Terpilih

Terpilih

Terpilih
Oleh : Stefani Fei Ling

Kota Ragon, Distrik Satu, 30 Januari 4010

Sinar matahari masuk melalui jendela kamar apartemen, membuat mataku silau. Jam beker menunjukkan pukul sembilan pagi. Karena terlambat bangun, tanpa pikir panjang aku segera mandi. Namaku Joanne, 29 tahun. Tidak mempunyai penghasilan alias pengangguran. Akan tetapi, bisa saja aku menjadi sekretaris sebentar lagi.

Mommy, Daddy, dan aku tadinya tinggal di Distrik Tiga. Karena ada panggilan wawancara dan berpeluang diterima, aku meminta orangtuaku supaya mengizinkan anak semata wayangnya pindah ke Distrik Satu ini.

***
“Selamat pagi, Miss. Ada yang bisa saya bantu?” Resepsionis itu menyapaku dengan senyum manisnya.

“Saya ada janji dengan Mister Dave,” jawabku tak kalah ramah, “saya dengan Joanne.”

“Baik, Miss Joanne. Mohon tunggu sebentar.”

Tidak lama setelahnya, wanita cantik itu menyuruhku naik ke lantai sembilan.

Athena Office Building. Di sinilah aku berada saat ini. Setelah sekian lama menjadi pengangguran, aku mulai mencoba melamar pekerjaan. Ini pun karena dorongan Mommy dan Daddy yang tidak mau melihat anaknya jobless.
Sebelum memasuki ruangan Mr. Dave, aku melihat ada meja serta kursi kosong. Kemungkinan itu tempat kerja sekretarisnya yang sudah resign. Lama aku mengetuk pintu dan tidak ada jawaban. Mau tidak mau, hendel pintu itu kubuka.

“Selamat Pagi, Mister Dave,” sapaku. Rupanya dia tidak menyadari bahwa ada orang asing memasuki ruangannya.

“Dengan Joanne?” Aku mengangguk.
“Oke, silakan duduk!” perintahnya.
Wawancara pun berjalan dengan lancar. Keesokan harinya, aku mendapat panggilan dari bagian HRD bahwa Mr. Dave menerimaku menjadi sekretarisnya.

***

Kota Ragon, 03 Maret 4012

Tidak terasa dua tahun aku menjadi karyawan Mr. Dave. Satu hal, statusku berubah. Dari sekretaris menjadi orang kesayangannya. Ya, dia menjadikanku kekasihnya. Kekasih hati yang tak mungkin dinikahi karena Dave sudah beristri. Aku cukup nyaman dengan hubungan ini karena diriku pun tidak terlalu memusingkan pernikahan.

Kehidupan duniawi melekat dengan gayaku. Belanja barang bermerek, keluar masuk tempat hiburan malam, dan berakhir di ranjang adalah rutinitas yang aku jalankan dengan Dave sepulang kerja. Anehnya, ketika aku dan dia menghabiskan malam bersama-sama dan besok paginya kembali kerja, kami berdua tidak pernah merasa lelah. Hal yang berbeda apabila aku terpisah darinya.

Jangan ditanya reaksi kedua orangtuaku ketika mengetahui kehidupanku. Mereka sangat marah. Namun, aku tidak peduli. Bagiku, aku baru merasakan kebahagiaan bersama Noah.

Cahaya mentari kembali membangunkanku. Deja vu rasanya mengingat dua tahun lalu, aku tidur sendiri. Namun sekarang, ada pria maskulin menemaniku beristirahat.

Laki-laki dengan tinggi badan 183 sentimeter, rahang kukuh, dan berdada bidang. Tidak ingin menyia-nyiakan ciptaan Tuhan yang sempurna ini, aku memandanginya tanpa henti.

Terselip rasa bangga dalam diri ketika dia memilihku sebagai kekasihnya di antara ribuan wanita yang rela mengantre hanya untuk semalam bersama Dave

“Dear, ayo bangun. Sudah siang.” Aku membangunkannya karena teringat dia harus menemui kolega di hari Minggu ini.

“Hm … aku masih ingin di sini dulu.” Bukannya bangun, dia malah menarikku ke dalam pelukannya dan akhirnya kami berdua mengulang kejadian semalam.

***

Hari beranjak siang. Sebelum dia pergi, aku sudah menyiapkan omelet sebagai sarapannya. Sembari menyantap makanan yang telah aku buat, sebuah pertanyaan terlintas di benakku.

“No, aku mau tanya. Alasan apa kamu menerimaku sebagai sekretarismu?”

“Sebentar, aku selesaikan makanku dulu,” sahutnya.

Setelah menyelesaikan acara sarapannya, dia memandangku dengan serius. “Kamu ingin tahu kenapa aku sendiri yang mewawancarai dan akhirnya memutuskan menerimamu sebagai sekretarisku? Karena aku tertarik dengan tato tribal yang ada di lenganmu,” jawabnya.

“Haaah? Bagaimana kamu tahu aku punya tato di lengan? Aku selalu menyembunyikannya,” tanyaku kaget.
Sekilas aku melirik tanganku. Aku ingat tato ini tergambar tatkala Mommy dan Daddy memutuskan bercerai. Sebagai ungkapan rasa marah dan kecewaku terhadap mereka yang egois memutuskan hal besar tanpa memikirkan aku.

“Kapan kamu melihat tatoku, Dave?”

Aku hanya mendapat senyuman. Dia selalu seperti itu, tidak pernah menjawab pertanyaanku dengan rinci.

“Aku berangkat dulu, ya, Sayang,” ujarnya sembari mengecup keningku.(*)

 

Surabaya, 28 Mei 2021

Fei Ling. Seorang wanita pekerja yang hanya ingin menuangkan isi dalam otaknya melalui tulisan.

Editor : Lily

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

 

Leave a Reply