SAMIN: Sebuah Falsafah Hidup serta Wujud Nyata Upaya Pemajuan Kebudayaan Bangsa

SAMIN: Sebuah Falsafah Hidup serta Wujud Nyata Upaya Pemajuan Kebudayaan Bangsa

SAMIN: Sebuah Falsafah Hidup serta Wujud Nyata Upaya Pemajuan Kebudayaan Bangsa
Oleh : Devin Elysia Dhywinanda

Dalam rangka Jejak Tradisi Provinsi Jawa Timur tahun 2019.

 

Pada hari kedua acara Jejak Tradisi Provinsi Jawa Timur, kami sebagai peserta lomba diajak untuk menelaah lebih lanjut tentang kelompok masyarakat Samin di Kabupaten Bojonegoro. Kami berkumpul di area parkir pukul 06.30 WIB dan berangkat dari Pandaan kurang lebih pukul 07.00 WIB. Perjalanan ditempuh selama 3-4 jam menggunakan jalur tol. Begitu sampai di pertigaan menuju kawasan pemukiman Samin, bus berhenti dan kami dipandu oleh tiga tour guide, yaitu Bapak Tatok Sam Budiarto serta Duta Wisata Samin yang biasa disebut Samino dan Samini (diambil dari frasa “Samin isih ana” dan ”Samin masa kini”, pen) untuk mempelajari lebih lanjut tentang kelompok masyarakat Samin.

Samin merupakan nama sebuah kelompok masyarakat yang berpusat di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, dan juga tersebar di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan informasi dari Samino (Duta Samin) 2019, kelompok masyarakat Samin yang berada di Kabupaten Bojonegoro merupakan keturunan langsung dari generasi Samin terdahulu, sedangkan kelompok yang berada di Kabupaten Blora merupakan orang-orang yang menyebarkan nilai filosofis Samin. Nama Samin sendiri berasal dari bahasa Jawa, sami-sami amin, yang berarti sama-sama baiknya.

Menurut sejarah, kelompok masyarakat Samin dibentuk oleh Samin pertama, yaitu Mbah Samin Surosentiko pada masa kolonialisme Belanda. Pada masa itu, Mbah Samin Surosentiko tidak setuju dengan praktik pemerasan rakyat miskin oleh pejabat dari bangsa Indonesia sendiri dan melakukan pemberontakan halus pada Belanda dengan cara tidak mau membayar pajak serta merampok harta orang-orang kaya yang menjadi kaki tangan Belanda.

“Kita itu sama-sama saudara, harusnya saling membantu, bukannya malah menyakiti saudara sendiri.” Demikian penuturan Mbah Harjo Kardi selaku keturunan keempat dari Mbah Samin Surosentiko dalam video dokumentasi Samin yang diputar dalam penutupan acara Jejak Tradisi Jawa Timur 2019.

Atas dasar rasa persaudaraan tersebut, Mbah Samin Surosentiko bersama masyarakat terus melakukan perlawanan halus tersebut hingga Belanda menangkap Mbah Samin Surosentiko dan mengasingkannya ke Sumatra. Beliau meninggal dan dikuburkan di sana. Kendati demikian, perlawanan terhadap Belanda terus dilakukan oleh masyarakat Samin hingga dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.

Hal menarik dari Samin adalah sebuah pernyataan bahwa aspek paling penting adalah nilai-nilai serta falsafahnya yang menjunjung tinggi persaudaraan serta tolerasi antar”saudara”. Semua orang dapat menjadi Samin, dari mana pun ia berasal, asal ia memiliki atau menjalankan nilai-nilai dari Samin itu sendiri.

Dari aspek kebudayaan, kebudayaan Samin kurang lebih sama seperti kelompok masyarakat lain di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan penjelasan tertulis Bapak Adi Sutarto dalam Pesona Samin Investasi Generasi, objek kebudayaan Samin dibagi menjadi empat: (1) Tradisi lisan berupa cerita Samin, doa, dan pesan kehidupan/ajaran (jujur, sabar, lokal, nrima); (2) Adat istiadat, seperti adat Nggemblang, Manten, Gumbregan, dan gotong royong; (3) Pengetahuan tradisional, mencakup tata pertanian, tata pertukangan, dan tata karma; (4) Teknologi tradisional, antara lain cara pembuatan gamelan, alat pertanian, cara memintal, menenun, membuat garam, dan mewarnai kain.

Ketika berkunjung ke Dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro pada tanggal 20 Maret 2019, kami juga melihat rumah adat Samin, berupa rumah dengan dinding dari papan kayu, yang masih dilestarikan hingga sekarang. Selain itu, kami berkesempatan untuk berziarah ke makam Surokarto Kamidin selaku Sesepuh Samin III dan Paniyah. Dalam perjalanan tersebut, Bapak Tatok Sam Budiarto selaku tour guide menjelaskan bahwa untuk makam Mbah Samin Surosentiko sendiri belum berhasil dipindahkan dari lokasinya di Kota Sawahlunto, Sumatra Barat.

Selain objek kebudayaan, kami juga mengobservasi keadaan sosial dalam kelompok masyarakat Samin. Mayoritas masyarakat Samin berkecimpung di bidang pertanian, khususnya menanam padi. Ada juga yang berprofesi sebagai pandhe besi. Terkait kondisi sosial tersebut, sering kali dijumpai miskonsepsi dari orang awam, seperti adanya anggapan bahwa Samin merupakan kelompok masyarakat yang tidak bersahabat, tertutup, kolot, dan susah menerima kebudayaan luar. Pandangan semacam ini berkali-kali berusaha diluruskan oleh intern masyarakat Samin, salah satunya Bapak Adi Sutarto selaku pengelola Labseni Senthong Sekarjati, “Kami memang pemberontak, nggak mau bayar pajak, tetapi itu dulu, waktu penjajahan Belanda. Kalau sekarang, kami mengikuti aturan yang ada.”

Bapak Tatok Sam Budiarto juga menambahkan bahwa masyarakat Samin mau menerima kebudayaan luar. Hal ini terlihat dari: (1) Masuknya listrik pada tahun 2000; (2) Sistem bercocok tanam yang lebih modern serta hasil pertanian yang sudah dipasarkan ke luar daerah; (3) Pandhe besi yang sudah menggunakan listrik untuk mempercepat produksi; (4) Masuknya agama Islam; (4) Keterbukaan masyarakat Samin dalam menerima wisatawan, contohnya dengan tur kebudayaan yang dilakukan pada hari kedua Jejak Tradisi Provinsi Jawa Timur 2019.

Bicara soal kebudayaan, kelompok masyarakat Samin merupakan contoh terdepan dari upaya pelestarian kebudayaan lokal. Bukan hanya dari segi pelestarian tradisi serta pengajaran falsafah nenek moyang pada generasi muda, melainkan juga berbagai aksi nyata yang dilakukan untuk memperkenalkan budaya Samin kepada masyarakat luar daerah. Pertama, adalah terbentuknya berbagai gerakan untuk memajukan kebudayaan Samin, seperti komunitas Masyarakat Samin, Labseni Senthong Sekarjati, serta Margomulyo Youth Movement (MYM). Kedua, diadakannya berbagai kegiatan sosialisasi kebudayaan, antara lain: (1) Pentas Seni Agustusan; (2) Gelar Seni Senthong Sekarjati; (3) Pemilihan Duta Samino Samini; (4) Samin 5K; (5) Sepekan Samin; (6) Penyambutan Tamu dan Pertunjukan Massal; (7) Lomba Lari Samin (keterangan dari Bapak Adi Sutarto dalam penutupan Jejak Tradisi Jawa Timur 2019, pen). Untuk pemilihan Samino Samini, pertama kali dilaksanakan pada tahun 2016 dan memiliki tujuan untuk menyiapkan duta wisata yang akan membantu para wisatawan untuk mengenal segala sesuatu tentang Samin. Ketiga, bantuan Pemerintah dalam menyediakan wadah pelestarian serta pengenalan budaya, yaitu balai budaya yang terletak tidak jauh dari rumah Mbah Harjo Kardi serta Masjid Jami’ Samin.

Sejalan dengan UU no. 17 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dalam pelestarian kebudayaan, langkah pertama adalah dengan mewariskan objek pemajuan kebudayaan ke generasi selanjutnya, sebagaimana penanaman falsafah Samin pada generasi muda. Selanjutnya, kebudayaan tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan agar dapat mendatangkan investasi bagi masyarakatnya. Berpegang pada lima trik sukses aktif, kritis, selektif, dan inovatif, masyarakat Samin berupaya mengenalkan sekaligus mengomersilkan kebudayaan mereka pada masyarakat luar. Tujuannya jelas, selain untuk meningkatkan kecintaan dan kebanggaan terhadap budaya lokal, proses ini juga dapat dijadikan sebagai pemasukan di sektor pariwisata. “Bahkan pernah juga ada turis dari Perancis yang mau tahu tentang kebudayaan Samin,” tambah Bapak Adi Sutarto.

Kelompok masyarakat Samin merupakan bukti nyata bahwa kebudayaan bukan hanya suatu kebanggaan yang dimiliki sendiri, tetapi nilai-nilai serta falsafah yang dapat dibagi ke banyak orang. Sumber-sumber budaya lokal hendaknya dapat dikemas sehingga memiliki daya pikat tinggi untuk menarik minat masyarakat luas. Mengutip penutup dari Pesona Samin Investasi Generasi, upaya pengenalan dan penggalian kebudayaan sebagai salah satu warisan luhur bangsa dapat diwujudkan secara nyata dengan tujuan agar generasi kini memiliki kecakapan dalam pemajuan kebudayaan yang berkelanjutan dan mampu berdaya saing untuk memiliki pasar jual hasil karya bersama. (*)

 

Devin Elysia Dhywinanda lahir di Ponorogo, 10 Agustus 2001. dan kini berstatus sebagai pelajar kelas XII di SMA Negeri 1 Ponorogo.

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

 

Leave a Reply