Teka-Teki Miranda
Oleh: Mohamad Rizky Yanuartha
Malam hari di Pvillyre—nama sebuah pavilliun tempat para penyihir api belajar yang terletak di kawasan Gunung Leyre yang masih aktif.
“Wah, kalian betul menemukannya!” Calvin terlihat takjub. “Kalau begitu, ayo pergi sekarang sebelum ayahku tahu kalau Flora sudah membohonginya!”
“Sebetulnya tadi aku tidak bohong, sih,” Flora menjelaskan. “Pegasus di kandang peternakan sekolah kita memang ada yang hilang. Entah takdir atau apa, tapi setelahnya kita menemukan buku ini.”
“Pegasus di peternakan betulan ada yang hilang?” tanya Calvin memastikan. “Duh, Ayah bisa kena masalah besar, nih.”
“Kau dihukum lagi? Kali ini kenapa?” tanya Flora mengernyit pada Calvin yang wajahnya hitam legam.
“Tadi ketika pelajaran menurunkan titik didih, sihir apiku terlalu kuat dan terlalu besar, membuat kuali percobaanku meleleh, eh, bukan-bukan, tapi meledak! Bum! begitu!” jelas Calvin.
Ayah Calvin, yaitu Pak Volcan merupakan pengajar para penyihir elemen api. Sore itu Calvin dihukum tidak boleh ke Gedung Utama dan harus berdiam diri di Pvillyre sendirian sampai jam malam dimulai. Pak Volcan ini juga bertanggungjawab atas peternakan pegasus yang berada di sekeliling Gedung Utama.
***
“Unicorn memang hewan misterius. Sangat langka dan jarang ditemui,” celetuk Sky ketika duduk di sebuah kursi di dalam pavilliun. Ia mulai membuka buku tua temuan Flora yang bergambar seekor kuda bertanduk dan bersayap. Tanduk hewan itu sangat runcing dan terpilin spiral, sedang kedua sayapnya sangat besar dan lebar. Terlihat gambar seekor unicorn dengan rambut, sayap dan ekor yang berwarna sangat indah. Pada sampul buku itu tertulis, “Miranda Sang Agung”.
“Bagaimana kalian bisa menemukan buku ini?” tanya Calvin penasaran.
“Di perpustakaan,” jawab Flora. “Aneh, kan? padahal berhari-hari kita sudah mencari di sana, di setiap ruangan dan di setiap sudut. Kali ini bahkan aku dan Sky tidak berniat mencari buku itu. Tiba-tiba saja ketemu saat di perpustakaan.”
“Mungkin memang sudah jalannya,” kata Calvin sambil terkekeh. “Sekarang apa?”
“Kita tunggu Sky membaca buku itu.”
Sky, Calvin dan Flora memang suka sekali melakukan hal-hal semacam ini. Sudah menjadi hobi mereka setiap waktu. Memecahkan masalah, teka-teki dan menyelidiki sebuah kasus, terutama mengenai makhluk-makhluk sihir.
***
“Penulis buku ini sangat merahasiakan lokasi unicorn yang ia temui. Namun ada beberapa petunjuk yang bisa kuperkirakan sendiri setelah membaca buku ini,” kata Sky setelah selesai membaca buku tebal dan usang berjudul “Miranda Sang Agung” itu. “Unicorn itu ditemukan si penulis di sebuah hutan sihir dan sudah diamankan karena hidupnya cukup terancam.”
Plaak!
“Aduh, sakit tahu!” teriak Calvin pada Flora sambil memegangi bahu kanannya.
“Tadi ada lebah madu,” kata Flora berusaha menjelaskan. “Bagi kami para penyihir elemen tanaman, lebah madu biasa digunakan sebagai mata-mata.”
“Kau terlalu berlebihan!” tandas Calvin, masih terlihat kesal.
“Iya, maaf.”
“Ada banyak hutan sihir di luaran sana,” kata Calvin kebingungan. “Bagaimana cara kita mencarinya?”
“Untungnya nama si penulis ini tidak disamarkan,” tambah Sky. “James de Archie, nama keluarganya sama seperti salah satu guru di sekolah ini. Kita harus cari tahu, mungkin mereka berhubungan.”
Calvin dan Flora terlihat paham.
“Tunggu-tunggu,” ujar Flora teringat sesuatu. “Bu Lupe de Archie maksudmu?”
“Iya, mungkin,” jawab Sky agak ragu. “Aku tidak tahu, aku hanya ingat sekilas bahwa ada pengajar yang bermarga sama seperti si penulis.”
Calvin masih terlihat mengikuti.
“Bu Lupe kan, pengajar pengganti di kelasku selama seminggu ini,” ujar Flora. “Serius kita mau bertanya padanya? Beliau baru mengajar dua hari ini.”
“Mungkin ini memang sudah jalannya,” Calvin terlihat terkekeh, “sepertinya semua memang sudah digariskan untuk mempermudah jalan kita.”
“Bagaimana kita bisa bertemu dengan Bu Lupe ini?” tanya Sky pada Flora.
“Tentu saja di rumahnya!” jawab Flora enteng. “Sekalipun dari kita bertiga tidak ada yang tahu beliau tinggal di mana.”
“Berhubung Gedung Utama selalu ditutup tiap malam dan kita tidak bisa keluar dari asrama, tidak mungkin kita bisa menemui beliau selain pada jam pelajaran dan jam istirahat,” kata Sky mencermati keadaan. “Haruskah kita menyusup ke ruang arsip guru di perpustakaan sekarang?” tanya Sky pada kedua temannya.
“Itu lebih seru daripada harus menunggu besok,” kata Calvin antusias.
“Kau baru saja dihukum, ingat?” celetuk Flora pada Calvin. “Yah, sebetulnya aku juga sudah sangat penasaran.”
“Kalau begitu ayo, kembali ke Gedung Utama, sepertinya sebentar lagi jam malam akan segera dimulai,” kata Sky memberi komando. “Jika sudah lewat jam malam kita malah tidak akan bisa kembali ke Gedung Utama.”
Sky, Calvin dan Flora segera meniup benda kecil yang menggantung di kalung masing-masing. Sebuah alat pemanggil yang dimiliki semua murid.
Tswuuut….
Tak lama tiga makhluk kuda bersayap terlihat datang menerima panggilan. Tiga ekor pegasus dari kandang di peternakan terbang menghampiri mereka. Dengan cepat, Sky, Calvin dan Flora terbang menuju Gedung Utama.
Sesampainya di halaman samping, mereka mengendap-endap memasuki Gedung Utama dan segera menuju ruang perpustakaan. Ketika itu perpustakaan masih terbuka, namun sudah sangat sepi. Pada bagian arsip pengajar mereka menemukan berkas mengenai orang yang mereka cari, Lupe de Archie.
“Baiklah, ini dia,” bisik Sky kemudian membuka berkas tersebut. “Lupe de Archie, usia 25 tahun, jenis kelamin perempuan—”
“Sudah? Sebaiknya kita cepat pergi!” bisik Flora agak takut jikalau mereka ketahuan. Jam malam sepertinya sudah dimulai.
“Oke, sudah. Ayo, pergi!” jawab Sky.
Mereka kembali mengendap-endap menyusuri lorong menuju sebuah ruangan tak terpakai bekas ruang laboratorium.
“Bagaimana?” desak Calvin.
“James de Archie adalah Kakek dari Bu Lupe. Beliau sudah meninggal 80 tahun lalu dan menariknya dulu beliau juga pengajar di sekolah ini,” jelas Sky.
“Lalu?” tanya Flora masih penasaran. “Tunggu sebentar, apa itu di jubahmu?”
“Mana?” Sky segera berbalik. Calvin yang berdiri disamping Sky segera menonjok punggung Sky. “Aduh, apaan, sih!”
“Ada lebah, bahaya. Nanti kau disengat,” kata Calvin. “Biar kupukul lagi.”
“Sudah, sudah. Biar kulepas saja.” Sky segera melepas jubah itu dan menginjak si lebah yang menempel. “Beres! Huh, sampai mana tadi? Oh, iya, menariknya, tahun buku itu ditulis dengan tahun di mana James de Archie ini menemukan unicorn yang diberi nama Miranda adalah dalam kurun waktu yang sama, yaitu ketika beliau mengajar di sini.”
“Oke. Lalu?” ujar Calvin tidak paham.
“Ingat, di dalam buku, Unicorn ini ditemukan di sebuah hutan sihir. Jika waktu itu beliau masih mengajar di sekolah ini. Bukan tidak mungkin Miranda sang unicorn ini disembunyikan di wilayah sekolah yang lebih aman,” Sky terlihat berseri-seri. “Maksudku di hutan sihir milik sekolah, yaitu di Pvillant.”
“Hutan tempatku belajar?” kata Flora agak tidak percaya. “Kawasan tempat para penyihir elemen tumbuhan belajar?”
“Iya, seharusnya begitu,” tandas Sky. “Mungkin ini memang ada hubungannya dengan Bu Lupe yang mengajar sebagai guru pengganti di kelasmu.”
Kreeeett!
Terdengar suara pintu terbuka. Terlihat siluet seseorang berdiri di depan pintu.
“Kalian lama sekali memecahkan teka-teki ini.” Sosok siluet itu bergerak mendekat. “Lima jam tidak bisa dibilang terlalu lama, sih. Cukup luar biasa.”
Sosok Bu Lupe tersenyum memandang ketiga anak itu. “Sekarang aku bisa memperlihatkan Miranda kepada kalian.”(*)
Tentang Penulis:
Mohamad Rizky Yanuartha, lahir di Bojonegoro, 23 Juni 1997. Anak tunggal dari pasutri yang sudah tak utuh lagi. Ia merasa bahagia hidup dalam mimpi-mimpi semu dan imajinasi tanpa batas.
FB: Rizky Yanuarta
IG: MRYanuartha
TW: MRYanuartha
Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita