Sebuah Keputusan
Oleh: Wulan Putri Kusumah
Selama beberapa waktu terakhir, berita duka menjadi informasi utama dari musibah yang terjadi di dalam negeri. Hampir semua berita mengabarkan perihal kapal laut tenggelam karena kelebihan muatan, pesawat terbang kehilangan kontak dengan menara kendali, dan sebelumnya juga, terjadi tabrakan beruntun di jalan tol.
Tidak ada yang dapat memprediksi secara detail peristiwa yang akan terjadi. Jika ada, mungkin para cenayang lebih mudah menghalau langkah malaikat maut dalam menjalankan tugasnya.
Jema menatap televisi dengan saksama, lalu tiba-tiba wanita yang sedang makan pisang goreng itu menatap Kanin, sedangkan yang ditatap tidak peduli, wanita itu sibuk membalas pesan yang masuk dalam aplikasi WhatsApp-nya.
“Kanin, apakah kamu percaya takdir?”
Jema menunggu jawaban sahabatnya, tetapi wanita penyuka warna hijau itu masih sibuk dengan ponsel hitamnya. Tidak lama, perempuan bernama Kanin mengambil pisang goreng yang berada di atas meja. Sambil mengunyah, dia membalas tatapan Jema yang menuntut jawab.
Kanin menutup mata, berusaha mengatur napasnya. Jika berbicara mengenai takdir, sering kali dia mengalami sesak. Kenangan yang seharusnya indah, berakhir dengan pilu.
“Takdir adalah garis hidup yang sudah ditentukan oleh Sang Pembolak-balik hati. Jika aku tidak percaya, bagaimana bisa bertahan sampai saat ini.”
“Apakah masih terasa sakit?”
Tidak dapat dijabarkan rasa sakit yang menyerang Kanin secara tiba-tiba. Kisah cinta 168 bulan penuh mimpi untuk digapai, hilang sejak hari itu, hari ke 5110, di mana suaminya tertangkap basah melakukan perselingkuhan. Pria itu terlihat sedang jalan berdua dengan rekan kerjanya, sambil berpelukan di salah satu pusat perbelanjaan.
“Aku belum dapat menjawab pertanyaan kamu dengan penuh keyakinan,” jawab Kanin. “Yang pasti saat ini, aku tidak pernah menangis lagi, sudah dapat tertawa, dan berusaha berdamai dengan keadaan.”
“Lebih baik berpisah atau mengalami musibah seperti pemberitaan di televisi?”
Jema bertanya kepada sahabatnya. Wanita berparas ayu itu masih larut dalam kisah pilu keluarga korban yang menunggu kepastian nasib famili mereka. Dia memang mudah menangis, terkait banyaknya musibah yang diberitakan oleh televisi. Temannya yang satu itu, memang mudah sekali terharu.
“Tidak bisa disamakan dong,” ucap Kanin menatap kesal ke arah teman baiknya.
Jema protes, dia bertanya mengapa tidak dapat disamakan antara berpisah karena ditinggal suami meninggal dunia dengan perpisahan karena ada wanita idaman?
Debat kusir sudah menjadi makanan sehari-hari bagi keduanya. Persahabatan mereka memang unik. Perdebatan seperti itu kerap kali terjadi dan justru kantor akan terasa sepi, jika tidak mendengar adu mulut dua srikandi.
Tampaknya, polemik membuat persahabatan mereka semakin kuat setiap harinya. Kanin, perempuan yang melankolis, sedangkan Jema, wanita realistis. Pasangan yang cocok dari dua kepribadian yang saling bertolak belakang.
Mira yang bekerja satu ruangan dengan Kanin dan Jema hanya dapat menggelengkan kepala atau menutup telinga jika kedua srikandi sudah mulai melancarkan aksinya. Berawal dari tukar pendapat, kemudian terjadilah silang pendapat, karena masing-masing individu saling mempertahankan argumen dan berjuang sampai akhir, berpegang teguh kepada pendapatnya masing-masing.
“Aku tidak ingin mengalami perpisahan dengan suamiku, baik itu kehendak Tuhan atau karena perempuan. Sekarang, bisakah kalian berhenti berdebat,” pinta Mira.
“Aku lebih memilih berpisah karena kehendak Tuhan,” ucap Kanin, “perpisahan karena perempuan akan membuat luka yang tidak mudah menutup.”
Kanin bergeming, dia setuju dengan Mira. Perpisahan karena perempuan hanya akan menambah luka dan kita masih dapat bertemu dengan mantan beserta wanitanya, jika meninggal, tentu saja kita tidak akan pernah bertemu lagi.
Kanin menarik napasnya, tidak ada yang mudah jika berbicara masalah perpisahan. Belum lama dia bercerai dari suaminya, pengkhianatan yang dilakukan Gio mampu meluluhlantakkan semua rasa percaya yang dia miliki.
“Apa pun yang bersumber dari rasa sakit tentunya semua orang tidak ingin mengalaminya, Kanin,” ucap Jema.
Kanin menatap sahabatnya tanpa berkedip, hingga Jema mengalihkan pandangannya pada jendela tanpa pintu di ruangan Mira. Puncak beberapa gedung terlihat sangat dekat dari lantai lima belas.
“Berpisah dengan seseorang yang kita cintai tentunya memiliki rasa sakit yang luar biasa. Terlepas pasangan kita baik, atau tidak,” ucap Kanin.
“Jadi, lebih baik jika Gio diambil nyawanya, seperti ketika Tuhan mengambil Ashraf Sinclair dari BCL atau-”
“Bisakah diganti pertanyaannya,” pinta Mira memotong ucapan Jema, “Berempatilah sedikit Jema,” ucap Mira. “Kanin dalam keadaan yang tidak baik membicarakan hal itu.”
Jema membantah ucapan Mira, dia sangat yakin jika Kanin cukup kuat membahas masalah tersebut. Sahabatnya adalah seorang wanita yang kuat, ibu yang hebat. Putri semata wayangnya berusia dua belas tahun.
Kanin mengalami jatuh bangun dalam hidup, dia harus menata yang harus dibenahi, membuang semua racun yang menyelimuti jiwanya. Hidup adalah pilihan, berpisah dengan Gio setelah pria itu tidak dapat mengambil sikap, memilih Kanin atau wanitanya.
Dengan tegar kanin berkata bahwa hidup adalah pilihan, dia sudah mengambil sebuah keputusan besar. Memilih berpisah dibandingkan memiliki madu. Lebah mampu mengubah nektar menjadi madu, tetapi dalam suatu hubungan tidak ada manis yang terasa, bila menyangkut di antara pilihan. Bila orang lain dapat berbagi sayang, dirinya tidak. (*)
Bogor, 16 Desember 2021
Wulan Putri Kusumah. Wanita penikmat senja, hujan, aroma tanah basah serta penyuka kopi.
Editor: Imas Hanifah N
Gambar: Pixabay
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata