The Blue Eyes Man (Episode 7)
Oleh: Evamuzy
Aurora dikuasai dendam. Memang benar, ada satu rasa sakit yang mampu mengubah seseorang menjadi sangat kelam, gelap dan jahat. Ialah sakit karena cinta. Cinta yang dipercaya pandai menciptakan warna cerah, juga tak jarang merupa malam yang kelam di dalam jiwa yang dikehendakinya. Dan Aurora salah satu yang tak beruntung itu. Warnanya hitam, berkumpulnya semua hal-hal buruk. Luka, amarah dan ambisi.
Keinginan untuk memusnahkan. Gelak tawa penuh dendam kepada pangeran yang pernah mengisi hati. Pria yang pernah dengan bangga dipamerkan kepada para gadis di bangsanya. Seorang pangeran yang akan menjadi pasangan abadi sang putri klan peri. Saling mencintai, tanpa mengenal tua dan mati. Namun itu musnah oleh suatu hal yang dia yakini bernama pengkhianatan. Kini, Aurora serupa lambang cinta dan benci. Cantik rupa, gelap hati. Ombak besar, tajam kilatan petir, angin kencang, jerit ketakutan, gelisah, bahkan kematian adalah cerminan dirinya.
“Lily!” teriak Roe melihat gadis yang dicintainya terulur dari lidah sang naga. Jatuh tak berdaya bagai selembar selendang sutra.
“Lily …,” panggilnya lagi kepada gadis yang kini dalam rengkuhan. Ibu jari tangan kiri Roe mengelus lembut pipinya. Bisikan kata-kata penguat keluar dari bibir sang pangeran. Perlahan mata Lily terbuka.
“Roe.” Begitu lemah di pendengarannya.
“Ow, ow, ow … so romantic. Ini seperti adegan dalam kisah-kisah klasik, Tuan dan Nona. Kalian bahkan sampai lupa ada seorang penonton setia drama kalian di sini.” Tepuk tangan dan suara Aurora tiba-tiba mengalihkan perhatian keduanya.
Perempuan yang dianggap gila oleh Lily itu belum mengubah wujud aslinya. Dia berjalan dengan tenang di atas tanah berakar, mendekati sepasang kekasih yang kini saling menggenggam tangan.
“Sampai sekarang aku masih tak mengerti. Apa kurangku dibanding gadis tak berguna itu, Roe!” lantang Aurora di akhir kalimatnya. Telunjuknya tajam mengarah pada gadis yang tengah sekuat tenaga untuk bertahan.
“Tutup mulutmu, atau nasibmu tak akan berbeda jauh dengan para pengawalmu itu!”
“Wow, ini yang aku suka darimu, Sayang. Kau yang tak mudah menyerah dan selalu memilih untuk melawan,” bisik Aurora tepat di telinga sang pangeran. Embusan napasnya sedingin angin malam. Entah sejak kapan dia telah berada tepat di balik pria yang dulu dicintainya.
***
Di tempat lain, Bibi dan Paman Alvin gelisah. Keponakannya tak kunjung kembali masuk ke toko. Ia terakhir diketahui melayani wanita pembeli bunga dahlia merah yang meminta dibawakan ke mobil mewahnya. Mereka merasakan sebuah firasat buruk. Sepertinya memang terjadi sesuatu pada gadis itu. Hanya ada tas rajut kecil berwarna maroon milik Lily yang tergeletak di kursi belakang konter bunga.
“Sepertinya aku harus mencarinya, Sayang. Titip toko, jaga dirimu baik-baik,” pesan Paman Alvin pada istrinya.
Di rumah kecil dengan berbagai bunga cantik yang ditanam gadis itu, sang Nenek juga merasakan firasat yang sama. Dia duduk memandang bunga tulip di atas meja ruang tamu dengan hati tak kalah gelisah. Bagaimana tidak, saat-saat seperti ini biasanya mereka telah duduk bersama di depan meja kecil di ruang tengah. Saling menceritakan apa saja yang seharian dikerjakan, ditemani secangkir teh hangat. Namun, hingga hari mulai petang, cucunya tak juga pulang.
Wanita tua itu adalah satu-satunya saksi hidup yang memegang rahasia jati diri Lily sebenarnya.
Lily adalah anak perempuan seorang putri yang terlahir dari rasa gelisah dan kesedihan. Dulu, diketahui ada seorang ratu cantik yang merasa hidupnya begitu malang, puluhan tahun tak jua diberi keturunan. Hati sang ratu selalu dirundung pilu meski sang raja yang bijaksana tak lepas melimpahkan rasa cintanya yang besar. Hingga suatu hari, ada seorang peri baik hati kasihan kepadanya. Diberikannya ramuan dari bunga lili dengan tujuh kelopak yang menjuntai, berwarna putih kebiruan di tepiannya—seperti yang ada pada diri Lily. Bunga lili pertama yang tumbuh di musim semi. Tak lama kemudian, sang ratu hamil dan lahirlah seorang putri cantik. Ialah ibu Lily.
Sang peri datang kembali, memberi kabar bahwa suatu saat nanti keturunan dari putrinya akan menyimpan bunga ajaib di dalam dirinya. Bunga dengan tujuh kelopak dengan warna langka yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit mematikan. Bahkan yang diciptakan dari kekuatan jahat paling kuat sekalipun. Namun, jika bunga itu keluar dari tubuh, maka lenyaplah pula nyawa pemiliknya. Inilah alasan sang Nenek menjaga Lily kuat-kuat. Bahkan ia rela menjauhkan semua orang-orang di sekitar gadis itu jika memang akan membahayakan. Sekalipun itu pria yang membawa cinta sejati.
***
“Roe,” ucap Lily sangat lemah. Entah sihir apa yang terjadi di dalam perut sang naga hingga ia hampir kehabisan seluruh tenaga.
Roe yang tak tega melihat gadis yang dicintainya menderita, semakin mendekatkan wajah mereka. Dan terjadilah pemandangan yang membuat Aurora murka. Roe mencium bibir Lily di depan matanya.
“Kalian gila!” teriak Aurora. Matanya yang indah berubah merah menyala seperti darah.
Saat Roe melepas ciumannya dengan pelan, tiba-tiba tubuh Lily bercahaya. Pendar biru yang sangat menyilaukan. Lebih terang dari yang biasanya Roe lihat pada diri sang gadis saat dia dalam keadaan normal. Kemudian terlihat bunga lili dengan tujuh kelopak biru di dada Lily, bersama dengan suara ibunya yang sangat jelas terdengar.
“Roe, tak ada waktu lagi ….”
Bersambung ….
Evamuzy. Gadis bungsu penyuka es krim rasa cokelat. Paling anti sama sandal basah.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata