The Poisonous Cheese Mistery
Oleh: Arya Kusuma Mayangkara
Pesawat yang ditumpangi Massimo Torricelli mendarat di Bandara Elmas, Kota Cagliari, di Kepulauan Sardinia, setelah terbang satu jam lamanya dari Kota Roma. Massimo hendak menghadiri pemakaman adik perempuannya, Alessandra, yang ditemukan meninggal di sebuah kamar hotel saat sedang melakukan liputan seorang diri sejak seminggu yang lalu.
Hasil otopsi dari pihak kepolisian Cagliari mengatakan bahwa, penyebab kematian Alessandra diduga karena keracunan makanan. Dokter forensik menemukan potongan keju Casu Marzu penuh belatung di dalam lambungnya. Diperkirakan Alessandra telah meninggal selama 10 jam saat ditemukan oleh petugas housekeeping.
Pihak hotel menyatakan Alessandra sempat menelepon resepsionis, meminta tolong untuk dibelikan obat sakit kepala. Ia mengeluh pusing, mual dan diare. Bekas muntahan dan cairan feses ditemukan di sekitar jasad Alessandra.
Barang berharga milik Alessandra berupa ponsel dan laptopnya tidak ditemukan di TKP. Polisi hanya menemukan barang bukti tas wanita, dompet, serta koper berisi pakaian. Di meja kamar terdapat sebongkah keju Casu Marzu yang telah dipotong sedikit. Kemungkinan potongan keju itulah yang dimakan terakhir kalinya oleh Alessandra sebelum meninggal dunia.
Alessandra Torricelli bekerja sebagai wartawan rubrik kuliner di sebuah majalah wanita di Kota Roma. Sebelum berangkat ke Sardinia, Alessandra sempat berpamitan via telepon kepada kakaknya, Massimo. Sebagai pecinta keju, ia terdengar sangat antusias saat bercerita bahwa ia ditugaskan mencari berita tentang Casu Marzu, keju tradisional unik khas Sardinia. Keju tersebut hanya bisa diperoleh secara ilegal di pasar gelap Sardinia.
Uni Eropa melarang konsumsi dan perdagangan keju tersebut karena proses pembuatannya melibatkan parasit, bertentangan dengan aturan Departemen Kesehatan. Keju ini berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan sakit perut, muntah-muntah, diare, karena infeksi pada saluran cerna yang disebut intestinal myiasis. Gejala penyakit intestinal myiasis ini timbul saat telur atau larva lalat yang menempel pada makanan tertelan manusia, lalu bertahan hidup dalam saluran pencernaan.
Casu Marzu memiliki rasa asin yang tajam dan tekstur yang sangat lunak. Terbuat dari keju Pecorino yang berbahan dasar susu domba. Keju difermentasi lebih lanjut dengan bantuan ribuan belatung hidup yang menetas dari telur lalat Piophila Casei.
Uniknya, keju Casu Marzu hanya boleh dimakan ketika belatung-belatungnya di dalamnya masih hidup. Jika belatung-belatung tersebut telah mati, keju itu menjadi busuk dan beracun, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi. Pencinta keju wajib mengunyah keju ini hingga halus dalam mulut agar tak ada belatung yang lolos masuk ke lambung. Casu Marzu juga dipakai sebagai afrodisiak, pembangkit gairah seksual.
***
Massimo berdiri mematung di depan dinding penyimpanan abu jasad Alessandra dengan perasaan getir. Ia tak menyangka akan secepat itu dipisahkan oleh kematian dengan adik perempuan satu-satunya yang sangat ia sayangi. Setelah kedua orang tua mereka tiada, hanya Alessandra yang berarti bagi hidup Massimo. Rasanya ia masih tak percaya bahwa adiknya bisa semudah itu meninggal karena keracunan makanan.
Hilangnya laptop dan ponsel Alessandra membuat kecurigaan Massimo bertambah besar. Ia menduga, seseorang kemungkinan telah melenyapkan nyawa Alessandra karena alasan yang belum diketahui. Ditambah dengan kenyataan bahwa jenazah Alessandra dikremasi atas perintah seseorang tanpa menunggu kedatangan Massimo. Tampaknya, seseorang telah berusaha keras menutupi penyebab kematian Alessandra yang sebenarnya.
“Aku berjanji akan mencari tahu apa penyebab kematianmu, Ale Sayang. Beristirahatlah dalam damai. Aku akan merindukanmu,” ucap Massimo sembari meletakkan buket mawar merah kesukaan Alessandra.
Malam harinya, Massimo menginap di sebuah vila yang disewa sekretarisnya selama seminggu. Ia bermaksud tinggal di Cagliari sedikit lebih lama untuk menggali informasi. Setelah mandi dan berganti pakaian, Massimo merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia berusaha memejamkan mata. Meski Massimo sangat lelah, tetapi matanya enggan terpejam. Ada banyak pertanyaan di benaknya tentang kematian Alessandra.
Tiba-tiba, Massimo dikejutkan oleh suara derit pintu yang terbuka di lantai bawah. Massimo bergegas bangkit dari tempat tidur. Ia mengintip dari celah pintu kamar tidurnya yang sedikit terbuka. Ada seseorang bertubuh tegap dan bertopeng yang gerak geriknya mencurigakan. Kedua tangan penyusup itu menggenggam sepucuk pistol Glock19 yang dilengkapi peredam. Ia sedang menaiki tangga kayu menuju ke lantai dua di mana kamar Massimo berada.
Massimo lalu bersembunyi di balik gorden tebal yang menutupi jendela kaca besar di kamarnya. Ia menahan napas, mungkin jantungnya pun berdebar kencang. Penyusup yang kemungkinan seorang pembunuh bayaran itu mengendap-endap memasuki kamarnya. Tampaknya, Massimolah yang sedang ia cari.
Saat orang itu sedang berdiri membelakangi gorden tempat Massimo bersembunyi, Massimo dengan cepat menyergap lalu mencekik leher orang itu dengan lengan kanannya dari belakang. Terjadilah pergumulan sengit, dan baku hantam. Dua tembakan meleset mengenai dinding dan plafon. Orang itu berhasil menindih tubuh Massimo dan menodongkan moncong pistol ke kepalanya. Dengan susah payah Massimo berusaha menjatuhkan pistol yang dipegang penyusup.
Perkelahian dua lelaki itu berakhir saat peluru ketiga meletus dan menembus dagu sang penjahat. Massimo yang berada di bawah tubuh penjahat itu terpercik darah segar di bagian wajah. Penjahat itu pun tewas di tangan Massimo.
Massimo menggeliat dan mendorong tubuh penjahat yang menindihnya itu ke samping. Tangan Massimo gemetar. Sudah tak terhitung berapa kali dia berkelahi, tetapi baru kali ini aksi bela dirinya menyebabkan seseorang tewas.
Prinsip Massimo saat menghadapi lawan, cukup membuatnya lumpuh tanpa membunuh. Namun, malam ini ia terpaksa membunuh seseorang untuk pertama kalinya demi bertahan hidup. Ia harus mencari keadilan bagi Alessandra.
Tak lama kemudian, raungan sirene mobil polisi dan ambulan terdengar di halaman villa. Polisi menyerbu masuk beserta petugas ambulan ke dalam rumah. Massimo sengaja menelepon polisi, agar ia tidak mendapatkan masalah. Malam itu juga Massimo digelandang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Massimo akhirnya dilepaskan lima belas jam kemudian dengan uang jaminan yang cukup besar yang dibayar pengacaranya. Ia harus menjawab puluhan pertanyaan dari polisi saat sesi interogasi. Sebagai seorang pendatang di Cagliari, kehadiran Massimo dianggap cukup mencurigakan.
Selama pemeriksaan, ia bersikeras bahwa kematian adiknya ada kemungkinan karena dibunuh, bukan keracunan makanan. Ditambah fakta kedatangan pembunuh bayaran malam itu untuk menghabisi nyawanya. Munculnya lelaki bertopeng itu menguatkan kecurigaan Massimo bahwa ada yang tidak wajar dalam kasus kematian Alessandra.
Massimo segera kembali ke Roma keesokan harinya. Ia mengambil penerbangan pertama pukul tujuh pagi. Ia merasa keselamatan jiwanya terancam selama masih berada di Cagliari. Pembunuh bayaran lain bisa saja datang lagi sewaktu-waktu untuk membunuh dirinya demi melenyapkan bukti pembunuhan Alessandra.
Sesampainya di Bandara Internasional Fiumicino Roma, Massimo mendapat telepon dari sekretarisnya di kantor jika ada paket penting yang harus segera ia terima. Massimo bergegas melarikan mobilnya ke kantor dengan kecepatan tinggi. Firasatnya mengatakan bahwa paket itu ada hubungannya dengan Alessandra.
Di ruangan pribadinya, tangan Massimo bergetar membuka kotak besar yang ternyata berisi ponsel dan laptop Alessandra. Pengirim paket itu adalah adiknya sendiri. Kemungkinan Alessandra sudah merasa bahwa nyawanya terancam karena itu ia memilih mengirimkan ponsel dan laptopnya kepada Massimo lewat jasa ekspedisi.
Sayangnya, kedua gawai elektronik itu diamankan dengan kata sandi. Berkali-kali Massimo berusaha memasukkan berbagai kata sandi, tetapi selalu gagal. Massimo lalu mencoba mengetik nama gadis ibu kandungnya, Gabriella, beserta tanggal lahirnya, dan sandi pengaman kedua gawai itu pun akhirnya berhasil dibuka.
Dalam sebuah file yang terenkripsi di ponsel dan laptop Alessandra itu, Massimo menemukan file video berjudul ‘Paulo Castellini’. File itulah yang kemungkinan menjadi penyebab utama kematian adiknya. Dalam rekaman video berdurasi tiga menit itu, tampak seorang laki-laki tua berusia sekitar 60 tahun, berbadan kurus, dengan brewok dan rambut yang telah memutih, sedang menginterogasi seseorang. Lelaki tua itu menodongkan pistolnya di kepala seorang lelaki dengan wajah penuh darah dan luka lebam seolah habis dihajar hingga babak belur. Lelaki itu sedang duduk terikat di sebuah kursi kayu.
Tak lama kemudian, lelaki itu tewas dengan luka tembak di dahinya karena dibunuh oleh lelaki tua yang diduga bernama Paulo Castellini. Dari pembicaraan singkat mereka, Paulo marah besar karena peti kemas berisi ratusan keju Casu Marzu ilegal miliknya yang hendak diselundupkan keluar dari Sardinia menuju Perancis, tertangkap basah oleh bea cukai dan polisi di pelabuhan Olbia. Ternyata, lelaki malang yang terbunuh dalam video itu adalah informan polisi.
Dalam rekaman suara yang dibuatnya, Alessandra bercerita bahwa saat sedang melakukan liputan di pabrik keju itu, ia tak sengaja menjadi saksi pembunuhan. Saat ia melewati gudang seusai buang air kecil di toilet wanita.
Darah Massimo mendidih, ia sangat marah dan bertekad menuntut balas atas kematian Alessandra.
***
Penerbangan ke Cagliari kali ini terasa sangat panjang bagi Massimo. Ia sudah tak sabar untuk bertemu dengan Paulo Castellini, pembunuh Alessandra. Polisi memanggilnya untuk menandatangani berkas penyelidikan ulang kematian Alessandra.
Dua hari sebelumnya, Massimo mendapat telepon dari pihak kepolisian bahwa mereka menemukan bukti baru dalam kasus kematian Alessandra. Terdapat jejak racun arsenik dalam keju Casu Marzu yang terakhir dimakan Alessandra sebelum ditemukan tewas. Reaksi keracunan arsenik sangat mirip dengan reaksi keracunan keju Casu Marzu, yakni muntah-muntah, lemas dan diare. Pembunuhnya memakai keju tersebut untuk menyamarkan jejak arsenik agar pihak berwajib mengira Alessandra meninggal karena keracunan keju bukan dibunuh.
Polisi juga sedang menginterogasi petugas pemakaman tentang siapa yang menyuruhnya mengkremasi jenazah Alessandra. Massimo hanya mendengarkan penjelasan polisi. Ia bungkam, tak mau mengatakan bahwa ia sudah memegang barang bukti. Ia tak bisa mempercayai siapapun saat ini demi keselamatan dirinya sendiri. Barang bukti itu sudah aman di kotak safe deposit sebuah Bank setelah Massimo membuat beberapa copy dan dikirimkan ke orang-orang kepercayaannya termasuk sang pengacara.
***
Massimo pulang ke hotel seusai menyelesaikan urusan di kantor polisi. Namun, tiba-tiba kaca belakang mobil taksi yang ditumpangi Massimo pecah karena ditembak dari belakang. Massimo melihat ada dua sedan hitam tampak sedang mengejar taksinya. Supir taksi pun panik, saat Massimo berteriak kepadanya agar memacu taksi lebih cepat. Terjadi kejar mengejar yang sangat menegangkan. Dua sedan volvo hitam mengapit mobil taksi tersebut dan membentur-benturkan mobil mereka dari arah kiri dan kanan. Supir taksi berusaha mencari jalan alternatif untuk meloloskan diri. Namun, di sebuah gang yang buntu, taksi yang ditumpangi Massimo terjebak, tak bisa mundur ke belakang karena dihadang salah satu sedan hitam itu.
Beberapa lelaki kekar berjas hitam turun membawa senjata laras panjang. Mereka menyeret paksa supir taksi dan Massimo keluar dari mobil dan menculik mereka.
***
Pengaruh suntikan obat bius para pengawal Paulo saat menculik Massimo, membuat tubuhnya lemah. Ia terbangun oleh satu tamparan keras di pipi kanannya. Kedua tangannya digantung pada sebuah tali. Telapak kakinya tak bisa menapak lantai. Ia digantung bak hewan ternak yang siap disembelih di rumah jagal.
“Bangun, jagoan!” bentak Paulo Castellini sinis.
Pria tua itu menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, siap menghajar Massimo.
“Rupanya, Kau!” Massimo balik menatap tajam ke wajah Paulo.
“Katakan di mana adik kecilmu itu menyimpan rekaman video milikku!” tanya Paulo sambil mencengkeram kerah kemeja Massimo.
“Langkahi dulu mayatku, pembunuh!” Massimo meludahi wajah lelaki tua di hadapannya.
Paulo naik pitam, ia meninju hidung Massimo hingga berdarah, lalu mengayunkan tinjunya sekali lagi ke ulu hati Massimo. Pukulan terakhir itu membuat Massimo tersedak, darah mengalir deras dari dua lubang hidung dan bibirnya yang pecah. Kedua pengawal Paulo ikut menendang dan mencambuk punggungnya.
“Cuma segini rupanya nyalimu, hah? Kau hanya mampu main keroyokan?” sindir Massimo.
“Apakah kau tahu bahwa adikmu itu berusaha memerasku dengan rekaman videonya? Dia pikir siapa, dia? Berani sekali mengancamku?” Paulo tertawa.
“Jangan memfitnah adikku, Bajingan!” seru Massimo.
“Kau cek saja sendiri rekening banknya jika kau beruntung bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini. Aku sudah mentransfer uang 5 juta Euro ke rekeningnya, tetapi ia serakah dan masih menyimpan video asli di laptop dan ponselnya.”
“Dari mana kau tahu?”
“Dia mengatakan padaku video asli itu adalah jaminan keselamatan dirinya. Dia akan mengirimkan pada pihak yang berwajib atau kepadamu jika aku membunuhnya!” Paulo menyalakan cerutu di tangannya.
“Adikku tak mungkin memerasmu, Bangsat!”
“Pedro! Ambil ponsel yang kau pakai mentransfer uang ke rekening Alessandra!” seru Paulo pada salah satu pengawalnya.
Pedro kembali dengan ponsel yang dimaksud. Ia membuka bukti transfer elektronik dan menunjukkannya di depan hidung Massimo.
“Kau lihat sendiri, kan? Nama siapa yang tertera di rekening dalam layar ponsel itu?”
“Itu editan! Aku pun bisa melakukannya dengan mudah! Jika aku keluar dari sini hidup-hidup, kupastikan kau tak kan selamat, Paulo Castellini!”
Paulo tertawa dan pergi meninggalkan Massimo seorang diri bersama kedua pengawalnya.
***
Malam harinya, dua puluh lima orang penembak jitu dari kepolisian Cagliari mengendap-endap masuk ke dalam kompleks pabrik Paulo Castellini. Mereka sedang bersiap untuk melakukan penggerebekan. Pengacara Massimo telah mengirimkan bukti-bukti kepada mereka sesuai pesan dari Massimo sebelum meninggalkan Kota Roma. Massimo berkata agar pengacaranya segera pergi ke polisi jika ia tidak mendengar kabar dari Massimo setiap dua jam sekali.
Polisi sudah lama mengincar bisnis keju ilegal Paulo Castellini dan sedang mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya untuk memenjarakan lelaki tua itu. Tanpa Massimo sadari, kepergiannya tadi siang dari kantor polisi dikuntit oleh dua polisi berpakaian preman. Mereka melihat aksi penculikan Massimo oleh anak buah Paulo, dan mengabadikannya dalam sebuah rekaman video.
Dua orang sniper menemukan Massimo yang disekap di gudang belakang, lalu membebaskannya. Massimo segera mencari keberadaan Paulo. Ia mengejar Paulo yang berusaha melarikan diri dengan speedboat. Massimo lalu menghajar Paulo habis-habisan. Ketika Massimo berhasil merebut pistol Paulo dan siap menembak kepalanya untuk membalas dendam akibat kematian Alessandra, ia mengurungkan niatnya.
“Kau berhutang nyawa pada Alessandra, tapi bukan tugasku untuk menghabisimu.”
Massimo akhirnya menembak lutut Paulo hingga ia menjerit kesakitan, of membiarkan para polisi meringkus dan memborgolnya. Meski nyawa Alessandra takkan terganti, Massimo Torricelli sangat puas bisa mengirim Paulo Castellini ke penjara untuk hukuman mati.
Arya Kusuma Mayangkara adalah tukang suntik yang sedang belajar menulis. Penyuka hujan dan traveling.