The Wonderfull Candy Land

The Wonderfull Candy Land

The Wonderfull Candy Land 
Oleh: Nurul Istiawati

Terbaik ke-16 #Tantangan_Lokit_9

“Nek, kau sudah membaca cerita itu sampai tujuh kali.” Aku cemberut ketika Nenek membaca cerita yang sama berulang kali. Buku dongeng berjudul The Wonderfull Candy Land selalu dibacanya setiap menjelang tidur. Seperti sebuah rutinitas yang tak boleh terlewatkan.

Aku tak tahu alasan Nenek membacakan buku itu setiap malam. Pernah sekali aku bertanya, Nenek hanya tersenyum tanpa meninggalkan jawaban yang kunantikan. Misterius.

Buku bersampul ungu itu adalah buku kesayangan nenek. Warnanya masih secerah saat pertama kali dibeli. Tak ada satu pun lipatan di dalamnya.

“Sekecil apa pun lipatan membuat sebuah buku menjadi tak indah. Seperti sayap kupu-kupu yang patah,” ucap Nenek saat itu.

“Kau harus percaya, Luiz, bahwa setiap tulisan di buku ini ada dunia kecil yang penuh keajaiban yang tak pernah kaulihat sebelumnya.” Aku hanya mengangguk pelan, berpura-pura percaya terhadap perkataan Nenek.

***

Hari ini, Senin kedua di pertengahan musim salju. Aku menatap lurus pada butiran-butiran salju yang meluruh perlahan dimainkan embusan angin sebelum jatuh ke tanah.

“Luiz kemarilah! Waktunya Nenek membacakan cerita,” ucap Nenek.

“Aku sudah bosan dengan cerita itu, Nek. Belikan aku buku baru!” Secara paksa, kuambil buku itu dari Nenek lalu membantingnya ke lantai. Wajah Nenek berubah murung seketika. Kulihat air di sudut matanya mengalir seperti anak sungai. Kemudian ia pergi ke kamar dengan hati yang terluka tentunya.

Ada sedikit rasa penyesalan yang membuatku cemas setelah bersikap sekasar itu pada Nenek. Aku mengambil buku itu dan hendak mengembalikannya pada Nenek. Saat kuangkat buku itu selembar kertas kuning jatuh. Kurasa itu catatan kecil yang Nenek selipkan ke halaman buku itu.

Aku cukup penasaran dengan tulisan di balik kertas kuning itu. Kucoba membacanya dengan perlahan.

O lume magică, adu-mă în ea1.”

Setelah kubaca kalimat dalam kertas itu, tiba-tiba buku itu mengeluarkan cahaya. Aku sedikit takut, cahaya di buku itu lambat laun semakin menyilaukan. Kurasakan ruangan ini seolah berputar-putar. Kulihat abjad-abjad di buku itu menguap dan terbang memutari kepalaku secepat putaran gasing. Angin dari luar membuat jendela bergerak membuka dan menutup sendiri.

Suara gesekan reranting membuat suasana semakin mengerikan. Aku panik dan memanggil-manggil Nenek. Usahaku sia-sia, Nenek tak menjawab. Sampai pada akhirnya kurasakan ada tarikan yang sangat kuat berasal dari buku itu, seperti ingin menelanku hidup-hidup. Tarikan yang begitu kuat membuat tubuh mungilku tak berdaya.

“Nenek… tolong aku!”

***

Aku memegang kepalaku yang terasa berat. Perlahan kubuka mataku, semuanya samar. Kupejamkan lalu kubuka lagi dengan perlahan.

“Di mana aku?” Betapa terkejutnya aku saat mendapati diriku di tempat asing.

Dengan tenaga seadanya yang masih tersisa, aku menelusuri tempat ini. Mencoba mencari jawaban. Tempat ini penuh warna dan berkilauan. Ada jalan kecil yang ketika aku menginjakkan kaki terasa sangat lembut. Sepertinya jalan itu terbuat dari permen kapas. Aku memandang ke arah luas. Tampak di sebelah barat jalan terdapat air terjun yang mengalir sungai di bawahnya. Aneh, sungai itu berwarna putih seperti vanilla. Ah, aku ingat. Tempat ini seperti Negeri Permen yang ada di buku Nenek. Oh, tidak! Aku terjebak ke dalam buku dongeng itu.

“Hei! Siapa kau?” Aku menoleh ke arah suara itu berasal.

Peri! Itu peri permen yang Nenek ceritakan. Aku tak menyangka mereka benar-benar ada. Peri itu sangat mungil dan bisa terbang seperti capung. Matanya biru cerah membuatku tak berkedip menatapnya, sama seperti saat aku menatap bintang kejora. Rambutnya pirang dan dikuncir dua. Gaun selututnya berwarna merah muda, persis seperti cerita yang dibacakan Nenek.

“A—Aku Luiz. Aku tak tahu kenapa aku bisa sampai ke tempat ini tapi bisakah kau membawaku pulang?” ucapku gugup.

Peri itu menyilangkan tangan kemudian menatapku dengan curiga.

“Jadi, kau si pembuat kacau itu?”
Aku mengernyitkan dahi. Heran.

Peri mungil itu menunjuk ke arahku.

“Kau yang sudah membanting buku dongeng itu ‘kan. Karena ulahmu, negeri kami menjadi kacau! Permen-permen yang susah payah kami buat telah hancur. Kau terkena kutukan! Kau tak bisa pergi dari sini,” ucap peri itu penuh luapan emosi.

Setiap tindakan yang kita lakukan memang ada konsekuensinya. Mungkin inilah yang sedang kualami. Aku mendapat kutukan tak bisa pulang ke dunia nyata sebelum membereskan kekacauan di Negeri Permen ini.

Aku harus membantu puluhan peri mungil membuat permen yang telah kuhancurkan. Awalnya terasa berat menjalankan tugas ini, tapi lama kelamaan semuanya terasa menyenangkan. Peri-peri begitu riang memetik biji warna-warni di pepohonan cemara. Biji inilah yang nantinya diolah menjadi permen.

Sepanjang hari, tangan lentik peri mungil memetik biji-biji lembut, hutan yang berkerlip menjadi penuh nyanyian. Setelah biji-biji terkumpul, peri-peri membawanya ke tepi sungai untuk ditumbuk. Biji-biji yang akan ditumbuk dicuci dulu dengan air sungai vanilla.

Bukan air sungai yang membuat biji itu terasa manis, melainkan nyanyian yang didendangkan para peri ketika menumbuknya. Terakhir, para peri mungil menaburkan serbuk perak dan “Bimsalabim,” Ajaib! Biji-biji itu berubah menjadi permen yang sangat lembut.

Aku merasa senang bisa ‘tersesat’ ke tempat ini. Dan aku baru tahu ternyata ada kutukan yang indah juga. Akhirnya dengan kerja kerasku bersama peri-peri kekacauan di Negeri Permen dapat teratasi. Tanpa banyak syarat para peri mengucapkan kalimat ajaib dengan serentak yang akan membawaku pulang.

***

Aku memeluk Nenek dengan bahagia. Ini adalah pengalaman yang tak terlupakan. Semua yang Nenek ceritakan memang benar.

“Nenek, kau benar. Setiap tulisan di dalam buku ada sebuah dunia yang penuh keajaiban, yang tak terlihat,” ucapku dengan suara kebahagiaan.(*)

Pemalang, 05 November 2018

1Dunia yang ajaib, bawalah aku ke dalamnya.

Nurul Istiawati, gadis 17 tahun yang hobinya dengerin musik klasik

Tantangan Lokit adalah lomba menulis yang diselenggarakan di grup KCLK

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata