Tak Lebih Luas dari Tutup Botol dan Lebih Sempit dari Lubang Jarum

Tak Lebih Luas dari Tutup Botol dan Lebih Sempit dari Lubang Jarum

Tak Lebih Luas dari Tutup Botol dan Lebih Sempit dari Lubang Jarum

Oleh : Uzwah Anna

Aku rasa adalah suatu bentuk “kebodohan mutlak” atau “ketololan yang hakiki” jika menghargai dan menghormati seseorang hanya dari bentuk fisik tanpa memahami kelebihan dari orang tersebut. Harap diingat, jika perlu tempel di jidat—pakai paku beton sekalian, biar tak kabur diembus angin!—bahwa manusia tak memiliki hak istimewa untuk bernegosiasi dengan Tuhan. Manusia tak bisa melakukan tawar-menawar layaknya penjual dan pembeli di pasar demi menentukan harga ikan asin, misalnya. Atau berdiskusi, beradu argumen semacam para pemuda-pemuda aktivis pada zaman kolonial Belanda dulu.

Mungkin manusia bisa “merayu” Tuhan, tetapi hanya manusia yang memiliki “level” tertentu saja yang mampu melakukannya. Dan itu dilakukan ketika dia sudah benar-benar dalam wujud manusia, bukan roh.

Namun yang pasti, manusia tak bisa merengek-rengek serupa bayi yang haus dan lapar minta disodori ASI, berharap agar dia dilahirkan dalam bentuk seperti Angelina Jolie atau Anne Hathaway yang memiliki tatapan tajam dan bibir sekseeehhh … atau serupa Happy Salma dan Adenia Wirasti yang berkulit eksotis dan bertubuh sintal. Seperti Ario Bayu, Reza Rahadian, Syah Rukh Khan, atau Keanu Reeves yang gagah pun juga bercambang tipis (kedip-kedip, kelilipan cambang). Atau mungkin seperti Bung Karno yang cara berpidatonya berkobar-kobar sehingga mampu menggetarkan dada pendengarnya, flamboyan, senyumnya selegit madu dan sudah barang tentu disukai banyak kaum hawa. 

Tak bisa!

Manusia sebelum menjadi manusia (baca: roh) tak bisa meminta hal-hal semacam itu pada Tuhan.

Jadi, mbok yooo … berhentilah memandang manusia hanya dari bentuk fisik semata. Zaman sudah semodern ini, pemikiran juga mesti lebih maju. Pun isi otak juga mesti di-upgrade. Jangan mau kalah dengan smartphone, dong. 

Sudah seyogianya memanusiakan manusia sesuai kemampuannya, di bidang apa pun. Jika perlu, buat forum dan ajak mereka fokus pada talenta masing-masing. Bukan justru menyuapi dan berusaha menyodoki manusia-manusia tersebut dengan suatu bidang yang tak ada minat sedikit pun di dalamnya. Kemudian memandang sebelah mata hanya dari “bentuk fisiknya” dan melontarkan kata-kata binatang. 

Sangat disayangkan!

Kenapa demikian? Sebab sejatinya Tuhan sengaja menciptakan makhluk-Nya berbeda-beda. Ya, ya, ya … aku tahu ini merupakan kalimat yang sangat pasaran dan klise. Intinya, kalau semua manusia diciptakan dalam bentuk yang seragam, meski sejatinya keseluruhan bentukan mereka cakep dan cantik, sudah dapat dipastikan, dunia akan membosankan! 

Sangat, sangat, sangat membosankan!

Ke mana pun pergi akan bertemu dengan manusia yang bentuknya sama persis seperti dirinya, begitu-begitu saja. Lama-lama akan enek dan muntah. Sebab isi dunia serba monoton. 

Bukankah lebih asyik jika dunia ini dipenuhi dengan banyak warna, banyak rupa? Dengan bentuk yang beragam pula pastinya. Contoh: seperti bentuk fisikku yang pendek, pesek, item, tembem dan … gendut (yahhh … ini hanya pembelaan semata terhadap bentuk fisik kaum mayoritas di kampung kelahiranku). Namun, bukankan ini suatu keunikan tersendiri jika orang yang memiliki bentuk fisik sepertiku disejajarkan dengan orang keturunan Tionghoa, Arab, Eropa, India, atau bahkan daerah-daerah lain di Indonesia. Karena setiap daerah memiliki bentuk fisik yang khas. Seperti: Medan, Aceh, Makasar, Papua, dll. 

Bukankah orang-orang dengan fisik yang khas seperti itu akan lebih menarik dan unik jika berdiri sejajar. Ada yang pendek, ada yang tinggi, ada yang cungkring, ada yang gendut, ada yang hitam, ada yang putih, rambut keriting, rambut lurus, pesek, mancung, mata belo, mata sipit. Asyik, bukan?

Tentu saja asyik!

Kata orang bijak, sebenarnya hidup itu sangat asyik. Tergantung bagaimana cara manusia itu sendiri menjalani dan menyikapi hidupnya.

Oke, sepertinya aku sudah terlalu banyak ngemeng. Seolah-olah tak memiliki seabreg-abreg pekerjaan sehingga mesti berlama-lama duduk manis seraya mantengin layar smartphone.

Semoga yang kumaksudkan di atas  dapat ditangkap dan dicerna dengan baik. Kunyah dulu menggunakan gigi. Sekiranya dirasa terlalu keras, ya, diamkan sejenak di rongga mulut. Diemut, biarkan berpadu dengan saliva agar lumer. Jangan langsung ditelan secara utuh. Agar tak tersedak dan langsung collapse

Kesimpulannya: aku tak menganggap bahwa pikiranku lebih luas dari tutup botol. Namun yang pasti, pemikiran “orang-orang tersebut” lebih sempit dari lubang jarum! (*) 

Sh, 22 Agustus 2019

20:33

Uzwah Anna, lahir, tumbuh dan besar di sebuah pelosok kampung, di Kabupaten Malang. Gemar kulineran bakso dan soto. Pecinta kudapan tape goreng, tahu isi, dan cilok. Suka berkebun buah dan bunga. Mawar merah merupakan bunga terfavorit!

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

 

Leave a Reply