Secangkir Teh Kematian (Episode 1)
Oleh: Rachmawati
Pagi masih terlalu dini, matahari juga belum begitu sempurna. Salma membuka tirai jendela, seketika sinar matahari yang redup berebut menyelinap ke seluruh ruang kamarnya yang dingin. Salma menikmati setiap kehangatannya, menggerak-gerakkan tubuhnya yang terlalu lama tidur semalaman. Alarm di meja belajarnya tiba-tiba berdering nyaring dengan nakalnya. Cepat-cepat Salma mempersiapkan diri, teringat ada daftar ulang di kampus barunya.
Beberapa calon mahasiswa baru di kampus merutuk karena antrean yang panjang dan tidak kunjung habis. Meskipun sudah mendaftar melalui web online, tetap saja harus melakukan daftar ulang dan menyerahkan beberapa berkas asli kepada panitia di kampus.
Hari mulai siang, matahari sudah berada tepat di atas kepala. “Saatnya makan siang,” Salma bergumam menuju ke sebuah kantin di kampus barunya. Seharian mengantre hanya membaca buku dan sesekali membuka ponselnya untuk mengisi kejenuhan. Setengah hari itu pula Salma belum mendapatkan seorang pun teman untuk dibawanya sekadar makan siang atau mengobrol basa-basi.
Sepasang mata mengamati wajah Salma yang sedang menikmati soto di kantin. Salma berbalik mengamati laki-laki yang duduk di seberang mejanya. Laki-laki bercambang dengan rambut ikal memandanginya dengan sungguh-sungguh. Salma menjadi salah tingkah dibuatnya, laki-laki itu tidak tersenyum dan tidak juga menyapa. Tatapannya tajam dan dalam, membuat Salma semakin gusar.
Dengan cermat Salma mengamati kembali laki-laki di depannya, mengernyit seolah pernah mengenalnya. Salma menyipitkan kedua matanya, mencoba mengingat-ingat di mana dia pernah bertemu dengan laki-laki itu. Tunggu, aku seperti tidak asing dengan laki-laki ini. Salma berbicara sendiri dalam hatinya dan kembali menikmati sotonya yang hampir tidak hangat lagi.
***
“Sini! kembalikan balonku, jangan nakal, Revan!” kata Salma berusaha merebut balonnya yang dimainkan oleh temannya yang usil. Laki-laki kecil itu justru berlari meninggalkan Salma yang menangis di teras rumahnya. Dua hari Salma tidak mau bertemu dan bermain lagi dengan Revan. Gadis usia enam tahun itu masih belum mau memaafkannya sampai dia datang kembali membawa sebungkus cokelat yang dibelikan papanya setelah pulang dari kantor.
***
Salma memandang kembali laki-laki di depannya, namun belum memiliki keberanian untuk menyapa. Laki-laki itu mengalihkan wajahnya ke taman kampus saat menyadari Salma memperhatikannya.
***
“Revan, kapan kamu berhenti menggangguku?” Gadis kelas enam itu merajuk, memohon agar sahabatnya mengembalikan pita rambutnya yang disembunyikan di balik punggung.
“Kembalikan, Re! atau aku tidak mau main lagi sama kamu!” Salma bersungut-sungut meninggalkan lapangan menuju rumahnya, tetapi Revan tetap tidak mau mengembalikan pita rambutnya. Lagi-lagi Salma tidak mau bermain dengan Revan, hingga ia menggodanya dengan dua ekor kupu-kupu di stoples yang diletakkan di meja teras rumah Salma. Revan memang selalu jahil pada Salma, tetapi hatinya baik dan lembut. Ia tidak akan rela jika ada teman lain yang membuat Salma menangis atau terluka.
Revan adalah satu-satunya sahabat yang dimiliki oleh Salma sejak kecil. Rumah mereka bersebelahan, hanya ada rumah kosong yang memisahkan rumah keduanya. Setiap hari mereka menghabiskan waktu pulang sekolah untuk bermain bersama. Jika hujan tiba, Revan akan membujuk Salma untuk keluar rumah dan berlari-lari di bawah talang rumahnya, membuat penyumbat saluran air di halaman rumah kosong agar terbentuk danau yang membuat keduanya bahagia.
Kedua orangtua mereka sangat dekat dan akrab, saling menitipkan anak mereka jika akan bepergian. Kedekatannya sudah seperti keluarga sendiri. Hingga suatu hari terjadi perdebatan antara papa Salma dan papa Revan. Keduanya memperebutkan proyek besar di perusahaan mereka.
Suatu malam papa Salma mengajak papa Revan untuk ngopi di luar, beberapa jam mereka berbincang untuk menyelesaikan perselisihan di antara keduanya. Mereka pulang menggunakan mobil masing-masing. Sesuatu yang tidak terduga terjadi, papa Revan mengalami kecelakaan mobil dan meninggal dunia.Tante Lisa—Mama Revan—membawa Revan pergi entah ke mana, tepat sehari setelah suaminya dimakamkan. Saat itulah terakhir kali Salma melihat Revan dengan senyumnya yang sendu. Sejak saat itu mereka tidak pernah bertemu lagi.
***
Salma memberanikan diri tersenyum kepada laki-laki di seberang mejanya. Laki-laki itu membalas senyumnya, meskipun senyum yang dipaksakan tetapi membuat Salma sedikit lega. Salma menundukkan kepalanya, menguraikan kekecewaan dengan membuka ponsel di tasnya. Salma menggeser layar ponsel sekadar membaca-baca unggahan orang pada Instagram miliknya. Tiba-tiba seorang laki-laki telah berdiri di sampingnya, mengulurkan tangan untuk berjabat dengan Salma. Seketika Salma menoleh, sedikit terkejut karena tidak menyadari kehadiran laki-laki itu.
“Masih ingat aku, Revan, sahabatmu waktu kecil dulu?” Senyum persahabatan terkembang dari bibir laki-laki itu.
Bersambung ….
Rachmawati adalah ibu dari Ibrahim dan Volkan, hobi membaca novel dan mengoleksi tanaman hias.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata