Salah Sasaran

Salah Sasaran

Salah Sasaran

Seperti biasa, lagi-lagi Monyet berulah. Entah kenapa setiap hari ia selalu saja senang menjahili Kelinci. Pagi ini sehabis bergelayutan dari satu pohon ke pohon lain dan memakan beberapa sisir pisang, Monyet kembali mencari Kelinci. Gerakan tangannya bertambah cepat, berayun ke setiap pohon. Dan tepat saat ia bergelayut di pohon mangga, gerakan tangannya terhenti.

“Itu dia Kelinci,” gumamnya.

Wajah Monyet yang selalu berseri-seri kini bertambah cerah tatkala melihat Kelinci sedang sibuk menanam bibit-bibit wortel di dekat lubangnya.

“Hai Kelinci!” sapanya ramah.

Kelinci langsung berdiri menghadap Monyet, wajahnya sedikit cemas. Ia sudah hafal dengan kejahilan Monyet yang biasa dilakukan terhadapnya.

“Kenapa kau ke sini?” tanya Kelinci.

Monyet langsung bersikap manis. Ia merapatkan kedua tangannya dan tersenyum lebar pada Kelinci. “Ayolah, bukankah kemarin aku sudah meminta maaf?”

Tapi sayangnya kali ini Kelinci sudah tidak percaya lagi. Ia bahkan sebal saat melihat Monyet mengedip-kedipkan kedua matanya dan meminta untuk dimaafkan.

“Ah, paling kau akan mengulangi hal tersebut sama seperti sebelumnya. Aku tidak percaya padamu!”

“Aku janji tidak akan mengulanginya.”

Kelinci hanya diam saja. Tanpa mengatakan apa pun ia langsung masuk ke dalam lubang, meninggalkan Monyet yang masih berdiri di depan ladang wortel miliknya.

***

“Ah, kebetulan sekali Kelinci ada di sana!” seru Monyet girang. Wajahnya langsung berubah semringah.

Monyet memang selalu jahil. Ia tidak tenang jika sehari saja ia tidak mengusili salah satu hewan di hutan ini termasuk Kelinci. Jika tadi ia gagal menjahili Kelinci maka kali ini ia harus berhasil, begitulah pikirnya.

Sore ini, sebelum langit bertambah gelap ia melihat ekor Kelinci yang bergerak-gerak dari balik semak-semak. Dalam sekejap sifat jahilnya langsung keluar.

Monyet berayun perlahan-lahan dari satu pohon ke pohon lain, menuju pohon terdekat dari semak-semak tempat Kelinci muncul. Berusaha sebaik mungkin agar kedatangannya tidak diketahui Kelinci.

Dan sambil melepas kedua tangannya Monyet mulai turun, berjinjit, mendekat ke arah semak-semak, lantas menarik ekor Kelinci seperti biasa.

“Kena kau!” serunya girang.

Tapi sayang, tawa Monyet kini berhenti begitu melihat Kelinci keluar dari balik pohon sambil membawa sekeranjang wortel.

“Kau…? Kau…?” Wajah Monyet terlihat bingung. Tangannya yang masih menyentuh buntut yang dikiranya buntut Kelinci langsung dilepaskannya. Jari telunjuknya menunjuk ke arah kelinci dan semak-semak bergantian. Hanya saja Kelinci tidak terlalu menghiraukan, ia tetap melanjutkan perjalanannya. Melompat-lompat menuju lubang tempat tinggalnya. Baginya Monyet memang selalu aneh.

Monyet langsung mundur. Ia mendengar suara tangis yang sudah tak asing. Dan dari balik semak-semak keluarlah Beruang betina dengan wajah memerah. Ia terbangun setelah mendengar anak Beruang menangis.

“Siapa yang mengganggu tidur bayiku?” tanya Beruang betina marah.

“Ma—ma, ma—ma….”

“Jadi kau!”

Tanpa melanjutkan permintaan maafnya Monyet langsung lari, melompat dan langsung bergelayutan ke pohon. Berayun cepat sebelum Beruang betina berhasil mengejarnya. (*)

Grup FB KCLK
Halaman FB kami
Pengurus dan kontributor
Cara mengirim tulisan
Menjadi penulis tetap di Loker Kita