Side to Side
Oleh: Imas Hanifah N
Terbaik ke-8 #Tantangan_Lokit_13
Tahun 2080.
Pengeboran minyak di salah satu wilayah di dunia menimbulkan bencana. Sebagian daratan di wilayah tersebut terendam lumpur panas. Amerika memulai rencana senjata nuklir diam-diam. Israel yang telah memulainya lebih dulu melakukan kesalahan. Beberapa teroris mengambil senjata tersebut dan meledakkannya lewat pesawat komersil. Pesawat yang kemudian jatuh tepat, di Indonesia. Ratusan ribu rakyat dan hewan meregang nyawa. Ribuan bangunan hancur.
Jakarta sudah tenggelam. Gelar ibukota sudah dicabut jauh-jauh hari.Jepang dilanda hujan asam berkali-kali. Teknologi mutakhir sulit untuk mengembalikan keadaan membaik.
Hutan telah musnah. Oksigen tak lagi jernih.
Jutaan manusia terpapar radiasi nuklir. Bayi-bayi terlahir cacat. Kejahatan merajalela.
***
Di sebuah masjid.
Berbagai jenis orang berdesakan. Pelacur, pembunuh, preman, jaksa, anggota DPR, tukangbubur, guru, remaja, janda, artis, berkumpul. Menangis dan menjerit.
Seorang ulama terus mendengungkan salawat. Lantunan ayat suci tak henti-henti mengalir. Mereka benar-benar ketakutan.
Di sebuah gereja.
Para jemaat berdoa. Segala jenis orang juga berkumpul di sana. Orang-orang yang ingin bertobat, orang-orang yang kebingungan, orang-orang yang merasa putus asa.
Di penjara bawah tanah.
Puluhan tahanan terjebak dan tak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada yang peduli akan nasib mereka.
Di sebuah sekolah yang dijadikan tempat pengungsian.
Guru-guru menjelaskan kepada anak-anak tentang apa yang harus dilakukan jika mendengar pesawat mendekat. Takut kalau-kalau kecelakaan nuklir terulang kembali.
Anak-anak menangis tertahan. Sebagian besar terpisah dari orangtua mereka. Sulit untuk pergi ke luar gedung sekolah. Mereka telah terjebak puluhan hari.
Di istana presiden, presiden sendirian. Tidak ada yang bisa diperintah. Tak ada yang peduli pada jabatan, uang, posisi dan semacamnya. Hanya nyawa. Hanya keinginan untuk tetap bertahan hidup.
Di Korea Selatan.
Delapan puluh persen rakyatnya memilih bunuh diri. Jalan-jalan dipenuhi mayat artis dan penggemarnya.
Di belahan dunia lain, hujan es tak dapat dihindari. Perubahan cuaca tak mampu diprediksi. Badai dan tsunami menyapu ganas penduduk pantai.
***
Billy mengais makanan di reruntuhan mall. Ia berdiri dengan keadaan hampir telanjang. Hanya memakai celana dalam saja. Cuaca terlalu panas. Lagipula, ia tak peduli. Tubuhnya dipenuhi borok. Tak nyaman jika harus memakai baju. Itu akan membuat boroknya semakin perih.
“Bil, apa yang kamu dapat?”tanya Jesika, nenek tua yang sebelah tangannya—sebulan yang lalu—baru saja diamputasi. Ia mengalami infeksi berat.
“Aku tidak punya yang lain, hanya ini.”
Billy melemparkan sepotong roti pada nenek tua itu. Pemuda tersebut kemudian pergi begitu saja.Jesika ingin mengutuk ketidaksopanan Billy. Akan tetapi, ia sadar diri. Mana ada yang sudi menghampiri dan baik pada dirinya yang renta dan menjijikkan.
Perempuan itu menatap langit dengan nanar. Ia merindukan warna langit seperti telur asin. Sekarang, warnanya berubah jadi kelabu.
Seorang bocah kecil dengan mata yang borok mendekat ke arah Jesika. “Nek, aku lapar ….”
Jesika menyodorkan roti yang diberikan oleh Billy. Ia juga lapar, akan tetapi, cucunya tentu saja, lebih membutuhkan.
“Lari, Jesi!” teriak seseorang yang langsung meraih tangan wanita renta itu. Dengan kekuatan yang tersisa, keduanya lari pontang-panting. Suara gemuruh yang memekakkan telinga semakin mendekat.
“Ada apa?”
“Bom!”
Rentetan ledakan yang sambung-menyambung mengakibatkan pendengaran dua orang yang sedang berlari menjadi tuli. Baik Jesika atau orang yang sedang menyeretnya, tidak dapat mendengar sedikit pun suara lagi.Keduanya masih berlari tak tentu arah. Entah kemana mereka harusnya berlari.
“Tunggu!” teriak Jesika. Namun, tentu saja, orang yang sedari tadi menyeretnya itu tidak mendengar.Sekuat tenaga, Jesika melepaskan cengkraman orang tersebut.
“Kita harus pergi dari sini, Bu!”
Jesika tidak mendengarnya. Perempuan itu berbalik. “Aku harus menyelamatkan cucuku!”
“Apa?!”
Jesika berbalik arah dan berlari dengan segala daya. Sementara orang tadi hanya diam. “Ibu, kamu melupakan aku.”
Jesika, nenek renta yang lupa tentang siapa orang yang menyeretnya tadi, kembali berlari mencari cucunya. Sulit, tapi ia terus mencari.
Jesika berpapasan dengan orang-orang yang sama-sama berlari. Ia ingat, tadi katanya ada bom. Jesika berbalik dan berlari lagi.Ia kembali melupakan cucunya. Benar, ketika dunia ini berakhir, semua orang, saling melupakan.
Tasikmalaya, 2019
Tentang Penulis:
Imas Hanifah Nurhasanah. Wanita kelahiran 22 tahun silam ini bercita-cita menjadi penulis sejak kecil. Ia juga menyukai jus alpukat, kucing dan kelinci.Ia bisa dihubungi via sosial media di facebook: Imas Hanifah N atau Ig: @hanifah_bidam.
Komentar juri:
Cerita yang sedikit mengejutkan karena pas asyik-asyik baca, tahu-tahu sudah habis saja. Hehe … iya, cerita ini memang terbilang singkat tapi mendetail. Kehancuran yang merajalela tergambarkan dengan baik. Di awal pembacaan, ketegangannya sudah bisa saya rasakan. Beragam kepanikan pun terasa kuat, termasuk yang tokoh utama alami. Sampai kemudian ditutup dengan akhir yang ironi. Good :’)
-Triandira
Tantangan Lokit adalah perlombaan menulis cerpen yang diselenggarakn di grup KCLK.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata