Sepotong Kue Selai Kacang

Sepotong Kue Selai Kacang

Sepotong Kue Selai Kacang
Oleh: Zufarie Mariyanto

Kursi berjajar rapi di sepanjang tepi jalan raya. Tepatnya di depan sebuah toko kue Amira Cake. Awan-gemawan berserdadu membentuk formasi yang menawan. Pada jajaran kursi besi nan panjang itu terdapat seorang pria berkacamata hitam. Dengan gaya pakaian kasual. Rambut hitamnya sedikit menggantung di depan hingga sedikit menutupi mata kanannya. Mata sang pria mengitari seluruh sudut jalan yang ada di depannya. Kali saja ada seseorang yang diharapkannya melintas di hadapannya.Seseorang yang telah lama tak melambaikan tangan kepadanya. Sungguh senyum dan sapa itu sepertinya tak ingin segera kembali ke pandangannya.

Amira Cake adalah toko kue milik Amira Firdasari, wanita yang sejak di bangku kuliah sudah memiliki cinta Angga, pria yang setiap hari menunggunya di jajaran kursi panjang yang biasa dia duduki. Tujuannya adalah semata-mata hanya menunggu kedatangan Amira yang telah genap setahun tak menampakkan wajahnya di hadapannya.

Saat ini Amira sedang berada di Paris, menyusul kakaknya untuk urusan pekerjaan, sekaligus dirinya melanjutkan studinya di jenjang S2. Namun hal itu tak menjadikan Angga patah arang. Saban hari seusai menyelesaikan pekerjaannya sebagai direktur utama di perusahaannya, maka dia pasti menyempatkan diri berjalan menuju lokasi gerai Amira Cake. Dan untuk menempuh perjalanan tersebut, sama sekali dia tak mau memakai kendaraan mobil atau motor pribadinya. Menurutnya, cinta harus ditempuh dengan penuh perjuangan dan juga kesederhanaan. Itulah yang membuat dia rela berjalan kaki berkilo-kilo meter hanya untuk bisa duduk di depan Amira Cake yang sementara ini dipegang oleh sepupu Amira.

Dedaunan kering beterbangan. Awan putih berjalan pelan menyelimuti pergerakan matahari yang sebentar lagi menggelincirkan dirinya ke ufuk barat. Angga tak ingin sama sekali berkenalan dengan kata lelah. Lelah hanyalah sebuah wacana bagi pemburu cinta sejati seperti dirinya. Amira adalah cinta sejatinya, begitu menurut kata hantinya.

Berpuluh-puluh wanita pernah diajaknya untuk menjalin hubungan asmara. Namun tak satu pun dari mereka mampu menaklukan hatinya. Tak juga Desi, wanita cantik, seorang Event Manager di Permata Event Organizer.

Selama dua tahun wanita itu menjalin hubungan asmara dengan Angga, tapi tak ada arah yang jelas untuk hubungan mereka. Dari sekian banyak wanita yang pernah berhubungan asmara dengan Angga, hanya Desilah yang bertahan lama. Yang lain mungkin hanya bertahan satu atau dua bulan. Bahkan hanya ada yang bertahan selama seminggu saja. Masih dengan kasus yang sama, tiada yang bisa menaklukan hatinya. Sebab ternyata lama-lama Angga lelah juga bila terus membohongi dirinya sendiri.

***

Sudah terlampau sabar Desi menuruti segala keinginan Angga. Hubungan mereka berjalan tak terlalu mulus. Beberapa bulan pernah mengalami putus nyambung. Wanita bermata sipit itu tak mungkin memaksakan dirinya untuk terus berusaha memenangkan hati Angga. Sebab dia tahu hanya Amira yang mampu melakukan semua itu.

Terus terang saja, hati Desi amat bergejolak ketika tak sengaja membuka buku harian Angga yang secara tak sengaja tergeletak di bawah kursi mobil Angga, tempat dia duduk berjajar dengan Angga. Saat itu mereka sedang mengadakan perjalanan untuk memenuhi undangan pernikahan salah satu rekan bisnis Angga.

Di dalam buku itu, tertulis seluruh isi perasaan Angga terhadap Amira. Apalagi saat mereka harus berbicara dengan mesra sembari bertatapan mata pada waktu berperan sebagai sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta dalam pertunjukkan drama perdana mereka. Ketika mereka berdua masih aktif di sanggar teater di kampus tempat mereka belajar.

Ingin rasanya Desi melempar buku harian itu. Menyobek lembaran demi lembarannya lalu melemparkannya ke dalam tong sampah. Huruf-huruf yang tertulis dalam buku harian itu bak ratusan pisau yang siap menusuk dadanya hingga tembus ke jantungnya.

Memang waktu masih di bangku kuliah, gerak-gerik Angga tak begitu kentara di mata Amira. Namun hati Angga tak bisa menahan lagi butiran-butiran cinta itu dan ingin segera memuntahkannya dengan kata-kata indah tepat di depan Amira. Dalam buku harian itu juga terekam seluruh aktivitas mereka berdua. Mengerjakan tugas dari dosen bersama, berjuang dalam meningkatkan eksistensi organisasi mereka.

Adapun sebuah kenangan yang paling tak bisa dilupakan olehnya, ketika mereka berdua bersuka ria menyusuri jalanan kota di tengah dinginnya air hujan yang menghujam raga. Dalam kenangan itu, masih rapat tersimpan betapa sebuah cinta terpaksa membungkam, tentang perasaan yang tiada henti berkata-kata akan kekaguman Angga terhadap Amira, tentang dirinya yang hampir gila sebab tatapan mata Amira.

Mata Desi mengeluarkan kristal-kristal bening, meluncur anggun di pipi mulusnya. Tulisan-tulisan itu cukup membuatnya tahu bahwa selama ini hati Angga bukan untuknya, tapi hanya untuk Amira seorang. Sejak saat itulah Desi tak mau lagi menghubungi Angga. Lagi pula Angga menyatakan cinta kepadanya hanya ingin membalas perlakuannya yang begitu baik. Tanpa ada rasa cinta. Dan Desi menyadari hal itu. Dia merasa telah melakukan kesalahan yang teramat besar bagi dirinya, bagi hatinya, dan bagi jiwanya. Gegara cinta yang tak tersampaikan hingga ke dalam hati Angga, seluruh bagian tubuhnya tersakiti. Dia menyesal telah menerima cinta Angga hanya ingin membalas kebaikannya dengan embel-embel cinta. Memang dia berhasil memiliki Angga tapi tidak untuk hatinya.

Setelah putus dari Desi, Angga tak lagi menjalin hubungan cinta dengan siapa-siapa. Tujuan terbesarnya saat ini adalah mendapatkan cinta Amira. Wanita itu sepertinya tak pernah tersentuh hatinya oleh Angga namun dia berhasil mengobrak-abrik seluruh isi hati Angga hingga ke akar-akarnya. Setiap terbayang wajah Amira, maka Angga tak bisa berbohong lagi perihal hatinya.Binar matanya, kata-kata bijaknya begitu membekas di ingatan Angga.

Entah kapan Tuhan akan mempertemukannya dengan wanita pujaan hatinya itu. Tak disangka juga mengapa dirinya bisa sebegitu cintanya kepada wanita yang dulu sangat dia benci itu di saat masih berstatus sebagai mahasiswa baru. Dia yang berhasil membakar hatinya dia juga yang berhasil menghiasi hatinya dengan cinta.

Sore ini ada sesuatu yang mengejutkan Angga. Di tengah dia menunggu Amira di kursi panjang depan Amira Cake, setiap orang yang melintas di depannya memberinya sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun. Hingga terkumpul puluhan kartu ucapan. Angga tak ingat jika hari adalah hari ulang tahunnya yang ke-27. Tapi itu semua tak berarti bagi Angga. Yang dia tunggu bukanlah kartu-kartu ucapan itu, melainkan kehadiran Amira di sisinya. Tiada salahnya jika dia mencurigai dari mana asal kartu-kartu ucapan itu, siapa dalang di balik kejutan ini sehingga orang-orang yang tak dia kenal pun ikut mengucapkannya sembari memberi kartu ucapan bermacam-macam warna.

Ceklek.

Pintu terbuka. Seorang wanita muncul dari balik pintu itu. Angga membalikkan badan. Dia terkejut. Di tangan wanita itu terdapat sepotong kue selai kacang kesukaan Angga yang diletakkan di atas piring  kecil berwarna putih dan di atasnya berdiri dua batang lilin berbentuk angka 27.

Happy Birthday.” Wajah wanita itu penuh keceriaan.

Mata Angga terbelalak. Dia seperti tebangun dari dunia mimpi yang dia bangun selama setahun terakhir ini.

Wanita itu tak lain adalah Amira.

Mata Angga berair tanpa terjatuh. Air mukanya wajahnya mengharu biru. Dia terus memandang Amira yang semakin cantik saja. Seperti pada masa kuliah dulu, matanya mampu membius Angga seketika itu juga.

“Makasih udah setia menungguku.”

“Amira? Ini benar-benar kamu?”

Amira menganggukkan kepala berulangkali sembari tersenyum.

“Akhirnya Tuhan menjawab doaku.”

“Ayo tiup dulu lilinnya.”

Angga bergegas meniup lilin berbentuk angka 27 itu sembari memanjatkan doa. Doa agar dia tak lagi dijauhkan dari Amira.

“Amira?”

“Ya?”

“Aku sangat merindukanmu. Mengapa kamu tak mengabariku kalau seusai lulus kuliah, kamu menyusul kakakmu ke Paris?”

Amira tersenyum simpul. “Maafkan aku,” ucapnya sembari meletakkan sepotong kue selai kacang di atas meja di sampingnya.

“Kamu tahu? Aku mencarimu, aku kira kamu masih memantau para pegawaimu itu di Amira Cake. Setiap sore selesai mengerjakan pekerjaanku, aku selalu menyempatkan diri ke sini hanya untuk menunggu kedatanganmu. Aku kira usahaku selama setahun itu akan sia-sia. Tapi melihatmu ada di hadapanku sekarang membuat usaha panjangku itu sungguh berharga.”

Amira memandangi setiap gerakan bibir Angga, tatapan matanya, dan juga kecemasannya.

“Lalu?” sambung Amira lirih.

“Apa kamu juga merindukanku?” Angga bertanya penuh harap.

“Lebih dari itu.”

Senyum Angga mengembang. Keringat di dahinya meluncur. Kemudian Amira mengusapnya dengan mesra. Kedua tangannya memegang pipi Angga. “Aku tahu lama sekali kamu telah mencintaiku.”

“Dari mana kamu bisa tahu?”

“Sejak kita menempuh pendidikan S1 bersama, di kampus yang sama, di kelas yang sama, dan kita tergabung dalam organisasi yang sama pula. Kamu memang hebat bisa menutupinya dengan tingkah konyolmu. Tapi tatapan matamu itu tak bisa bohong. Aku benar-benar bisa merasakannya. Maafkan aku, maafkan untuk penantian yang panjang ini. Semuanya kulakukan hanya karena aku ingin menguji cintamu kepadaku. Sekarang diriku tak lagi meragu. Ternyata kamu benar-benar mencintaiku. Dan aku datang ke sini menyempatkan diri untuk …,” suara Amira tercekat.

“Untuk apa?”

“Untuk membalas cintamu.”

Mendengar ucapan Amira, Angga langsung menghamburkan tubuhnya ke arah Amira dan memeluk erat-erat wanita yang telah lama dinantinya itu.

“Terima kasih.” Air mata Angga jatuh tepat di pundak Amira, tempat dia menyandarkan kepalanya sebagai wujud rasa bahagia atas segala pengharapan dan penantiannya selama ini. Kemudian dia segera melepaskan pelukannya. “Apa hari ini kamu bahagia?”

Amira mengangguk.

“Oke, sebagai buktinya aku ingin kamu menyuapiku kue selai kacang yang kamu bawakan tadi.” Matanya menuju ke arah meja tempat potongan kue itu diletakkan.

“Ih, dasar manja.”

Tawa mereka menggelegak, menyambut tibanya senja.

 

Zufarie Mariyanto, adalah nama pena dari Zuni Fatmasari. Gadis yang dilahirkan 21 tahun silam ini sekarang sedang menempuh semester 5 program studi ilmu komunikasi di Universitas PGRI Ronggolawe Tuban, Jawa Timur. Dia adalah penulis novel yang berjudul Kau Seumpama Bintang Fajar. Jika ingin mengenal lebih dekat dengan penulis, bisa dihubungi melalui akun Facebook: Zufarie Mariyanto, IG: zufarie_mariyanto atau email: zufariemariyanto@gmail.com

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply