Uang dan Nilainya

Uang dan Nilainya

Uang dan Nilainya

Oleh    : Ning Kurniati

Bicara tentang uang adalah bicara tentang kehidupan itu sendiri. Sepintas lalu, ketika memikirkannya fungsi uang memang tidak lebih sebagai alat tukar menukar. Ada uang, ada barang. Namun, toh, memilikinya tidak semudah mengatakannya.          Sudah memiliki pun belum tentu mampu menggunakannya dengan tepat. Tidak jarang, barang yang ditukar dengan uang itu, bukanlah hal yang betul-betul dibutuhkan. Akibatnya, di suatu hari ketika sedang membutuhkan, kita tidak memiliki si uang itu dalam jumlah yang cukup.

Uang itu pun kemudian menjadi sumber kecemasan—sumber masalah. Kemudian, ia menjadi alasan dibalik tindakan kriminal beberapa orang. Tak peduli peluang nyawa melayang dan tak peduli ada hukuman yang menanti baik di dunia atau di akhirat. Dan, di sinilah benda mati itu seolah-olah memiliki kekuatan untuk menggerakkan. Ia seolah memiliki kekuatan magis.

***

Setiap orang tentu berbeda pendapatnya dalam memaknainya. Ada yang punya sekadarnya saja sudah merasa cukup dan bersyukur untuk hal itu. Ada juga yang selalu merasa kekurangan terus menerus. Jumlah yang dimilikinya selalu tidak cukup untuk memberikan perasaan aman dan perasaan terjamin dalam menjalani kehidupan. Kehidupan yang tenang dan kematian yang tenang hanyalah angan-angan belaka.

Karena bahkan setelah mati pun uang itu tetap dibutuhkan, ia untuk membiayai pemakaman.

***

Namun, benarkah uang hanya sekadar alat tukar menukar demi sebuah barang yang dibutuhkan? Kenyataanya uang juga sebagai alat ukur. Jumlahnya menjadi ukuran untul ‘label’ sebutan ‘miskin’ atau ‘kaya’. Lalu, ia menjadi faktor untuk mendapatkan kehormatan dari orang lain, sulit untuk mengelak kenyataan ini.

Memang, mungkin semua ajaran agama mengatakan jangan melihat seseorang dari seberapa jumlah uang yang dimilikinya. Tidak peduli ia kaya atau miskin, kita harus tetap menghormatinya. Namun, toh, di tengah-tengah masyarakat, bila seseorang dengan mobil yang mengkilap, pakaian yang mahal, orang lain yang melihat serta-merta memberikan perhatian yang berbeda ketimbang dengan orang sebaliknya yang melintas. Bahkan, beberapa mungkin akan berbasa-basi bila itu memungkinkan.

Dari perbedaan jumlah uang ke perbedaan ‘label’ sebutan ‘kaya’ atau ‘miskin’, di akhir tercipta kesenjangan. Akan terbentuk kelompok-kelompok tertentu, lalu kelompok-kelompok itu menjadi strata yang bertingkat-tingkat, yang bermacam-macam sebutannya, tergantung di mana masyarakat itu berada dan kepercayaan apa yang mereka anut. Sampai di sini, uang menjadi nilai manusia.

Uang adalah sebuah harga. Ia menentukan harga ‘apa’ yang akan dilabelkan pada manusia a, manusia b, dan manusia-manusia lainnya. Lain lagi masalahnya kalau pertanyaan itu bukan kata ‘apa’ melainkan ‘berapa’. Berapa harga manusia? Saya harus memberikanmu apa agar saya mendapatkannya? Kadang-kadang, bentuk penjualan itu bukanlah tentang mereka yang menjajakan diri secara fisik. Ia ada dalam berbagai bentuk yang berbeda.

Sang Pencipta mengatakan, kalian semua sama di hadapan saya, yang membedakan adalah jumlah pahala kalian. Namun, dalam bentuk perbuatan manusia mengatakan, setiap dari kami berbeda. Pada mulanya, ini ‘hanyalah’ tentang uang.

September 2020

Ning Kurniati, penulis pemula.

 

 

Leave a Reply