Tugas
Oleh: Rino Noor Wahanda
Terbaik ke-24 Tantangan Lokit 15 (tema: Karantina)
Sudah satu bulan berlalu sejak sekolah diliburkan. Meski begitu, bukan berarti aku benar-benar libur. Sebagai guru aku tetap melakukan KBM via daring, dan terkadang juga memberikan tugas.
Kemarin aku memutuskan kalau tugas kali ini tidak terlalu berat. Malah, aku menyuruh mereka untuk berkreasi sesuai minat masing-masing. Aku tidak ingin muridku lebih terbebani di masa karantina yang ujungnya belum terlihat ini.
Ngomong-ngomong, tugas yang kumaksud tadi adalah menceritakan kegiatan mereka selama #dirumahaja. Apa pun boleh, asalkan positif. Dan dengan begitu, di sinilah aku, menatap laptop sambil sesekali meminum kopi hangat yang baru saja kubuat.
Sebentar lagi seharusnya mereka akan mengirimkan tugas tersebut. Jujur saja aku agak penasaran dengan kegiatan mereka. Apa itu penelitian kecil-kecilan, membaca novel filsafat macam Dunia Sophie, atau sekadar membantu pekerjaan orangtua di rumah.
Selagi memikirkan berbagai kemungkinan itu, terdengar suara pemberitahuan dari speaker laptopku. Ketika menatap layar, aku menemukan ada satu Email yang masuk. Nama akunnya angelboy_kaze91@gmail.com.
Hmm, entah kenapa namanya alay sekali. Apa saat SMA aku juga begitu? Kalau tidak salah alamat emailku dulu avatar_ang@–
“Uhuk uhuk uhuk!”
Aku tersedak karena teringat masa kelamku. Sial, sepertinya aku dulu lebih alay dari muridku ini! Namun, untuk sekarang mari kita abaikan itu dan berfokus pada tugas yang dia kirim.
***
Nama: Rizki Rahardian
Kelas: 11 IPA 3
Isi:
Di masa karantina ini saya memikirkan apa fungsi saku di baju anak batita. Setahu saya hal itu sangat tidak berguna, karena setiap kali adik saya selesai bermain, saku itu selalu terisi penuh dengan batu. Dan adik saya dengan bangganya memberikan batu-batu itu kepada saya, seolah semua orang di dunia ini menginginkan batu.
Namun, belum selesai saya memecahkan misteri itu, saya sudah disambut oleh hal tidak berguna yang lain. Benda itu adalah piring “bagus”, Tupperware “bagus”, dan cangkir “bagus” milik ibu saya. Maksud saya, beliau tidak pernah menggunakan benda-benda tersebut sekali pun. Dan bukankah sesuatu yang “bagus” akan menjadi tidak bagus kalau tidak berguna? Pernah saya ingin menggunakan piring “bagus” itu, tapi malah dibentak oleh beliau.
Harapan saya, piring “bagus” itu dijadikan tempat menaruh batu yang sudah dikumpulkan adik saya.
***
Jangan! Apalagi menaruh batu di Tupperware, jangan! Bisa-bisa kamu dan adikmu akan dihapus dari KK dan berakhir di panti asuhan!
Merasakan firasat buruk, aku segera mengirim Email balasan berupa saran kepada Rizki. Tidak lupa juga aku mengirim alasan mengapa baju batita dilengkapi saku. Jawabannya sudah jelas, ya. Apalagi kalau bukan untuk mengumpulkan batu?
Ketika selesai mengirim jawaban tersebut, aku kembali mendengar suara notifikasi. Email kedua tampaknya sudah masuk. Namun, kali ini namanya Email-nya tidak terlalu alay: indah.student@gmail.com.
Kalau tidak salah, Indah ini adalah bendahara kelas. Walau agak kurang teliti di pelajaran Matematika, tapi ketelitiannya saat menghitung uang tidak bisa diremehkan.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung membaca tugas miliknya.
***
Nama: Indah Permata Sari
Kelas: 11 IPA 3
Isi:
Belakangan ini saya merasa kalau kemampuan menghitung saya mulai tumpul. Karena tidak mendapat uang saku saat libur, saya jadi tidak bisa menghitung apa pun. Meski begitu, saya akhirnya menemukan solusi dari masalah tersebut.
Sebagai ganti uang, saya menghitung berat butir-butir beras yang dibeli orangtua saya. Dari situ saya mengetahui kalau 100 butir beras memiliki berat 2 gram. Sementara itu, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 270 juta jiwa, jika diasumsikan sepertiganya, dengan kata lain 90 juta jiwa, menyisakan 10 butir nasi setiap kali makan. Maka dapat disimpulkan kalau ada 18 ton beras yang terbuang. Dan jika sehari kita makan tiga kali, maka ada 54 ton beras yang terbuang percuma. Bukankah ini angka yang sangat besar?
Harapan saya, kita semua harus bisa lebih menghargai makanan yang kita miliki, serta tidak makan dengan berlebihan.
***
Ini bagus, sih. Tapi serius, kenapa dia bisa sampai kepikiran untuk menghitung berat beras per butir? Apa muridku ini tidak punya kegiatan lain yang menurutnya lebih menarik? Sepertinya efek karantina ini benar-benar sudah terasa.
Dan tampaknya, efek stres tersebut juga mulai menular padaku. Aku tidak yakin bisa membaca kegiatan aneh mereka dalam satu waktu.
Dengan kesimpulan itu, aku menutup laptopku dan berbaring di kasur.
Harapanku, semoga Email selanjutnya berisi kegiatan yang lebih normal. (*)
Jakarta, 24 April 2020.
Biodata:
Seorang laki-laki yang lahir di Nganjuk, beragama Islam, dan hingga kini belum menikah. Gemar membaca novel dan komik, serta bermain Dota 2. Sangat menyukai kucing, tapi takut dengan anjing. Tidak bisa menjahit.
Komentar juri:
Di tengah banyaknya cerpen tema “Karantina” yang mengusung ide berat, cerpen ini adalah salah satu yang menyuguhkan ide ringan, tentang seorang guru yang membaca Email murid-muridnya saat melakukan sekolah online. Benar-benar sederhana. Dengan kejenakaan yang bikin geleng-geleng kepala. Selamat membaca, selamat ngakak!
-Fitri
Tantangan Lokit adalah perlombaan menulis cerpen yang diselenggarakn di grup KCLK.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata