Traveling
Oleh : R Herlina Sari
Kenangan demi kenangan saat kami bertiga liburan kembali datang menghampiri. Waktu itu aku, Shera, dan Dani memutuskan untuk traveling ke Bawean pada saat libur kuliah. Salah satu pulau kecil di wilayah Kabupaten Gresik.
“Na, traveling, yuk?” ajak Shera pada suatu hari.
“Ke mana dan kapan?” tanyaku. Pasalnya kami belum ada agenda untuk melancong dalam waktu dekat.
“Liburan semester ini, ke Pulau Bawean,” kata Shera.
“Bawean? Di mana itu?” Aku baru pertama kali mendengar ada pulau bernama Bawean.
“Ya ampun, Nana. Kamu ke mana aja? Bawean itu salah satu destinasi yang cantik di Jawa Timur. Pokoknya banyak tempat yang bisa kita datangi. Pantai yang indah dengan laut yang bening dan langit biru,” jelasnya.
“Jangan lupa ajak Dani,” lanjutnya kemudian.
Mengapa Shera ngotot mengajak Dani? Ada hubungan apa di antara mereka sebenarnya?
Akhirnya waktu untuk berkunjung ke Bawean tiba. Kami–aku, Shera, dan Dani–bersiap sambil membawa tas masing-masing di pelabuhan kota Gresik. Kapal yang ke arah Bawean tidak pasti, seminggu hanya dua kali. Jadi kami sudah mengatur jadwal tersimpel dan seefektif mungkin.
Mendarat di Pulau Bawean, destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Mangrove di Desa Daun sambil menikmati ikan bakar. Hamparan pohon bakau yang menghijau dengan jalan setapak yang kecil membuat perjalanan kami semakin indah.
“Aku nanti mau bakar ikan dua,” kata Shera.
“Kemaruk, satu aja belum tentu ngabisin kok dua!” sangkalku.
“Gak pakai nasi, lah. Iya kan Dan?” Shera bersikeras mempertahankan pendapatnya.
“Terserah kamu!” kata Dani cuek.
Tak lama dua loyang ikan bakar tersaji di meja kami yang membuat air liur menetes. Ternyata, makan di tengah alam bebas terasa sangat nikmat. Selesainya kami memutuskan untuk mencari penginapan dan akan berjalan-jalan pukul 07.00 keesokan harinya.
Hari kedua kami memutuskan untuk menuju Air Terjun Laccar di Desa Kebun Teluk Dalam, Sangkapura. Air terjun yang memiliki ketinggian 25 m. Akses menuju tempat ini cukup mudah. Bisa dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak selama 15 menit, maka pengunjung sudah bisa menikmati air terjun ini.
Puas melihat pemandangan air terjun di tengah-tengah tebing dan pohon hijau, kami melanjutkan ke tempat selanjutnya. Gili Noko, dengan naik perahu selama 10 menit. Kami pun memilih menyewa secara pribadi. Di pulau ini aku bisa menyaksikan matahari terbit dan juga terbenam yang sangat memukau. Selain itu, aku juga bisa melakukan snorkeling. Pulau Gili Noko memiliki pasir yang putih dan juga air laut yang jernih. Tidak akan terlupakan, pokoknya.
Puas menikmati Gili Noko aku ingin Cliff Jumping di Tanjung Ga’ang. Berhubung laut sedang pasang, kami memutuskan memakai perahu untuk pergi ke sana.
Aku melihat tebing-tebing karang tajam dan terjal tak mungkin kami daki untuk kembali ke atas bukit. Satu-satunya opsi yang cukup aman adalah adanya perahu yang siap menunggu di bawah tebing, dan setelah melakukan cliff jumping perahu tersebut akan mengantarkan kami menuju bibir pantai yang memungkinkan untuk perahu bersandar.
Ombak memang tak begitu tinggi sore itu, namun tetap saja mampu membuat perahu kecil ini terombang ambing, sesekali ombak pecah ketika menghantam sisi depan dari perahu yang dibuat meruncing.
Sedikit was was memang ketika menaiki perahu sekecil ini namun bayangan Tanjung Ga’ang yang ada di depan sana menjadi penyemangat tersendiri. Penasaran seperti apa yang namanya Tanjung Ga’ang. Aku, Shera, dan Dani sangat antusias. Akhirnya perahu pun mendekati bibir pantai.
Dari bibir pantai ini perjalanan selanjutnya adalah harus melewati bukit bebatuan karang dengan batu batunya yang sangat tajam. Di jalur ini kita sangat dituntut untuk ekstra hati-hati dalam melangkah. Karena kontur bebatuannya yang tak rata ditambah dengan lubang-lubang yang siap membuat kaki bahkan tubuh kita terjatuh ke bawah.
Melihat pemandangan indah di tempat ini, membuat kami semua takjub, hingga tak sadar aku berdiri terlalu dekat dengan jurang.
“Nana awas, di bawah kamu jurang!” Shera berteriak.
Namun, terlambat aku hilang keseimbangan, kakiku tergelincir, dan terjatuh.
Shera dan Dani berteriak, jantungku seolah terlepas dari tempatnya.
Tanganku menggapai, berusaha bertahan di atas batu tebing yang menempel pada tepi jurang.
Shera berusaha sekuat tenaga untuk menarikku, dibantu dengan Dani dan beberapa orang di sana yang kebetulan ada untuk cliff jumping.
Aku mampu kembali mencapai puncak. Namun, Shera yang berdiri paling depan hilang keseimbangan. Tubuhnya limbung, kemudian melayang. Aku berteriak memanggil namanya.
Netraku sempat mengerjap beberapa kali, melihat Shera sahabat yang aku sayang.
“Jaga Nana baik-baik, Dan!” teriak Shera sebelum tubuhnya luruh.
Air mata jatuh perlahan, mengiringi tubuh Shera yang terhempas ke dasar jurang.
Napasku tersenggal, sedikit demi sedikit, hingga kurasa selaruh nyawa terbang tanpa mampu aku menahan. Aku pun pingsan.[]
Sub, 011220
RHS, pengagum senja dan lumba-lumba.
Editor : Uzwah Anna
Grub FB KCLK
halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/menjadi penulis tetap di Loker Kata