Zulhijah Anna
Oleh : Maulana
Zulhijah 2007
“Aldi! Kamu ngga boleh curang!” kata seorang gadis kecil berkepang dua di tengah permainan kelereng.
“Aku ngga curang, Anna, kamu aja yang nggak bisa main,” balas seorang pria kecil dengan tubuh gemuk itu.
“Iya kamu tadi curang, Aldi. Aku liat kamu geser kelerengnya,” papar Anna tak mau kalah.
“Engga! Udah jangan berisik. Kamu pergi aja sana!” Pria kecil bernama Aldi itu menatap tak suka pada Anna.
“Hey, adek-adek, kalian jangan berantem, main aja sama-sama,” kata seorang anak laki-laki yang lebih besar dari mereka. Aldi memandang tak suka pada gadis kecil itu, kemudian mengajak teman-temannya pergi, meninggalkan Anna berdua bersama anak laki-laki itu.
“Terima kasih, Kak. Nama Kakak siapa?“ tanya Anna kemudian.
“Sama-sama, Dek. Nama Kakak Akbar ,“ jawab anak laki-laki itu sambil tersenyum.
***
Zulhijah 2008
Tahun ini Anna sudah memasuki sekolah menengah pertama. Seperti biasa, setelah sholat Id dia mengajak teman-temannya menuju lapangan dekat masjid. Di sana setiap bulan Zulhijah menjadi tempat hewan kurban dikumpulkan. Anna dan teman-temannya pergi ke sana untuk menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban itu. Di tengah kerumunan anak-anak lain yang ikut menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban, Anna melihat anak laki-laki itu, anak laki-laki yang setahun lalu berkenalan dengan dirinya. Segera Anna dekati anak laki-laki itu.
“Kak Akbar!“ panggil Anna dengan riang. Akbar pun menoleh, kemudian tersenyum.
“Hai, Dek … kamu apa kabar? Udah lebih tinggi aja, ya,” kata Akbar balas tersenyum.
“Aku baik, Kak, Kakak gimana? Iya dong aku kan minum susu biar tumbuhnya ke atas bukan ke samping hehe ….”
“Kakak baik-baik juga, Dek. Haha kamu, nih, bisa aja.”
“Oya, Kak, rumah Kakak di mana? Ko sejak kita kenalan Anna nggak pernah liat Kakak lagi.” Anna penasaran.
“Rumah Kakak jauh, Dek, Kakak ke sini ikut Ayah tinggal di rumah Kakek. Ayah Kakak punya peternakan, satahun sekali setiap bulan Zulhijah beliau ngirim hewan ternaknya ke sini, karena dulu Ayah besarnya di desa ini.”
“Oh gitu, berarti Anna bisa ketemu Kakak cuman kalo Zulhijah aja, ya.”
Akbar menanggapinya dengan senyum, kemudian menganguk. Anna menunjukkan raut kecewanya, Anna menyukai anak laki-laki di depannya, dia lebih dewasa dari Anna dan dia merasa nyaman saat di dekat anak laki-laki itu.
“Oya, Kakak ke sana dulu, ya,” kata Akbar kemudian. Sebelum Anna menanggapi, seseorang memanggilnya dari arah belakang. Anna menoleh. Di sana seorang laki-laki setengah baya menghampirinya.
“Paman Sholeh.” Anna menyambutnya tersenyum.
“Ngobrol sama siapa tadi An?” tanya laki-laki yang dipanggil Paman Sholeh itu.
“Sama temen Anna, Paman, Kak Akbar namanya.” Kemudian Anna kembali berbalik untuk mengenalkan Akbar pada pamannya, namun Akbar sudah pergi terlebih dahulu.
***
Kehidupan Anna terus berjalan. Seperti janjinya, Akbar selalu menemui Anna ketika bulan Zulhijah datang. Keduanya bertambah akrab seiring waktu berjalan. Zulhijah menjadi bulan favorit bagi Anna. Ia selalu menyiapkan banyak cerita sebelum bertemu Akbar. Dia akan menceritakan kehidupannya begitu mereka bertemu. Terkadang mereka bertemu di lapangan dekat masjid, terkadang Akbar yang menemui Anna di dekat rumah gadis itu, walaupun mereka tak saling memberi tahu alamat masing-masing. Anna tak pernah memikirkan dari mana Akbar tahu rumahnya. Mungkin Akbar bertanya pada warga setempat, begitu pikir Anna. Mereka menghabiskan satu hari bersama di bulan Zulhijah hingga mereka dewasa.
***
Zulhijah 2014
Tahun ini Zulhijah Anna yang terakhir sebelum dirinya merantau untuk melanjutnya belajarnya ke universitas. Hari ini Anna akan memberi tahu Akbar soal rencana dirinya akan merantau. Sejak dini hari dia sudah berjaga, sesekali mulutnya menggemakan takbir Iduladha. Setelah sholat Id dirinya akan menunggu Akbar di lapangan dekat masjid.
Matahari terus meninggi. Hewan-hewan kurban pun sudah selesai disembelih. Namun Anna belum beranjak dari lapangan. Dia masih menunggu Akbar di sana. Sesekali Anna menoleh ke kanan-kiri mencari keberadaan Akbar, laki-laki yang berjanji menemuinya setiap bulan Zulhijah itu. Sampai masyarakat mulai pulang ke rumah masing-masing Anna belum menemukan laki-laki itu. Saat ini Anna menyesal tak pernah menanyakan alamat rumah kakek Akbar di desa ini. Kemudian dia teringat bahwa Akbar mengetahui rumahnya melalui masyarakat, maka dia pun akan mencari sendiri rumah kakek laki-laki itu.
Anna mendekati Paman Sholeh, salah seorang pamannya yang rutin menjadi panitia kurban desanya itu. Anna pikir pamannya itu akan tahu siapa yang setiap tahun menjadi donatur sapi untuk desanya. Dia pun mendekati pamannya yang masih membagi daging kurban sebelum dibagikan ke warga.
“Semangat, Paman!” kata Anna ceria menyapa pamannya.
Laki-laki yang sudah mulai terlihat keriputnya itu menoleh tersenyum kepada Anna.
“Eh kamu, An, sini loh bantuin Paman bentar lagi mau bagiin ke warga.”
“Eum … maaf, Paman, Anna ada urusan. Anna ke sini cuman mau tanya ke Paman.” Anna berjongkok, menyamakan tingginya dengan pamannya yang duduk di bangku pendek.
“Tanya apa?” jawab pamannya tanpa menghentikan aktivitasnya membagi daging-daging itu.
“Eum … Paman tahu nggak, donatur hewan kurban desa kita yang berasal dari luar kota itu? Rumahnya di mana ya, Paman?”
“Oh, yang kamu maksud keluarga Pak Imam?” pamannya bertanya balik.
“Eum … iya mungkin, Paman,” Anna menjawab ragu-ragu karena dia pun tak pernah menanyakan nama keluarga Akbar.
“Itu, An , rumahnya ada di Gang 25, satu gang dengan rumah pak lurah, berbeda lima rumah setelah rumahnya pak lurah, ada apa kamu tanya?” Paman Sholeh kini menghentikan aktivitasnya, dia menatap keponakannya penasaran.
“Gak apa, Paman, Anna penasaran aja.”
***
Anna berdiri di depan rumah bercat kuning. Rumah itu sederhana namun cukup besar. Di depannya ditanami beberapa jenis tanaman yang Anna tidak tahu jenisnya. Anna melangkah mendekat, kemudian mengetuk pintu rumah beberapa kali sambil mengucap salam. Terdengar langkah mendekat dari dalam rumah, seseorang menjawab salamnya.
“Selamat siang, Kakek,” sapa Anna ramah pada seorang kakek-kakek yang membuka pintu.
“Siang juga, Nak …. Ada yang bisa Kakek bantu?” tanya kakek itu ramah.
“Aku Anna, Kek, rumahnya di Gang 8. Anna ke sini mau tanya, apa Zulhijah tahun ini Kak Akbar ngga mengunjungi Kakek?” tanya Anna kemudian.
Kakek di depannya terdiam memandang Anna, kemudian mempersilakan Anna masuk ke rumahnya.
“Masuk dulu, Nak. Kita ngobrol di dalam.” Kakek itu melangkah diikuti Anna yang ikut masuk ke rumah itu. Di ruang tamu Anna melihat sebuah foto keluarga. Di sana kakek Akbar tersenyum ceria bersama istrinya, ia merangkul Akbar kecil yang duduk di antara kakek-neneknya. Kemudian di belakangnya laki-laki dan perempuan setengah baya yang Anna kira orangtua Akbar.
“Sudah lama mengenal Akbar?” tanya kakek itu, kali ini tak ada senyum di wajah kakek itu.
“Lumayan, Kek. Anna ketemu Kak Akbar dari Anna masih SD, tapi kami cuman ketemu setahun sekali setiap bulan Zulhijah. Tahun ini ada yang mau Anna sampaikan ke Kak Akbar, Kek, tapi tadi pagi Anna belum ketemu dia, makanya Anna ke sini tanya Kakek,” jelas Anna
“Tahun ini Akbar ngga ke sini, Nak, dan sudah beberapa tahun dia ngga ke sini.”
“Maksud Kakek?” Anna bertanya penasaran. Setiap tahun dirinya bertemu dengan Akbar, tapi kakeknya berkata sebaliknya, apa mereka bertengkar?
“Akbar cucu Kakek satu-satunya. Dia sangat menyukai desa ini. Setiap tahun ketika ayahnya mengirim hewan ke desa ini dia selalu ikut. Namun pada tahun 2007….” kakek itu menghentikan ceritanya, kemudian menghela nafas, seolah berat menceritakan kisahnya.
“Mobil yang dikendarai anak saya mengalami kecelakaan. Ayah dan ibunya selamat, namun Akbar tidak, dia pergi selama-lamanya, Nak. Sejak saat itu Ayah dan ibunya tidak pernah kembali ke desa ini, jalanan desa ini mengingatkan kisah pahit mereka. Kakek-lah yang ke sana setiap merindukan mereka.” Kakek itu mengakhiri ceritanya kemudian menatap Anna. Anna diam masih terkejut dengan cerita yang didengarnya.
“Jadi maksud Kakek … Kak Akbar ….” Anna merekap mulutnya, matanya berkaca-kaca.
Kakek itu mengangguk ”Iya, Nak … itulah yang membuat Kakek heran kenapa kamu mencari cucu kakek ….”
***
Zulhijah Selanjutnya
Sejak kisah itu diceritakan oleh kakek Akbar, Anna tidak pernah lagi bertemu dengan laki-laki itu. Kini Zulhijah menjadi menjadi bulan biasa yang mengingatkan Anna dengan cerita singkat tentang Akbar.
9-9-2019
Maulana – kelahiran ’96 penyuka warna biru. Ig : jihanalmasm
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata