Sunrise

Sunrise

Oleh: Melati ER

Di suatu siang, Zahra terlihat bersedih. Ia sampai tidak mau makan, dengan alasan perutnya sudah kenyang. Ia tidak ingin memasukkan makanan ke mulutnya. Ia hanya berdiam diri di ruang tengah, sambil menonton televisi tanpa benar-benar memperhatikan televisi tersebut.

“Ayo, makan Zahra, nanti kamu masuk angin,” kata Bunda berusaha membujuk.

“Enggak mau! Malas makan, Bun. Bosen di rumah terus, pengen liburan kayak teman-teman,” ujarnya cemberut.

“Iya, Bunda paham, tapi sekarang makan dulu, baru jalan-jalan,” jawab Bunda serius.

“Janji, ya, Bun,” ucap Zahra sambil menyorongkan kelingkingnya pada Bunda untuk ditautkan.

“Siap. Siapa takut,” jawab Bunda, lalu menyambut tautan kelingking Zahra.

Setelah itu, Zahra pun ke dapur dan mengambil nasi serta lauk dari atas meja makan. Kemudian ia duduk dan menyantap dengan lahap nasi yang berada di piring, bahkan ia tambah lagi nasi dan lauknya, karena menurutnya, masakan bundanya sangat enak. Bunda memang sengaja memasak makanan kesukaan Zahra.

“Pinter anak Bunda.”

“Enak! Besok kalau pergi bawa bekalnya, masak makanan ini, ya, Bun.”

“Iya, Bunda pasti siapkan untukmu.”

Setelah makan, perasaan Zahra semakin membaik. Ia pun bermain bersama Miomio, kucing kesayangannya.

“Mio, aku mau jalan-jalan sama Bunda dan Ayah, kamu di rumah aja, ya. Jangan nakal!” ujar Zahra sambil membelai kepala Mio, si kucing yang sedang tidur melingkar di dekat kaki Zahra.

Mio diam saja, hanya sesekali menoleh sambil mengerjapkan matanya.

“Meeooow!”

Tiba-tiba si kucing mengeong kencang. Zahra terkejut. Miomio, si kucing putih dengan badan gemuk terlihat menyeringai karena tak sengaja ekor Mio terinjak saat Zahra akan berdiri. Si kucing pun melompat cepat ke sofa di depannya, membuat Zahra jatuh terduduk.

“Aduuh!” teriak Zahra keras.

Mendengar teriakan Zahra, Bunda segera menghampiri putri semata wayangnya yang terduduk di karpet, di depan lemari televisi.

“Kenapa kamu, Nak?” tanya Bunda dengan tergopoh-gopoh.

“Mio, Bunda, Mio ngagetin aku,” jawabnya.

***

Hari yang ditunggu Zahra pun tiba. Ia sudah menyiapkan baju, jaket, dan beberapa kaos serta celana panjang untuk berlibur melihat sunrise. Hatinya bahagia hingga selalu bersenandung lagu naik-naik ke puncak gunung. Melihat putrinya senang, Bunda pun senang Zahra kembali pada keceriaannya. Apalagi Riri, sepupunya, datang juga bersama orang tuanya berkunjung ke rumah Zahra. Keduanya sama-sama masih duduk di kelas tiga sekolah dasar.

“Ri, nanti ikutan melihat sunrise, ya? Pastinya seru. Pagi yang dingin sambil melihat matahari terbit dari balik awan,” katanya dengan berbinar-binar.

“Oh, ya? Kapan itu Zahra?”

“Besok!”

“Wah! Keren, ya.”

“Zahra, kucingmu lucu banget. Boleh aku pinjam?”

“Iya, boleh. Namanya Miomio.”

Dengan lembut, Riri membelai Miomio serta menggendongnya. Si kucing pun tidak menolak, anteng berdiam di pelukan Riri.

***

Keesokan paginya.

“Ayo, Zahra, abis salat Subuh, kita lihat sunrise!” ajak Bunda sambil mengguncang tubuh  putrinya. Zahra berusaha membuka mata sambil mengucek-ucek. Hari masih gelap, dengan perlahan diambilnya botol air mineral untuk berwudu. Selesai salat di dalam tenda, Zahra bergabung dengan kedua orang tuanya yang sedang menikmati mie seduh sambil menanti matahari terbit.

“Ih dingin, ya. Apalagi semalam habis hujan di dalam tenda terasa membeku,” ujar Zahra yang duduk di atas alas seadanya.

“Lihat itu! Matahari sudah mulai menampakkan warna saga yang dikelilingi awan putih!” seru Ayah sambil memberikan teropongnya pada Zahra. Sementara Bunda sibuk mengambil foto saat Zahra sedang mengintip dari balik teropong. Beberapa bidikan dengan pose yang bagus, ia kirim ke WhatsApp putri cantiknya.

Zahra terlihat tersenyum senang, rambutnya yang tergerai tertutup topi rajut. Tubuhnya masih terbalut pakaian tidur dan mengenakan baju hangat, ia terus memperhatikan pergeseran matahari dari mulai berwarna merah saga di sekitarnya hingga lambat laun muncul matahari dari ufuk timur.

“Ayah! Cantik sekali warnanya, saat matahari mulai menerangi bumi, itu indah sekali, ya,” serunya sambil terkekeh.

Setelah puas perhatiannya terhadap terbitnya matahari atau dikenal dengan sebutan sunrise, Zahra meraih ponselnya untuk melihat foto yang dikirim oleh Bunda. Ia sangat senang dengan hasil bidikannya.

Tak lama kemudian, Zahra mengirim gambar indahnya ke WhatsApp Riri, agar sepupunya juga bisa menikmati kebahagiaan melalui beberapa jepretan Bunda tentang indahnya sunrise.

Riri pun mengirim foto dirinya bersama Miomio yang kepala si Mio diberi kupluk rajut karena di atas bukit sangat dingin. Zahra tersenyum melihat Miomio yang sedang bepergian bersama Riri. Ia cukup bahagia berkemah di lapangan dekat rumah bersama orang tuanya sambil menikmati matahari terbit. (*)

Bumiku, 13 Desember 2021

 

Melati ER. Penulis dan penyuka anak-anak. “Menulis cerita anak itu seperti menggali kenangan masa kanak-kanak. Masa di mana seorang anak banyak belajar tentang dirinya dari lingkungan yang membesarkannya. Dengan membaca buku yang sarat pesan tersirat, berharap mereka dapat memetik kebaikan yang ada.” Temui di Facebook: Melati Fortune.

 

Editor: Imas Hanifah N
Gambar: Pixabay

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

 

 

Leave a Reply