Tantangan Loker Kata 22
Naskah Terbaik 4
Seorang Lelaki dan Sebuah Cerita yang Belum Selesai
Oleh: Karna
Perempuan itu diam dan duduk di tepi jendela, menikmati cahaya pagi yang menyiram wajahnya. Matanya menatap lembut pada tubuh seorang laki-laki yang tertidur lelap di ranjang.
Laki-laki itu bangun pada pukul 9 dan terkejut ketika mendapati seorang perempuan berada di kamarnya.
“Hai, Nik. Selamat pagi. Wow! Tidurmu lelap sekali,” perempuan itu menyapa
Lelaki itu terlihat panik dan bergegas menutupi bagian bawah perutnya dengan selembar selimut. Perempuan itu tertawa melihat bagian bawah pusar Nik.
“Oh, ya. Aku telah membuatkanmu segelas kopi, minumlah mumpung ia masih panas. Tapi maaf kalau takarannya kurang pas,” perempuan itu menyuruhnya.
Nik menatap perempuan yang ada di hadapannya, ia bingung tapi imaji tentang perempuan itu telah menetap di kepalanya selama berbulan-bulan. Ia merasa perempuan itu bukanlah orang asing bagi dirinya.
“Nik! Ini aku … Mika. Kamu pasti nggak percaya. Tapi kamu sendiri yang membuat ini terjadi, kamu lupa? Coba kamu buka halaman 12, bagaimana kita bertemu, bagaimana kamu mendeskripsikan wajahku?”
Nik langsung melompat dari ranjangnya dan langsung melihat layar komputer yang semalam belum sempat ia matikan.
“Boleh kuminum kopi ini?” Nik bertanya.
Perempuan itu tersenyum.
Nik lalu mulai menggulung layar satu demi satu dan ia berhenti di halaman yang perempuan itu sebutkan, dan ia ….
Nik berusaha membantah keraguannya, tapi perempuan itu benar. Ia berjalan menuju perempuan itu hingga jarak mereka begitu dekat, menatap mata dan wajahnya, membaui bau tubuhnya, dan mendengarkan embusan nafasnya. Dan jantung Nik langsung berdegup lebih cepat.
“Sudahlah Nik, kau bodoh sekali. Tidak usah mikir terlalu lama, kita lewati satu saja halaman dan kita langsung merayakan momen kebahagiaan kita,” ucap perempuan itu.
Mika memeluk tubuh Nik dan membiarkan lelaki berusia 30-an itu tenggelam dalam kebahagiaannya. Pelukan itu terlihat begitu erat seperti sepasang kekasih yang telah lama tidak bertemu.
***
“Berapa perempuan yang pernah kamu tiduri Nik? 4, 10, atau tidak terhitung?” tanya perempuan itu, kepalanya bersandar di dada Nik dan tangannya memeluk pinggang lelaki itu.
“Aku … ah, kamu jangan membuatku malu. Aku tipe lelaki yang pasif, selalu perempuan yang memulai sebuah hubungan. Cuma ada dua perempuan sebelum kamu. Yang pertama karena dia agresif mendekati aku, yang kedua karena aku kepepet sudah lama nggak punya pacar,” jawab Nik.
“Masa ….”
“Aku introver. Sikap agresif itu hanya ada pada tokoh utama ciptaanku. Aku ingin menjadi yang bukan aku. Aku bosan menjadi diriku sendiri.“
“Dan aku stereotype perempuan yang kamu inginkan?”
“Ya, tidak juga, meski aku akui, setengah darimu adalah karakter yang aku inginkan.”
Tiba-tiba percakapan mereka yang intim berhenti, terdengar suara derit pintu pagar yang diseret paksa.
“Astaga! Kita harus segera pergi, Nik.” Perempuan itu menarik tangan Nik dan menyuruhnya cepat ke luar jendela. Mereka berlari cepat melewati jalan kecil di belakang tempat tinggal Nik lalu berbelok beberapa blok dan kemudian bersembunyi di sebuah gudang tua yang sudah lama tak terpakai.
“Siapa mereka?” tanya Nik dengan nafas terengah-engah.
“Mereka anak buah Dom, kau ingat, aku telah mengambil formula itu?”
“Dom! Astaga mereka juga ikut? Mereka kan’ berbahaya!”
“Lain kali jangan menciptakan tokoh-tokoh jahat dan sadis, bisa repot kamu nanti ….”
Tiba-tiba … BRAK! bunyi pintu kayu yang hancur berantakan. 5 orang lelaki masuk dan mencari-cari keberadaan mereka.
“Kau diam, Nik, aku akan menghabisi mereka satu per satu,“ bisik Mika sambil mengusap-usap laras senjatanya yang berperedam. Perempuan itu beringsut dan kemudian meninggalkan Nik tanpa suara.
Dip.
Seorang lelaki berkulit hitam yang lehernya mengenakan rantai emas itu jatuh ke lantai. Ia tidak menyangka serangan tiba-tiba. Satu orang mati.
Dip.
Serangan kedua. Lelaki gemuk yang mengenakan baju sewarna daun parsley itu kepalanya mengeluarkan darah lalu roboh dan suaranya seperti sebuah lemari yang dijatuhkan dari jendela. Dua orang telah mati.
Tiga orang temannya segera sadar dan langsung menyebar, lalu suara senjata terdengar bersahut-sahutan. Satu orang laki-laki roboh lagi dan dari balik lubang kecil meja tempat ia mengintip, Nik melihat Mika berlari secepat angin dan bersembunyi di belakang sebuah rak yang dipenuhi barang-barang penuh debu. Tiga orang telah mati, tapi jantung Nik berdegup semakin kencang.
“Menyerahlah perempuan, kembalikan formula itu!“ salah seorang dari mereka mengancam Mika.
Suara peluru mewakili mulut Mika, sambil menjatuhkan diri ia dua kali melepaskan peluru dan bidikannya tidak melesat.
Belum sempat menarik nafas dan kembali ke tempat Nik, beberapa orang lelaki tiba-tiba telah berada di belakang Mika dan menodongkan senjata. Rupanya Dom telah menyiapkan rencana cadangan dan pasukan kedua berhasil mengecoh Mika.
“Ah, semuanya berakhir,” ratap Nik dalam hati.
Mika mengangkat tangannya tinggi-tinggi tanda menyerah, wajahnya mengarah pada tempat di mana Nik bersembunyi.
Ia mengucapkan sesuatu tanpa suara kepada Nik.
***
Nik duduk di sebuah taman menenangkan dirinya. Beberapa anak kecil yang lucu yang sedang berlari dan bercanda di sekitar dirinya tidak mampu mengusir kesedihan lelaki itu. Wajahnya kusam seperti selembar kertas yang jatuh di jalanan dan beberapa kali terlindas ban mobil
“Ah, mengapa aku telah menciptakan karakter Dom? Laki-laki jahat ambisius yang anak buahnya banyak dan menyukai seni membunuh. Bagaimana dengan nasib Mika?” sesalnya dalam hati.
“Aku menyukai perempuan itu. Aku menyukainya bukan karena kemarin aku tidur bersamanya. Tapi karena aku memang sungguh menyukainya. Andai aku bisa melakukan sesuatu. Ah, bodohnya aku, mengapa aku tak tahu apa yang Mika ucapkan.“ Lelaki itu menarik nafas panjang, lalu berjalan menuju selokan dan membuang ludahnya sembarang.
***
Belum tengah malam, sesekali kendaraan masih melewati jalan dua arah yang kanan kirinya ditumbuhi pohon flamboyan. Sebuah rumah mewah berlantai 2 tiba-tiba diguncangkan beberapa ledakan dan seorang lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam menyelusup masuk. Dengan gerakan yang cepat dan lincah ia membunuh musuh satu persatu seperti mesin pembunuh yang handal. Tepat dan tidak meleset. Kadang lelaki itu menggunakan belati dan tangan kosong untuk pertarungan jarak dekat, kadang ia menggunakan senjata api untuk melumpuhkan lawan-lawannya lebih cepat. Tidak butuh 30 menit, lelaki itu tiba di sebuah ruangan besar yang dindingnya dipenuhi banyak lukisan surealisme.
“Hebat, hebat, kau berhasil melumpuhkan semua pengawalku,” seorang lelaki paruh baya menyambutnya di belakang sebuah meja kerja besar. Di atas asbak sebatang cerutu yang masih menyala membaui ruangan dengan aromanya yang khas.
“Jangan banyak ngomong orang tua, lepaskan Mika dan kau akan kuampuni,” jawab lelaki.
“Apa kau bilang, kau mau mengampuni aku! Memangnya kau punya nyawa berapa berani menantang aku! Lawan aku, jika kau menang ….” Lelaki paruh baya itu menggertak balik.
Belum selesai laki-laki itu berbicara, bunyi letusan senjata mengatupkan mulut lelaki paruh baya bernama Dom itu.
Lelaki yang berpakaian serba hitam itu menembak Dom tepat di bagian jantung. Tak ada waktu sedikit pun bagi Dom untuk memperlihatkan reputasinya yang selama ini terkenal, bahkan untuk menarik pelatuk senjata dari balik meja.
“Ah, kebanyakan ngomong kau, aku nggak punya waktu,” kata lelaki yang berpakaian serba hitam itu, meninggalkan jasad Dom yang bersandar kaku di kursi putarnya. Ia lalu memeriksa ruangan demi ruangan dan pencariannya berhenti 15 menit kemudian. Suara perempuan yang merintih kesakitan memberitahunya.
“Mika sayang. Ya, Tuhan, kamu selamat. Sabar sebentar sayangku. Aku akan melepas ikatanmu ….”
“Nik, kamukah itu, aku menunggumu dari kemarin, ke mana aja sih, lama amat. Sakit tau,” dalam sakitnya perempuan itu masih sempat menunjukkan kemanjaannya
Lelaki berpakaian serba hitam itu melepaskan topengnya dan bergegas membopong kekasihnya ke rumah sakit.
***
Nik berada di taman kemarin, duduk menikmati senja yang sebentar lagi datang. Seorang perempuan cantik sedang menyandarkan bahunya di kepala Nik.
“Kok kamu bisa sih menyingkirkan Dom dan anak buahnya, Nik?” tanya perempuan itu.
“Pada hari setelah penculikan kamu, hatiku hancur. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku bukan Nick Carter atau James Bond, dua agen rahasia yang handal. Aku juga bukan Jason Bourne yang sudah dipukuli habis-habisan tapi masih bisa berlari dengan kaki terpincang-pincang. Aku hanyalah Niko Sulistio, seorang lelaki biasa, lelaki pemalu yang jarang memiliki teman kencan. Jadi setelah bosan dikerubungi nyamuk di taman ini dan tidak juga menemukan jalan keluar, menjelang tengah malam aku pulang. Di jalan aku mampir sebentar di restoran cepat saji untuk membeli segelas kopi dan sebuah cheese burger untuk mengisi perutku yang lapar. Dan di sana aku nggak sengaja dengar lagu Take on Me, dari band ‘80an yang bernama A-ha. Aku ingat banget isi video klip lagu itu, si cewek keluar dari sebuah komik dan bertemu seorang cowok, lalu aku memiliki sebuah ide, aku harus masuk ke bagian cerita tersebut. Aku harus masuk ke dalam permainannya.
“Terus, Nik. Aku bingung, kok kamu nggak mati, nyamuk aja bisa mati kalau ketemu anak buah Dom?
“Aku mengubah plot novel itu. Aku menulis ulang 142 halaman demi bisa membawamu pulang. Dan aku berhasil. Kamu harus kasih aku hadiah dong,” Nik mencoba merayu Mika.
“Masa ….” jawab perempuan itu.
Nik tertawa sambil memagut leher kekasihnya.
***
Halaman 204, paragraf 5:
… Lelaki itu memacu Norton 500 cc-nya dengan lincah, meliuk-liuk di sela-sela padatnya kendaraan yang merayap meninggalkan senja di jalan Sudirman, Jakarta. Penumpang perempuan di belakangnya sibuk melayani lima trail hitam yang mengejarnya.
“Gas dikit Nik, mereka hampir mendekati kita.
DOR.
“Mampus kalian,” maki Mika pada motor musuhnya yang terpelanting di trotoar.
DOR, DOR. Tembakan balasan dari belakang dan menghancurkan kaca sebuah mobil.
“REM DIKIIIT,” teriak Mika
DOR. Satu motor jatuh, menabrak sebuah sedan berwarna putih.
DOR.
“Anjirr! Aku hampir kena ….”
Motor terus melaju, dan tiga motor lainnya terus mengejar, suara senjata sesekali saling bersahutan. Sayup-sayup suara sirene ambulan menyelusup di antara bisingnya klakson dan deru kendaraan. Mo, saudara kembar Dom tidak akan pernah berhenti sebelum dendamnya terbayar ….***
Mustika Jaya, 13 Des 2025
KarnaJaya Tarigan, seorang editor freelance yang tinggal di kota Bekasi.
