Secangkir Teh Kematian (Episode 7)
Oleh: Rachmawati Ash
Papa Salma berjongkok mengambil selembar foto yang mendarat di lantai ruang kerjanya. Salma berusaha mengontrol rasa terkejutnya, meskipun tetap saja wajahnya terlihat pucat pasi.
“Papa tahu apa yang kamu cari. Percayalah, Nak, papamu ini bukan pembunuh.” Papa Salma berdiri diantara daun jendela. Memandang pohon-pohon mahoni yang rindang di seberang rumah.
“Ini foto siapa? Kenapa disimpan bersama potongan berita ini?” Salma menunjuk foto wanita cantik yang ada di tangan papanya.
“Papa tidak tahu, tapi foto itu Papa temukan di mobil papa Revan saat kecelakaan.” Papa berjalan menuju ke arah pintu.
“Apa Papa menyembunyikan sesuatu?” pertanyaan Salma menahan langkah papanya beberapa detik. Kemudian pria paruh baya itu berbalik badan menghampiri putrinya.
“Meski Papa bersahabat dengannya tapi Papa tidak tahu urusan pribadinya.” Papa merapikan rambut Salma yang menjuntai di dahi. Salma tersenyum dan memeluk papanya. Salma tahu bahwa papanya adalah pria yang baik dan bukan seorang pembunuh seperti yang dituduhkan Revan kepadanya.
“Revan anak baik, Papa tahu itu, dia itu duplikat papanya, kalau sudah mencintai seseorang dia rela melakukan apa pun.” Papa melempar senyum penuh kasih sayang kepada putri satu-satunya.
“Jika berjodoh dia akan datang memperjuangkanmu ke sini, lebih baik kamu fokus dengan kuliahmu dulu, Nak.”
Salma mengangguk dan tersenyum memahami kalimat papanya.
*
Revan membolak-balikkan tubuhnya di kasur. Berbagai posisi tidur sudah dia coba namun tidak membuatnya nyaman juga. Bukan karena cuaca panas siang itu, namun wajah Salma memenuhi mata dan pikirannya. Semakin dia berusaha membuangnya semakin membuatnya kacau dan berantakan. Senyum manis Salma saat menyambutnya datang ke rumah. Matanya yang semakin sipit saat tertawa dan raut wajah manjanya saat merajuk. Revan tersenyum sendiri mengingat kecantikan Salma, lalu teringat pula wajah pucat Salma saat mengetahui niatnya untuk membunuh Salma.”Aaaaghhh, kenapa, sih, kamu harus cantik, harus baik, merepotkan aku aja!” Revan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
“Kenapa aku harus jatuh cinta pada gadis itu, kenapa?” Revan berbicara sendiri. Duduk menekuk kedua lututnya di atas kasur, mendekapkan bantal di wajahnya. Merasa bodoh karena telah terjebak perasaan cinta yang tidak diinginkannya. Sehingga dia gagal membunuh gadis itu untuk membalaskan dendamnya.
Suara Mama mengetuk-ngetuk pintu kamar Revan, membuyarkan lamunannya. Cepat-cepat Revan membuka pintu kamar, mendapati mamanya tersenyum dan menunjuk seorang gadis semampai yang duduk di ruang tamu. Revan terkejut melihat kedatangan Salma di rumahnya. Ternyata punya nyali juga gadis ini. Pikir Revan dalam benaknya.
Beberapa menit suasana tegang, Revan dan Salma tidak saling bicara. Salma mengajak Revan keluar untuk berbicara serius. Revan menyetujui, keduanya pergi ke sebuah taman dekat rumah Revan. Salma sudah tidak sabar ingin memaki dan memarahi Revan.
“Jelaskan padaku apa maksudmu mau meracuniku dengan teh itu? Hah!” Suara Salma mendadak tinggi karena sudah terlalu kecewa kepada Revan. Beberapa langkah Revan mundur dari tempatnya berdiri. Laki-laki ini terkejut melihat gadis yang biasanya lembut dan manis tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi.
“Karena aku benci papamu!” Sengaja Revan mendekatkan wajahnya ke wajah Salma dan tersenyum sinis. Perdebatan keduanya tidak dapat dihindari. Salma merasa bahwa papanya tidak bersalah, begitu pun Revan tetap bersikeras bahwa papa Salma adalah penyebab kematian papanya.
Salma duduk di kursi taman, air matanya menetes membentuk garis di kedua lesung pipitnya. Salma merasa kecewa karena Revan telah menjadi laki-laki yang jahat. Bukan sahabat kecilnya yang dulu baik dan senang menggodanya.
Revan duduk di samping Salma, wajahnya masih merah karena menahan emosi. Keduanya saling diam, tidak berbicara apa pun. Revan memperhatikan gadis yang menangis di sebelahnya, ingin rasanya dia mengusap air mata Salma. Revan teringat dulu saat masih kecil, setiap Salma menangis dia akan menangkap kupu-kupu dan memberikannya pada Salma. Atau mengajaknya berlarian di bawah pohon salju untuk memunguti bunga-bunga kuning yang berjatuhan di tanah.
“Kamu jahat … Re,” suara Salma hampir tidak terdengar karena tertahan dalam isaknya. Tangannya menyodorkan selembar foto kepada Revan. Wajah Salma tidak mau menatap Revan yang telah mengkhianatinya. Hati Salma masih sangat kecewa.
Revan menerima selembar foto dari tangan Salma, matanya melihat foto wanita itu dengan sunguh-sungguh. “Dari mana kamu mendapatkan foto ini?” suara Revan mulai menurun. Diperhatikan baik-baik wajah Salma. Kali ini tatapan Revan penuh selidik, Salma menatapnya dengan pandangan sayu.
“Papaku menemukannya di mobil papamu saat kecelakaan malam itu.”
Revan berdiri. “Aku sering melihat wanita ini bertemu dengan mamaku!”
Bersambung ….
Rachmawati Ash adalah ibu dari Ibrahim dan Volkan, hobi membaca novel dan mengoleksi tanaman hias.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata