Satu Hari Bersama Minah
Oleh : Karna Jaya Tarigan
Anak itu menjilat-jilati arum manis dengan nikmatnya. Harum gula yang menguar membuat ia mengabaikan lelehan ingus yang keluar dari lubang hidungnya. Manis dan asin bercampur jadi satu. Ini jajanan yang kesekian di pagi ini yang ia dapatkan dari hasil merengek pada ibunya. Minah—ibu si anak itu—yang masih mengantuk akibat begadang semalaman tidak ingin terganggu. Menyumpal bocah itu dengan uang ialah cara yang paling tepat menurutnya, agar bocah itu berhenti merengek dan tidak mengganggu mimpinya di pagi hari.
***
Tengah hari saat matahari berada di atas kepala, Minah baru saja bangun. Lalu ia membuat segelas kopi dari dispenser yang lupa dimatikan sejak semalam dan segera menghirupnya tanpa menunggu uap panasnya melesap. Ia menyalakan sebatang rokok, mengisapnya dalam-dalam dan mengembuskan asapnya perlahan. Setelah sebatang rokok tersebut habis, ia segera bangun mencari anaknya yang biasanya sedang bermain di ujung gang bersama kawan-kawannya. Dengan daster kusut seadanya yang agak sedikit memperlihatkan bagian atas payudaranya yang masih terlihat sintal, ia berhenti di warung Padang yang berbanderol dua belas ribu untuk membeli dua bungkus nasi, lalu memanggil anaknya untuk segera pulang dan makan.
***
Hidup Minah adalah sederhana, seperti juga cita-citanya. Mampu membayar kontrakan sepetak. Mampu membelikan jajan anak. Dan mampu mengganjal perut mereka. Selebihnya nasib yang mengatur. Lepas Magrib, ia telah selesai mandi dan berdandan sambil berbicara sebentar kepada anaknya: “Jangan begini, jangan begitu, dan jangan ke mana-mana. Ibu cari uang!”
Melewati jembatan kecil yang cuma bisa dilewati sepeda motor, tempat kerja Minah tidak begitu jauh dari rumahnya. Deretan warung remang-remang di pinggir jalan. Perempuan itu bekerja di malam hari hingga pagi menjelang. Tugas yang ia kerjakan sangatlah mudah. Menemani tamu-tamu minum, sesekali turun berjoget, atau mendengarkan ocehan laki-laki yang sedang kesepian dan ingin didengarkan.
Tapi bukan itu pekerjaan utama Minah. Dari menemani tamu-tamu yang duduk dan minum-minum itu ia tidak dapat uang seberapa. Ia lebih suka jika tamunya segera mengajak dirinya “mengangkang” di kamar belakang. Melepaskan hasrat yang harus segera disalurkan. Jika ia dapat lebih banyak pelanggan tentu semakin banyak ia mendapatkan uang. Jika semakin banyak tamu yang berminat akan tubuhnya, semakin cepat pula ia pulang. Tak perlu lama-lama merasakan dinginnya malam.
***
Malam ini Minah cuma dapat satu orang tamu yang mengajaknya berkencan. Tapi ia ingin buru-buru pulang. Lelaki itu telah memberinya nomor handphone, juga uang panjar yang nilainya cukup lumayan: senilai hasil lima hari kerja keras perempuan itu melayani laki-laki hidung belang. Jumat malam besok, ia harus ikut lelaki itu ke kawasan Puncak. Ada seorang wisatawan dari Timur Tengah yang akan menunggunya. Kata lelaki tadi, “goyangan Minah sangat recommended”. [k]
Bekasi, 24 Mei 2020.
Karna Jaya Tarigan. Seorang penulis pemula. Sekarang ia sedang mempelajari cerpen-cerpen Avianti Armand sambil mendengarkan Duran Duran.
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata