Tentang Kamu

Tentang Kamu

Tentang Kamu

Oleh : Sri Wahyuni

 

Sepertinya, alam semesta satu frekuensi dengan suasana hatiku saat ini, mendung, kelabu. Bukan apa-apa, hanya saja hati ini terasa hampa tanpa kehadiranmu. Meskipun bilangan tahun telah berlalu tapi rasa ini masih ada untukmu. Utuh. Tidak berkurang sedikit pun. 

“Kenapa harus jauhan sih, Mas?” tanyamu manja kala itu, dengan bibir mungilmu yang sengaja kau kerucutkan. Menggemaskan. Aku membelai rambut hitammu yang tergerai di pangkuanku. 

“Kenapa? Kamu mau ikut?” tanyaku sambil menatap bola mata indahmu.

“Sebenarnya ingin ikut, tapi….” Kalimatmu menggantung, aku tahu apa yang ingin kamu ucapkan. Ayahmu sudah berpulang sedangkan ibumu sedang sakit, apalagi kamu anak perempuan satu-satunya. Tidak mungkin tega meninggalkan beliau sendirian.  Nampak mendung di wajahmu, ingin rasanya untuk selalu disini menemanimu menghabiskan hari-hari indah bersamamu.

Aku tersenyum kecil, seolah menguatkanmu dan mengikhlaskan keadaan yang harus kita jalani, nyatanya hatiku sungguh berat harus berjauhan denganmu dan calon buah hati kita.

“Surabaya tidak jauh sayang, hanya tiga jam naik motor, nanti tiap akhir pekan Mas pulang ya, nengok kamu sama adek.” Aku mengelus perutmu yang masih rata, baru 2 bulan, jadi belum terlihat kehamilanmu. Baru kemarin kita larut dalam tangis bahagia, karena akhirnya Allah mengabulkan doa yang selalu kita panjatkan di sepertiga malam. Kamu hamil, setelah tujuh tahun penantian. 

“Tapi, nanti Mas capek kalau harus bolak-balik Madiun-Surabaya tiap minggu.”

“Kan obat capeknya, kamu.” Aku menyentil lembut hidung bangirmu. Kamu tersipu.

“Win… Winda….” Terdengar suara ibu mertua memanggil, kamu bergegas bangkit dan menghampirinya, tidak lupa senyum manismu kau hadiahkan untukku.

“Ya, Bu. Tunggu sebentar ya, Mas.” Aku mengangguk tersenyum lalu meraih laptop dari nakas, ada file yang harus kuperiksa. Sebenarnya berat harus ke Surabaya, tapi kantor cabang kekurangan tenaga ahli. Tidak baik juga menolak kesempatan, apalagi ada kenaikan gaji jika kuterima tawaran ini. Sebentar lagi anggota keluarga baru akan hadir, aku harus mempersiapkan banyak haĺ.

Lalu, rencana tinggallah rencana, aku tidak bisa selalu pulang tiap akhir pekan. Seringnya harus lembur saat akhir pekan, kadang juga meeting dadakan. Namun selalu pemakluman darimu yang menjadi pemantik semangatku, bertekad pekan depan akan pulang menemuimu. 

Bertemu denganmu menghilangkan semua penat dan lelah yang kurasa selama bekerja di perantauan. Kamu dan senyumanmu akan selalu menyambutku di depan pintu, mengambil alih tas ranselku lalu menggelayut manja di lenganku. Sesaat kemudian kamu akan menyuguhkan kopi buatanmu yang sudah menjadi candu bagiku. Kopi hitam ditambah senyum manismu.

“Capek, Mas?” tanyamu sambil memijat bahuku yang terasa kaku. Pijatan lembut tanganmu secara ajaib menghilangkan semua lelahku, apalagi saat kamu memelukku dari belakang sambil meluahkan segenap rindu.

Berada jauh darimu tidak mudah bagiku, embusan rindu kadang diterpa badai curiga. Bagaimana tidak, ketika raga lelah sepulang bekerja ada nomor tidak dikenal yang mengirimkan foto dirimu di depan rumah dengan laki-laki asing. Ditambah dengan bumbu-bumbu yang membuat hati terbakar api cemburu. Inginku segera mendapatkan penjelasan darimu, namun aku sadar, aku tahu, aku tidak boleh gegabah dan sembarangan mencurigaimu.

Aku diam, menanti akhir pekan yang terasa lebih lama dari biasanya. Aku ingin penjelasan darimu, siapa yang beraninya menemuimu tanpa kehadiranku. Tanganku menggapai ponsel yang tanpa sadar kulempar ke kasur kamar kosku. Kutekan logo telepon berwarna hijau dengan nama kontak My Sweet Heart. Foto profilmu terpampang memenuhi layar, membuatku semakin rindu.

Amarah yang semula merasukiku sirna mendengar merdu suaramu, lembutnya seakan menghanyutkanku. Cerita tentang pagimu yang terkadang masih mual, tentang Ibu yang sudah semakin membaik dan tentang calon buah hati kita yang sekarang sudah mulai menendang menghangatkanku, hatiku berangsur tenang, aku percaya hatimu masih milikku. 

Jarum jam menunjukan angka sebelas, aku belum salat Isya. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil wudu, kurasakan dinginnya air wudu menjalar ke seluruh bagian tubuhku. Kantuk yang tadi sempat menyerang sekarang sirna. Disinilah aku sekarang, duduk bersimpuh memohon keselamatan dan penjagaan untukmu dan buah hati kita. (*)

Magetan,15 Januari 2022

Sri Wahyuni, anak kelas Lokit yang masih tertatih mengejar mimpi menjadi seorang penulis.

Editor : Nuke Soeprijono

 

Sumber Foto

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply