Terjebak

Terjebak

Oleh : Ardhya Rahma

 

Jono terus mengawasi Siti yang sedari tadi tampak senyum-senyum sendiri sambil memandang layar ponselnya. Entah apa yang istrinya itu lihat atau tulis sampai dia bertingkah demikian. Pikirannya menduga yang bukan-bukan dan hal itu membuatnya kesal. Ia merasa diabaikan. Bukan hanya dirinya, anak mereka pun mengeluh karena ibunya lebih suka bergelut dengan handphone daripada membantu mengerjakan PR.

“Kamu ngapain, sih? Dari tadi senyam-senyum sendiri? Sejam lalu aku pulang dan kamu ndak menyambutku. Jangankan pisang goreng, secangkir kopi atau teh pun ndak ada,” omelnya kepada Siti.

“Bentar to, Mas. Aku harus membalas semua komentar pembaca ini, loh. Mereka penting buatku. Tanpa mereka, aku enggak akan dapat penghasilan tambahan. Kan kamu juga ikut menikmati uangnya!” balas Siti, tak kalah kesal. “Nih, lihat, dalam sejam saja aku sudah dapat ribuan like.”

Mendengar dalih istrinya yang tak kalah sengit, Jono hanya bisa diam.

Istrinya tak tahu bahwa sudah seminggu ini, dengan menggunakan akun palsu di media sosial, ia mengikuti tulisan-tulisan wanita yang sudah dinikahinya selama sepuluh tahun itu. Yang ia temukan, sebagian besar penggemar istrinya adalah pria. Ada satu di antara mereka yang begitu rajin memberi komentar di setiap postingan, dan istrinya tampak meladeni chat pria itu—yang lebih dirasakan Jono sebagai rayuan—dengan tak kalah menggoda.

Sejenak ia berpaling melihat piring-piring kotor yang menggunung di tempat cucian piring, kemudian kembali menatap istrinya. Kali ini, ada amarah yang mendidih di matanya kala istrinya kembali tersungkur di sofa dan melanjutkan kesibukannya.

Kemarahan Jono kembali menggelegak saat teringat apa yang ia baca tadi. Di kolom komentar saja mereka bisa dengan enteng saling menggoda, apalagi di inbox masing-masing.

Saat makan malam pun ulah Siti tak berubah. Istrinya yang dulu dengan telaten melayaninya dan anak-anak mereka di meja makan, kini makan pun terburu-buru. Kebiasaan makan sampai selesai dengan diselingi ngobrol santai sudah tidak pernah lagi terjadi. Setelah menyelesaikan makan dengan tergesa, Siti pasti akan kembali meraih ponselnya dan melakukan aktivitas yang di mata Jono tampak seperti orang gila. Istrinya itu tersenyum sendiri sembari menatap layar ponsel.

Satu jam kemudian

“Bu, aku nggak ngerti nih bahasa Jawa. Ajarin dong, Bu,” rajuk Tama, anak kedua Jono yang masih duduk di kelas tiga SD.

“Sana, tanya bapakmu! Kan dia orang Jawa juga, pasti ngerti bahasa Jawa. Ibu sibuk cari uang,” tolak Siti.

Wajah Tama ditekuk. Dengan kesal bocah lelaki berumur sembilan tahun itu mendekati Jono. Dari bibirnya terdengar sindiran, “Kerja apa! Senyam-senyum terus ngeliatin HP kok kerja.”

Jono yang melihat kejadian itu semakin dongkol. Siti benar-benar perlu diberi pelajaran.

***

Jono duduk di sebuah restoran menunggu pesanan pelanggan dibuat. Daripada menganggur ia memilih membunuh waktu dengan berselancar di media sosial. Ia sengaja membuka akun Siti. Setengah jam lalu, istrinya itu mengunggah cerita berjudul Istri Idaman. Memang luar biasa, dalam waktu singkat status Siti itu mendulang ribuan like dan ratusan komen.

Namun, Jono sama sekali tidak tertarik membaca cerita Siti dan mencari tahu alasan mengapa bisa mendapatkan ribuan like. Jono lebih memilih membaca satu demi satu komentar. Ada dua komentar yang menariknya berasal dari dua pria yang berbeda. Saling berbalas sehingga dua komentar itu menjadi panjang.

Terdengar nama Jono dipanggil untuk mengambil pesanan. Lelaki itu memasukkan ponsel ke dalam saku celana jin. Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas. Kalau biasanya rahang lelaki yang berprofesi sebagai sopir ojek online itu menegang setiap kali selesai membaca pujian dan rayuan tersirat di status istrinya. Kali ini tidak, bibirnya hanya tersenyum sinis.

***

Semakin hari ulah Siti semakin menjadi. Bukan hanya jadi enggan memasak untuk keluarga, tetapi ia juga kerap membentak anak-anaknya, bahkan mulai melakukan kekerasan fisik. Awalnya Jono tidak percaya mendengar laporan dari Dita, anak sulungnya. Namun, kejadian malam ini membuatnya percaya.

Baru saja Jono memarkir motor di teras ketika mendengar suara tangisan Tama dan teriakan Dita menyusul suara seperti lecutan.

“Ada apa ini?” Jono berteriak dan membuka pintu yang tak terkunci. Dorongan keras membuat pintu terbanting membentur dinding. Namun, ia tak peduli, apalagi melihat Tama tergeletak di lantai ruang tamu sambil menangis sesenggukan.

“Anakmu nakal. Dia membuat ponselku retak!” jawab istri Jono dengan nada marah.

“A-aku ndak sengaja, Pak,” Tama membela diri di sela isaknya.

“Iya, Pak. Adek nggak sengaja menyenggol tangan Ibu yang memegang ponsel waktu meminta ditemani belajar.”

Emosi Jono seketika memuncak mendengar laporan Dita. Ia menggendong Tama ke kamar dan meminta Dita menenangkan adiknya. Lantas lelaki itu kembali ke ruang tamu dan mendapati Siti berusaha memperbaiki ponselnya.

“Kamu ibu yang jahat. Demi kesenanganmu sendiri, kamu tega menyakiti anakmu!” tegur Jono dengan keras.

“Aku? Jahat? Ponsel ini alatku bekerja. Tidak ada ponsel, aku tidak bisa menulis dan mendapat uang. Kamu tahu itu!” Siti menjawab dengan ketus.

“Bekerja? Bukannya lewat ponsel itu kamu bisa berselingkuh!” tuduh Jono.

“Beraninya kamu memfitnah aku!” sanggah Siti.

“Siapa yang memfitnah? Selama ini aku tahu ulahmu yang merayu para pria.”

“Terus mau kamu apa? Kamu akan menceraikanku?” tanya Siti sambil tertawa kecil.

Tangan Jono terkepal mendengar Siti tertawa. Lelaki itu merasa diremehkan. Pasti Siti mengira ia tidak berani menceraikannya. Perempuan itu merasa di atas angin.

“Ya. Aku akan menceraikanmu. Bersiaplah!” tegas Jono.

“Kamu yakin?” Mata Siti berkedip beberapa kali. Dia seakan-akan tidak percaya dengan perkataan suaminya.

“Yakin sekali. Kamu pasti senang, kan? Sebentar lagi kamu bebas merayu setiap pria lewat inbox, kecuali Jaya,” balas Jono.

Siti mengerjap. Sepertinya dia terkejut mendengar nama seorang lelaki yang disebut suaminya.

“Kamu kaget aku kenal Jaya? Jelas aku mengenalnya, karena Jaya adalah aku.”

Jono berbalik dan meninggalkan Siti yang melongo di ruang tamu.

***

Surabaya, 17 Februari 2022

Ardhya Rahma, Penulis berdarah
Jawa-Kalimantan yang mempunyai hobi membaca dan traveling.

Editor : Rinanda Tesniana

Gambar : https://pin.it/2G4ARnn

 

Grup FB KCLK

Halaman FB Kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply