Undangan Ulang Tahun

Undangan Ulang Tahun

Undangan Ulang Tahun

Oleh: Isnani Tias

 

Remora, tunggu!” teriak salah satu ikan badut ketika melihat Remora melintas di depan terumbu karang.

Remora berhenti berenang dan mencari sumber suara yang memanggilnya.

“Oh, kamu, Nemo. Ada apa?” tanya Remora saat matanya melihat ikan berwarna oranye bergaris putih itu muncul dari balik karang. 

“Hem … apa kamu diundang ke pesta ulang tahun Si Rita?” Nemo bertanya setelah berada di hadapan Remora.

“Iya. Tapi … mungkin aku tak bisa datang,” jawab Remora. 

Tiba-tiba datang seekor penyu dan ikan lumba-lumba menghampiri Nemo dan Remora. 

“Hai, kawan-kawan,” sapa seekor penyu merah yang bernama Peno. 

“Hai, juga,” jawab Nemo dan Remora bersamaan sambil tersenyum. 

“Kalian mau ke mana?” tanya Nemo.

“Kami mau mencari kado buat ulang tahun Rita nanti malam,” kata Muri, si lumba-lumba cantik. 

“Remo, Nemo … apa kalian sudah menyiapkan kadonya?” tanya Peno sambil menggerak-gerakkan kakinya.

“Jika belum, ayo, kita sama-sama mencari kado buat Rita,” ucap Peno lagi.

Nemo mengiakan ajakan Peno, tetapi Remora tidak ikut. Karena dia tak akan datang ke acara ulang tahun Rita.

“Loh, kenapa kamu tak ikut memeriahkan ulang tahun Rita? Pasti dia akan kecewa nanti,” kata Muri dengan wajah yang muram.

“Tolong, sampaikan permintaan maafku kepada Rita, ya,” ucap Remora.

“Iya. Tapi kenapa tak bisa datang? Kamu ada acara lain?” Nemo terus memberi banyak pertanyaan kepada Remora.

“Itu … karena Si Putih lagi sakit,” jawab Remora pelan. 

Maafkan aku teman-teman, aku berbohong tentang Si Putih, ucap Remora dalam hati.

“Kenapa kamu harus peduli sama dia, sih?” tanya Peno dengan nada tinggi. 

Nemo dan Muri ikutan menjelekkan si Putih. Kalau si Putih itu sombong, jahat dan suka memakan ikan-ikan kecil atau binatang laut lainnya. Wajar, jika semua penghuni laut menjauhi Si Putih. 

Hanya ikan Remora yang selalu menemani kemana pun Hiu Putih pergi mengelilingi lautan. 

Mendengar kawan-kawannya berkata seperti itu, hati Remora sangat sedih. Percuma saja dia membela si Putih di hadapan Nemo, Peno serta Muri. 

Seandainya Si Putih diundang, pastilah Remora juga akan datang. Namun, kenyataannya Rita tidak mengundang Si Putih. Sehingga Remora pun memutuskan lebih baik tidak datang. 

Akhirnya, Remora melanjutkan berenangnya yang sempat tertunda tadi. Yakni, ke tempat Hiu Putih, sahabatnya.

Setelah melewati beberapa rumput laut dan terumbu karang, Remora tiba di rumah Si Putih yang berbentuk gua, letaknya berada di dasar laut. 

Tidak terasa, waktu mulai malam. 

“Remora, kamu tidak pergi ke ulang tahunnya Rita?” tanya Si Putih saat Remora sedang membersihkan sisa-sisa makanan yang berada di sela-sela giginya. 

Remora berhenti sebentar mengunyah makanannya, kemudian dia menggelengkan kepalanya. 

“Kenapa tidak pergi?” tanya Hiu Putih ketika Remora berada tepat di hadapannya. 

“Putih, maaf. Aku tadi berbohong saat teman-teman bertanya tentang kenapa tidak datang,” ucap Remora pelan. 

Pada saat Remora akan menjelaskan, tiba-tiba terdengar letusan sangat keras, disertai goncangan di dasar laut. Seperti ada gempa. 

Rumah Hiu Putih yang terbuat dari tumpukan batu-batu itu pun mulai berjatuhan. Remora dan Si Putih bergegas keluar sebelum rumah tersebut runtuh menimpa mereka.

“Putih, aku takut,” rengek Remora sambil menangis. 

“Tenang, ya. Kamu tetap di dekatku saja,” ucap Si Putih, menenangkan Remora.

“Putih, nasib kawan-kawan bagaimana sekarang?” tanya Remora yang sudah mulai tenang, walaupun seluruh tubuhnya masih bergetar. 

“Kita pergi ke sana sekarang,” ajak Hiu Putih.

Mereka pun berenang dengan hati-hati, melewati terumbu karang yang beberapa telah hancur. 

Suara letusan masih terdengar. Air laut mulai keruh. Penghuni laut berenang dengan cepat tidak tentu arah. 

Mereka semua panik. Tabrakan antar ikan pun tidak bisa dihindari. Banyak juga ikan-ikan dan binatang laut yang mengambang. 

Dengan mengandalkan mata dan indra penciuman hiu yang tajam, akhirnya mereka berdua tiba di tempat Rita. 

“Tolong, tolooong!” 

Remora maupun Si Putih mendengar suara teriakan. 

Hiu Putih mulai berkeliling di sekitar tempat acara ulang tahun yang sudah berantakan. Remora juga ikut membantu, walaupun posisinya tetap berada di dekat sahabatnya. 

“Ketemu! Itu dia,” kata Si Putih yang segera menuju ke dasar runtuhan batu-batu karang. 

“Tolong aku. Salah satu kakiku terjepit batu,” ucap Rita saat melihat samar-samar ada yang datang mendekati. 

Betapa terkejutnya Rita, ketika tahu yang datang adalah musuhnya. Lebih tepatnya, dari dulu, moyang Gurita dan Hiu tidak pernah akur. Dulu, moyang Hiu pernah gagal memangsa moyang Gurita. Akibatnya, moyang Hiu pun jadi korban.

“Jangan-jangan ini akan menjadi kesempatan dia membalas dendam. Aku akan dimakannya,” pikir Rita dengan wajah pucat serta tubuh bergetar.

Remora berenang mendahului Si Putih. Ia harus berjaga-jaga jikalau ada keributan antara Gurita dengan Hiu Putih. 

“Ka-kamu mau apa?” tanya Rita sambil ketakutan.

“Rita, Si Putih ke sini akan menolong kamu,” kata Remora sengaja menjawab duluan.

Meskipun dia tahu kalau pertanyaan itu untuk Hiu Putih. 

Tanpa banyak kata, Si Putih menyingkirkan batu-batu yang menindih salah satu kaki Rita, menggunakan gigi dan hidungnya yang agak mancung. 

Baik Rita maupun Remora juga ikut membantu Hiu Putih. 

Akhirnya salah satu kaki Gurita terlepas, walaupun ada beberapa goresan. Rita menggerakkan kakinya yang terjepit tadi. Dia merasa lega, karena Si Putih tidak memangsanya.

“Ayo, kita pergi. Tempat ini sudah tidak aman. Para manusia itu sudah merusaknya,” kata Hiu Putih kepada Remora dan Gurita.  (*)


Sidoarjo, 8 Januari 2021

 

Penulis bernama Isnani Tias seorang ibu dari dua bidadari surga ini, mencoba belajar membuat cerita anak. Semoga bermanfaat.

 

 

Editor: Imas Hanifah N

Leave a Reply