Si Pencuri Permen
Oleh: Ken Lazuardy
“Tujuh belas … delapan belas … sembilan belas ….” Suara Cindy yang sedang menghitung jumlah permen buah warna-warni di dalam stoples tiba-tiba terhenti.
Cindy, si pencinta permen, terkejut karena jumlah permen di dalam stoples tampak berkurang dengan keadaan tutup stoples yang terbuka. Gadis yang rambutnya suka dikepang dua itu, baru menyadari ketika akan mengambil permen. Dalam satu hari, dia hanya akan memakan tiga buah permen, begitulah aturan dari mamanya yang harus dia taati, agar tidak makan permen terlalu banyak. Bagaimana mungkin, dalam tiga hari isi stoples itu terlihat sangat cepat berkurangnya?
Cindy sibuk mencorat-coret di kertas, dia menghitung berapa jumlah permen yang hilang. Jika permen yang awalnya penuh berjumlah 40, tiga hari terlewati berarti 9 buah sudah dimakan. Sisanya seharusnya 31 buah. Jika hanya ada 19 buah, artinya ada 12 buah permen yang hilang. Cindy merasa bangga karena ilmu Matematika yang selama ini ia pelajari di sekolah, dapat digunakan kali ini.
“Siapa, ya, yang mengambil permenku tanpa izin?” tanya Cindy pada diri sendiri.
Dia berencana akan menemukan si pencuri permen dengan caranya sendiri. Kemungkinan si pencuri adalah salah satu anggota keluarga Cindy. Apakah Mama? Papa? Kak Diany? Atau Tomi? Cindy mengernyitkan dahi, sambil berpikir tentang cara agar dia dapat menangkap basah si pencuri.
Esok harinya, setelah selesai bersiap berangkat ke sekolah, Cindy keluar kamar dengan membiarkan stoples permen terbuka dan meletakkan kembali stoples tersebut di atas meja belajar seperti biasa. Cindy melakukan ini untuk memastikan apakah permennya kali ini akan berkurang lagi atau tidak. Pulang sekolah nanti dia akan menghitung kembali jumlah permennya. Ketika sarapan pagi bersama, sambil menyantap roti panggang keju buatan Mama, Cindy mulai menanyakan perihal hilangnya beberapa permen kepada semua anggota keluarga.
“Ehem ….” Cindy berdeham untuk memulai pembicaraan. ”Mama, Papa, Kak Diany, dan Tomy! Cindy mau tanya, apakah ada yang mengambil permen buah Cindy? Bukan bermaksud menuduh, tapi Cindy hanya memastikan.” Cindy bertanya sekaligus memberi penjelasan agar tidak menyinggung perasaan. Semua menggelengkan kepala setelah mendengar pertanyaan Cindy.
Kak Diany menjawab,”Aku nggak ambil, loh, Dek. Kamu tau kan kalo aku nggak suka permen, aku lebih suka cokelat daripada permen.” Cindy baru ingat kalau Kak Diany memang tidak suka makan permen sehingga nama Kak Diany tercoret dari daftar tersangka. “Pelakunya pasti antara Mama, Papa, atau Tomi,” gumam Cindy.
“Mama dan Papa juga nggak mungkin ambil, kan, Sayang?” sambung Mama sambil tersenyum. Mama melanjutkan penjelasannya, “Mama dan Papa jika ingin mengambil apa pun dari kamar Cindy pasti akan bilang terlebih dahulu, seperti yang Mama ajarkan kepada anak-anak Mama, iya, kan?” Penjelasan Mama juga masuk akal. Cindy jadi semakin curiga kepada Tomi yang sedari tadi sibuk memakan serealnya.
Dari awal sebenarnya Cindy mencurigai Tomi, si bungsu, karena beberapa kali Tomi terlihat keluar dari kamar Cindy secara dian-diam.
“Oh, jadi Tomi, ya? Nggak apa-apa, kok, Tom. Kak Cindy nggak akan marah sama Tomi. Tomi ngomong sejujurnya saja,” jelasku pada Tomi.
“Tomi, nggak ambil, kok, Kak. Beneran, deh!” jawab Tomi sambil menyeka bibirnya yang belepotan susu.
Cindy hanya tersenyum mendengar penjelasan Tomi sambil berkata,”Oh, oke. Maaf, ya.”
Siapa lagi yang mencuri permen jika bukan Tomi? Rasa penasaran Cindy semakin bertambah, setelah sepulang sekolah dia dapati permen di stoples berkurang kembali.
Cindy memutuskan akan melakukan rencana penyelidikan berikutnya. Besok, pasti akan ketahuan siapa pencurinya.
Esoknya, stoples Cindy biarkan tetap terbuka seperti hari sebelumnya, lalu dia taburi glitter berwarna merah di bagian luarnya, di bibir stoples dan di atas meja. Tinggal menunggu saja, tak sabar sepulang sekolah dia akan segera mendapat petunjuk berikutnya. Rencana Cindy ternyata membuahkan hasil. Dia melihat stoples sedikit bergeser dari tempat asalnya dan terdapat jejak bubuk glitter. Lalu, Cindy menyusuri jejak bubuk glitter yang ditinggalkan si pencuri, terlihat bubuk glitter tercecer dan menuju ke arah jendela kamarnya. Berarti ada yang keluar masuk kamar Cindy ketika dia sedang di sekolah. Kebetulan besok hari Minggu, Cindy akan melakukan rencana terakhirnya.
Pagi hari, Cindy kembali membuka stoples permennya. Lalu dia mengolesi stoplesnya dengan lem super lengket di bagian luar dan bawah stoples. Cindy bersembunyi di bawah tempat tidur, dengan mata yang siap mengawasi, siapa yang keluar masuk kamar dan mengambil permennya.
Beberapa menit kemudian, pintu kamarnya terbuka. Terlihat Tomi membuka pintu kamar, dia memanggil nama Cindy berkali-kali, akan tetapi Cindy tak menjawab dan tetap bersembunyi. Cindy ingin tahu apa yang sedang Tomi lakukan di kamarnya. Cindy melihat Tomi meletakkan beberapa krayon di atas meja belajarnya dan mendengar Tomi bergumam.
“Ke mana Kak Cindy, ya? Aku taruh di sini saja deh, nanti aja aku minta maafnya karena ngambil krayonnya diam-diam selama ini,” gumam Tomi sambil berjalan keluar kamar Cindy dan menutup pintu kamar Cindy kembali. Oh, jadi selama ini Tomi keluar masuk kamar Cindy untuk meminjam beberapa krayon. Gadis itu tersenyum lega karena kecurigaannya kepada Tomi hilang, nanti dia juga akan meminta maaf karena telah menuduh Tomi mencuri permennya.
Cindy kembali menunggu, dia mulai putus asa dan ingin keluar dari tempat persembunyiannya. Tiba-tiba, dia mendengar suara lembut yang mengaduh. Suaranya kecil dan terdengar seperti sedang kesulitan.
“Aduh, bagaimana ini? Tanganku menempel,” begitulah suara itu terdengar.
Cindy mengintip sampai terlihat jelas siapa yang menggeser stoples. Alangkah terkejutnya ketika dia melihat makhluk mungil bersayap indah terkena jebakannya. Telinga bagian atas makhluk kecil itu meruncing, ia tak memakai alas kaki, warna bajunya pun senada dengan warna sayapnya, rambutnya berwarna cokelat dengan hiasan kepala indah berbentuk bunga kecil berwarna merah. Terlihat tangan makhluk kecil itu menempel pada stoples yang sudah Cindy olesi lem pada bagian luarnya. Segera Cindy keluar dari tempat persembunyian yang gelap dan sangat pengap.
“Oh, jadi kamu, ya, yang selama ini mencuri permen buahku?” tanya Cindy yang mengagetkan makhluk kecil itu. “Kamu siapa? Apakah kamu peri? Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu,” ucap Cindy untuk meyakinkan makhluk kecil yang kini sedang ketakutan karena ketahuan.
“I … I … Iya. Aku peri bunga. Tolong maafkan aku ,ya? Aku berjanji tak akan mencuri lagi bola-bola manis itu,” jawab si peri sambil terbata-bata.
“Iya, aku maafkan. Wah, ternyata peri itu memang ada, ya. Sini, aku bantu melepaskan tanganmu pelan-pelan memakai minyak ini agar tidak terasa sakit. Siapa namamu teman kecil? Namaku Cindy.” Cindy mengulurkan tangannya ke arah peri kecil.
“Namaku Amabilis. Aku tinggal di taman kota dekat sini. Beberapa hari yang lalu, aku sedang mencari nektar bunga, karena bunga di taman kota mulai habis, aku melihat bunga-bunga indah yang ada di luar kamarmu. Lalu, aku tertarik pada bola kecil warna-warni di dalam wadah ini. Setelah aku dekati aromanya enak, setelah aku cicipi ternyata rasanya manis seperti madu. Aku pun kembali lagi setiap hari untuk mengambilkan teman-temanku,” papar peri cantik bernama Amabilis itu.
“Oh, seperti itu,” timpal Cindy mendengar cerita Amabilis.
“Kaummu, manusia, suka memetik bunga-bunga di taman kota. Kami mengumpulkan nektar dari bunga-bunga untuk kami minum, bunga-bunga itu juga sebagai tempat persembunyian kami, karena sayap kami menyerupai mahkota bunga. Sekarang, tempat persembunyian kami semakin berkurang,” jelas Amabilis. Wajahnya tertunduk sedih.
“Kamu dan teman-temanmu pasti sangat sedih, ya. Maafkan kami yang kadang suka berbuat seenaknya, ya, Amabilis. Aku aja sedih dan marah ketika ada yang mencuri permenku. Mengambil sesuatu milik orang lain itu memang tidak baik,” kata Cindy.
“Iya, Cindy. Bantu aku mengingatkan teman-temanmu agar tak memetik bunga sembarangan di taman kota, ya. Selain nanti keindahan taman berkurang, kami juga kehilangan tempat tinggal dan makanan.”
“Oke, siap. Aku akan menyampaikan semua ini pada orang-orang dan teman-teman untuk tidak memetik bungan seenaknya. Jadi, maukah kau menjadi temanku, Amabilis? Aku akan sangat senang jika kau mau menjadi temanku,” pinta Cindy sambil mengulurkan jari telunjuknya kepada Amabilis.
Amabilis memegang jari Cindy dengan tangan mungilnya sambil tersenyum, “Iya, aku mau jadi temanmu. Oh, iya maukah kau ikut denganku? Akan kukenalkan kau dengan teman-temanku. Akan kami tunjukkan bagaimana cara kami mengganti warna sayap.”
Cindy senang mendengar ajakan Amabilis. Dia pun mengikuti Amabilis ke taman kota, tak lupa dia meminta izin terlebih dahulu kepada mama papanya. Sesampainya di taman kota, Cindy berkenalan dengan teman-teman Amabilis. Ada yang bernama Jasmine, Rosie, Lily, dan lain-lain. Mereka semua sangat cantik, secantik sayap-sayapnya. Cindy melihat di mana peri-peri itu tinggal, bagaimana mereka mengambil nektar bunga, dan kegiatan peri lainnya. Cindy terkagum-kagum melihat bagaimana cara mereka berganti sayap hanya dengan menyentuhkan tangan mereka pada mahkota bunga yang peri-peri kecil itu inginkan. Seketika warna sayap dan baju Amabilis berubah menjadi ungu, ketika dia menyentuh mahkota bunga warna ungu.
Sejak saat itu, Cindy dan Amabilis berteman baik, sesekali Cindy bermain ke taman kota membawakan permen buah untuk teman-teman perinya. Tak lupa dia mengajak keluarga dan temannya untuk menjaga keindahan lingkungan dan taman kota dengan membuang sampah pada tempat yang disediakan dan tidak memetik bunga seenaknya.
Bionarasi:
Ken Lazuardy. Perempuan kelahiran November 1990 di Pasuruan, Jawa Timur ini mencoba menekuni dunia kepenulisan pada bulan Oktober 2019 dengan mengikuti sebuah kelas menulis online. Masih dan akan terus belajar di berbagai grup kepenulisan, salah satunya di Kelas Menulis Loker Kata. Jika ingin berkenalan lebih lanjut, silakan berkunjung ke akun sosial medianya, WA: 082234570275, IG : ken_lazuardy, Facebook : ken_lazuardy.
Editor: Erlyna