Seikat Krisan untuk Seruni
Oleh: Rachmawati Ash
Malam hening, tidak ada bedanya dengan malam-malam sebelumnya. Seruni selalu sibuk dengan lembaran-lembaran daun pisang yang akan di jual oleh ibunya di pasar esok pagi. Gadis tuna wicara itu memang terlampau rajin. Hari-harinya dihabiskan untuk membantu orangtuanya. Setiap sore Ayahnya akan pulang dengan tumpukan daun pisang. Tugas seruni selanjutnya adalah membersihkannya dengan kain lap lalu merapikannya menjadi ikatan-ikatan kecil.
Tanpa suara atau wajah mengeluh Seruni mengerjakan semua dengan baik. Kakak tertua dari empat bersaudara ini sangat baik. Meski ketiga adik laki-lakinya sudah mendahuluinya menikah, Seruni tak pernah merasa sakit hati atau iri. Sikap dewasanya menutupi kekurangannya, tidak pernah sekalipun membuat Ayah dan Ibunya bersedih.
**
” Mbakyu harus segera kita carikan jodoh, mas, kasian usianya sudah melebihi tiga puluh tahun”. Kata Fatimah sambil menyusui putrinya. Agus, Adik bungsu Seruni melepas kacamata tebalnya. Berdiri memperhatikan Kakak perempuan yang sedang sibuk merapikan koleksi tanaman di halaman rumahnya. Seruni memang memiliki hobi merawat bunga krisan. Berbagai warna krisan ada di halaman rumah mereka.
” Mana ada laki-laki yang mau memperistrinya? Dia itu bisu, kita harus sadar itu!. Kalimat dengan nada tinggi tiba-tiba menyela di ruang tamu sederhana itu. Malik, adik kedua Seruni lebih idealis dibanding kedua adiknya yang lain. Agus dan Farhan lebih lembut dalam memperlakukan Kakak pertamanya yang tuna wicara.
” Mas Malik jangan seperti itu, Mbak Seruni itu kakak kita, lho, mas”. Dengan nada hampir tidak terima Fatimah membela keadaan kakak iparnya. Bagaimanapun Seruni adalah wanita, sama seperti dirinya. Berhak mendapatkan suami yang baik dan tulus, menerima kekurangan dan kelebihannya.
” Kalian lupa? Sudah berapa laki-laki yang datang mendekatinya? Lalu apa yang terjadi? Mereka pergi, kan?” Malik melepaskan sepatunya. Menuju ke dapur mengambil segelas air putih.
Farhan dan Fatimah tertegun, melepaskan nafas yang tertahan bersamaan. Keluarga ini sudah paham betul sikap Mas Malik yang keras. Namun dibalik kekerasannya Mas Malik memang selalu benar. Semua yang dikatakannya benar. Membawa laki-laki mendekati Seruni sama saja melukai hatinya.
Kekurangan Seruni sebagai gadis Tuna Wicara membuatnya tertutup dengan orang-orang di luar rumah. Seruni lebih banyak menghabiskan hidupnya di dapur memasak untuk dua kepala keluarga sekaligus. Iya, keluarga ini memang sangat padat penduduknya. Ketiga adiknya sudah menikah namun hanya Malik dan Farhan yang sudah mandiri. Sesekali Malik dan Farhan datang menengok Ayah dan Ibu yang tidak jauh dari rumah mereka.
Seruni bukan gadis yang tidak memiliki kelebihan sama sekali. Parasnya cantik, matanya yang bulat dihias bulu matanya yang lentik. Hidungnya mancung disempurnakan dengan bibirnya yang tipis merona. Senyum selalu menghias di bibirnya yang ranum. Membuat setiap laki-laki yang melihatnya terpesona. Iya, jika mereka belum tahu kekurangannya. Gadis bisu. Kalimat itu yang akhirnya keluar dari mulut-mulut tidak bertanggung jawab. Mereka yang tidak tahu bersyukur dan menyadari ada bunga indah yang diciptakan oleh Tuhan berupa Gadis tuna wicara, Seruni.
” Bagaimana dia akan mengurusku dan anak-anakku nanti, kalau berbicara saja tidak bisa”. Salah satu kalimat yang keluar dari mulut laki-laki yang pernah mendekatinya.
” Aku tidak tahu cara berkomunikasi dengan orang bisu, bisa repot keluargaku nanti dibuatnya”. Kalimat lain yang pernah terang-terangan diucapkan di depan keluarga Seruni.
Atau kalimat pedas lain yang membuat Ayah dan Ibu Seruni hanya bisa mengelus dada. ” Percuma cantik kalau tidak bisa bicara”. Namun begitu tak pernah sekalipun Ayah dan Ibu Seruni membenci mereka. Ayah dan Ibu tahu, Tuhan pasti punya rencana indah di balik ujian yang diterima keluarganya.
Seruni, adalah bunga indah dan harum yang ditanam Tuhan tanpa kekurangan. Jika gadis lain di luar sana bersolek dan bersenang-senang dengan riang. Seruni menghabiskan waktunya untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Malam-malamnya habis untuk bersyukur dan berdoa untuk kebaikan keluarganya.
**
Ayah dan Ibu terkejut, mendapati rombongan datang ke rumah mereka. Tergopoh-gopoh Ayah dan ibu menuju ke rumah, meninggalkan tumpukan daun pisang di kebun. Fatimah menyusul keduanya dengan lari yang terburu-buru. Mengabarkan pada Ayah dan Ibu mertua jika ada keluarga yang datang hendak melamar Seruni.
” Bapak dan Ibu sudah tahu kalau kakak kami tuna wicara, apakah Bapak dan ibu masih mau melanjutkan lamaran ini?”. Malik masuk ke ruang tamu tanpa disadari oleh siapapun sebelumnya. Seruni menangis, di balik pintu kamarnya dia terisak-isak menahan kesedihannya. Rasa sedih yang menusuk-nusuk dadanya, adiknya sendiri dengan terang-terangan menolak lamaran untuknya. Seruni telah menunggu lama ada orang baik yang mau mempersuntingnya. Bagaimana mungkin keluarga Pak Haji Marwan datang dengan rombongan jika tidak benar-benar serius melamarnya. Seruni terisak-isak tanpa suara, di dalam hatinya memecah serapah pada adiknya. Mengapa tidak memberi kesempatan pada orang baik untuk menemuinya. selama ini Seruni sudah sangat sabar menghadapi hinaan demi hinaan. Tapi kali ini Seruni merasa ada yang beda dengan laki-laki yang datang pada keluarganya. Akbar, putra Pak Haji Marwan pernah beberapa kali menyapanya. Akbar yang memiliki toko bunga di dekat pasar itu, Setiap sore pulang kerja selalu melempar senyum manis kepada Seruni yang sedang menyiram bunga-bunga krisannya di halaman rumah. Meski tanpa sapaan yang bersuara, namun Seruni tahu itu adalah sapaan tulus untuknya.
**
Seruni tersenyum di halaman rumah, memandangi hamparan Krisan di hadapannya. Hatinya berbunga-bunga. Hanya bunga-bunga itu yang memahami betapa sedih hatinya.
“Assalamualaikum, Seruni”. Seorang Laki-laki berdiri di belakangnya, Seruni berbalik badan dengan nafas tertahan. Dalam hatinya membalas Waalaikumsalam Warahmatullahiwabarokatu. wajah Seruni memerah merona dan tersipu. Akbar berdiri dengan seikat bunga krisan putih bersih. Akbar tersenyum, memberikan bunga itu pada Seruni. Jantungnya berdebar-debar lebih kencang dari sebelumnya. ” Aku akan menikahimu, Aku ikhlas menerima jodohku. Percayalah, Aku mencintaimu. Aku mencari seorang wanita yang juga bisa menerima kekuranganku, Aku juga tidak sempurna sama seperti dirimu. Bagian rahasiaku cacat. Wahai bunga yang cantik Maukah kamu menerima lamaranku?”. Kalimat Akbar disambut senyum manis Milik Seruni. Air mata menetes diantara garis senyum gadis yang sedang berbahagia itu. Tangis haru yang melebur mewakili jawaban pada cintanya.
Rachmawati Ash. Hobi membaca cerita Romantis.