah cara yang cerdas untuk mengemas cerita menjadi satu-kesatuan yang utuh dan menegaskan hal penting yang ingin disampaikan. Jika diganti segmen, rasanya akan meninggalkan kesan yang berbeda.

Di ending, cerita diakhiri dengan membebaskan imajinasi pembaca. Keren! :’)

-Triandira

Tantangan Lokit adalah perlombaan menulis cerpen yang diselenggarakn di grup KCLK.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply