Semesta Lily (Bagian 5)
Oleh: Musyrifatun
Riuh suara tepuk tangan menggema di dalam aula, saat Lily dengan santai dan percaya diri maju ke depan, diikuti Rose yang berjalan kikuk di belakangnya.
“Pede aja kali, Ros,” bisik Lily ketika mereka berdua telah sampai di depan.
Lion langsung memutar lagu Poco-Poco dari gawainya yang sudah tersambung ke speaker aula.
Dengan gemulai, Lily mulai bergoyang ke kanan dan ke kiri, sesuai irama lagu. Tak sulit baginya karena dulu semasa Sekolah Menengah Atas ia rutin melakukannya saat pelajaran olahraga.
Para peserta mengikuti gerakan Lily, ada yang dengan mudah menirukan, ada juga yang kaku karena tak terbiasa berjoget, ada pula yang malu-malu.
“Beri tepuk tangan yang meriah untuk Lily dan Rose,” ucap Leon saat musik telah selesai diputar. “Terimakasih, ya. Kalian boleh kembali ke tempat duduk semula.”
“Jangan lupa bayarannya, ya, Pak,” bisik Lily sebelum beranjak ke kursinya.
“Pa’an, sih, Ly,” gerutu Rose yang disambut tawa kecil oleh Lily.
Benar saja seperti perkiraan Lion, setelah jeda goyang Poco-Poco itu, peserta kembali semangat menyimak materi yang dia sampaikan. Waktu pun terasa berjalan lebih cepat, hingga tak terasa hari sudah beranjak sore.
Lily menyandarkan punggungnya supaya terasa lebih rileks. Menyimak materi yang disampaikan Lion dengan seksama membuat otot-ototnya menjadi tegang.
Rose sudah berdiri dari duduknya, bersiap melangkah keluar aula.
“Ayok, Ly,”
“Bentar, punggung gue kaku benget, nih.”
“Kan bisa rebahan di kamar, ntar. Ayoklah.” Rose menarik paksa tangan Lily.
“Tunggu sebentar. Kalian sudah mau balik ke kamar?” tanya Lion basa-basi.
Lily dan Rose mengangguk. “Kenapa, Pak?” tanya Lily.
“Eum … sebagai rasa terimakasih saya buat kalian berdua, gimana kalau nanti malam saya traktir kalian makan di luar.”
“Wah, boleh juga tuh, Pak. Kebetulan saya belum ada jalan keluar nih semenjak datang ke sini,” jawab Lily antusias.
Rose menyikut lengan Lily.
“Baiklah, saya tunggu di lobby hotel nanti malam jam tujuh, ya.”
Lily mengangguk dengan cepat.
Sesampainya di kamar hotel. Lily tak henti-hentinya mengoceh bingung tentang busana yang akan ia kenakan nanti malam.
“Lu, ribet amat, sih. Cuma mau makan malam ini, bukan mau ijab qobul,” gerutu Rose.
“Aduh, Rose. Masak gue mau merusak momen makan malam bersama cowok ganteng dengan tampil seadanya, sih?”
“Hei, Cewek oleng! Dia itu mentor kita, ya. Bukan gebetan!”
“Ya, siapa tahu habis makan malam nanti terus dia naksir gue, terus kita jadian, terus berlanjut ke pelaminan ….”
Bug! Sebuah bantal mendarat di wajah Lily.
“Hayalan Lo ketinggian, awas ketabrak jet tempur,” ucap Rose.
Setelah lama memilih-milih baju dalam koper, pilihan Lily akhirnya jatuh pada sebuah dress terusan selutut berwarna krem Sementara Rose, memilih tampil kasual seperti biasa.
Malam itu mereka bertiga makan malam di sebuah resto yang lumayan terkenal di Kota Padang. Lion sengaja memilih tempat itu untuk menyenangkan Lily dan Rose.
“Makasih banyak, loh, Pak,” ucap Rose saat mereka selesai makan.
Cita rasa makanan khas Kota Padang yang lezat, hampir saja membuat Lily lagi-lagi kalap menyantap hidangan. Ia baru berhenti mengunyah setelah Rose menginjak kakinya di bawah meja seraya melotot ke arah sahabatnya itu. Lion yang tidak sengaja melihat adegan itu pun tertawa.
“Kalian berdua ini, lucu, ya,” ujar Lion.
“Eh, biasa aja kali, Pak. Kita berdua tuh ibarat Tom and Jerry, musuhan terus tapi sebenarnya saling membutuhkan.” Lily menjawab sekenanya. Sementara Rose nyengir kuda mendengar ucapan Lily.
“Habis ini kita mau ke mana?” tanya Lion.
“Ke hotel lah, Pak. Emang mau kemana lagi,” jawab Rose.
“Rugi dong, kalau ke Padang tapi gak jalan-jalan. Gimana kalau kita ke Jembatan Siti Nurbaya? Malam-malam begini di sana ramai, loh. Pemandangannya juga bagus.” Lion menawarkan.
“Wah, ide bagus tuh, Pak.” Lily menyahut cepat.
Jembatan Siti Nurbaya memang terkenal sebagai tujuan wisata. Pada malam hari, tempat ini berubah menjadi tujuan wisata kuliner Padang kaki lima yang terkenal akan sajian jagung bakar dan juga pisang kapiak.
Tak menunggu waktu lama, ketiganya menuju ke jembatan yang menjadi tempat favorit masyarakat Kota Padang di malam hari itu.
Pemandangan malam Kota Padang yang terlihat cantik dari atas jembatan, ditemani lampu-lampu jalanan yang redup, serta semilir angin malam membuat banyak orang betah berlama-lama di sana, tak terkecuali Lily. Sementara Rose, lebih memilih menunggu sambil tidur di dalam mobi,l setelah gadis itu menghabiskan sebuah jagung bakar. Kegiatan sepanjang hari tadi yang padat membuatnya kelelahan dan mengantuk. Tapi tidak dengan Lily, ia masih terlihat bersemangat berceloteh ditemani Lion di sebelahnya.
“Ngomong-ngomong dimana Bapak kenal dengan kakak saya?” tanya Lily.
“Kalau sudah di luar begini, panggil nama saja, jangan ‘Bapak’ lagi. Biar lebih akrab.” Lion berkata sambil tersenyum sangat manis. Hampir saja jantung Lily melompat keluar karena terpesona.
“Eh, iya, Pak … eh, Lion.” Lily salah tingkah.
“Saya dan Leony dulu teman satu kampus.” Ada desir halus di hari Lion saat mengatakan itu. Kebersamaan dengan Leony beberapa tahun lalu tiba-tiba berkelebat, menciptakan sensasi aneh di hatinya.
Lily membulatkan mulutnya membentuk huruf O mendengar jawaban Lion.
“Ngomong-ngomong gimana kabar Leony sekarang?”
“Baik, Pak. Baik banget malah. Kakak saya itu sekarang sibuk ngurusin anak dan suaminya. Ngurusin anak sebiji aja rempong banget dia tuh.”
Lion terkekeh melihat Lily bercerita. Sikap Lily yang polos dan apa adanya membuat Lion betah mengobrol berlama-lama dengan gadis manis itu.
“Eh, Pak. Udah jam berapa ini, ya?” Lily tiba-tiba teringat Rose yang tidur di dalam mobil. Lily yakin Rose tak akan benar-benar bisa tidur di tempat sempit itu.
“Tuh, kan. ‘Pak’ lagi.”
“Iya, maaf, Lion.” Lily nyengir kuda, Lion yang melihatnya menjadi gemas.
“Ayok kita balik ke hotel, Pak. Kasihan Rose tidur di mobil kayak paket belum diantar kurir.”
Lagi-lagi, Lily membuat Lion tertawa karena celotehan lucunya.
Diam-diam, Lily mengamati sosok yang tertawa di sampingnya. Dan seketika, sesuatu dalam dadanya menghangat, saat tiba-tiba Lion menoleh, menatap tepat ke bola matanya.
**
Musyrifatun, seorang perempuan penyuka hujan, bunga, benang, dan pena