Review Film The Billionaire (Diangkat dari Kisah Nyata)

Review Film The Billionaire (Diangkat dari Kisah Nyata)

Review Film The Billionaire (Diangkat dari Kisah Nyata)

Oleh: Imas Hanifah Nurhasana

“Jangan menyerah apa pun yang terjadi. Kalau kita menyerah, habislah sudah.” (Top Ittipat)

Pada tahun 2011, GTH (GMM Thai Hub) merilis sebuah film berjudul “The Billionaire” atau dikenal juga dengan “Top Secret” yang ceritanya diangkat dari kisah nyata.

Sebuah film remaja dengan tema ‘coming of ages’ yang cukup menggebrak dunia perfilman ini dibintangi oleh Patchara Chirathivat. Patchara adalah seorang aktor yang sebelumnya juga membintangi beberapa film sukses, salah satunya berjudul “SuckSeed”.

The Billionaire bercerita tentang seorang pengusaha terkenal bernama Top Ittipat. Ia yang sukses di usia muda dan dikenal sebagai seorang milyuner karena bisnis rumput lautnya yang mendunia.

Nah, film ini memfokuskan kepada perjalanan seorang Top dalam merintis usahanya. Lika-liku yang sungguh membuat siapa saja merasa bahwa setiap keberhasilan yang besar, tidak akan diraih dengan sekedipan mata saja. Ada banyak yang harus dikorbankan dan tentunya direlakan.

Film ini diawali dengan adegan Top yang masih sangat muda masuk ke sebuah bank dan dengan santainya berkata, “Aku ingin pinjam uang sepuluh juta baht.”

Si pegawai bank tersenyum. “Maaf, kalau kamu ingin menabung atau menarik uang, silakan pergi ke teller.”

Akan tetapi, Top tidak pergi. Ia bersikeras ingin meminjam. Hingga akhirnya ….

“Beri aku satu kalimat yang mampu meyakinkanku untuk meminjamkan uang padamu,” kata si pegawai bank.

Dari sinilah Top mulai bercerita. Ia tidak mengucapkan satu kalimat, tapi sebuah cerita panjang yang membuat si pegawai bank mulai tertarik dan masuk ke dalam cerita Top.

Kira-kira, apakah Top berhasil meminjam uang?

Lalu, untuk apa uang tersebut?

Film ini banyak memberikan gambaran mengenai seorang anak yang tidak suka diam di kelas, tidak suka belajar dan lebih suka bermain game. Akan tetapi, di sini Top remaja tidak bermain game hanya untuk kesenangan saja. Pikiran bisnisnya justru berawal dari bermain game.

Ia menghasilkan uang dari sana, membeli banyak peralatan game, bahkan sebuah mobil. Ayah dan ibunya keberatan dengan apa yang Top lakukan. Mereka lebih menginginkan Top serius belajar dan mendapatkan pendidikan tinggi untuk kemudian bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.

Seringkali ayahnya membandingkan Top dengan kakaknya yang sukses karena sudah bekerja di perusahaan besar. Gurunya juga menasihati Top agar bisa seperti kakaknya. Namun, Top tetap tidak mau. Ia tidak ingin menjadi seperti kakaknya.

Perjalanan Top tidak mudah. Ia banyak mengalami kegagalan dan bahkan ditipu. Usaha DVD yang kacau, mencoba berdagang kacang, tetapi hasilnya tidak sesuai harapan, serta pendidikannya yang betul-betul berantakan.

Sementara dari sisi percintaan dan keluarga, Top juga dihadapkan pada pilihan yang sulit. Hubungannya bahkan sampai putus dan ia juga harus berpisah dengan orang tuanya yang bangkrut dan mengharuskan mereka pindah ke China.

Top bimbang. Ia harus memilih antara ikut orang tuanya atau tetap di Thailand. Kembali berkuliah di sana atau memulai bisnisnya kembali dengan tertatih-tatih.

Ia memilih tetap berjuang.

Ada beberapa karakter yang cukup memberi warna di dalam film ini. Salah satunya adalah paman Top yang dari awal selalu mendukung dan menemani Top melakukan berbagai usaha demi menjadi seorang pengusaha sukses.

Paman Top sudah tak lagi muda. Akan tetapi karena ia begitu menyayangi Top, ia selalu ingin membantu dan menjaga Top dalam setiap keadaan. Paman Top ini bahkan hampir kehilangan nyawa akibat kecelakaan ketika membantu Top.

The Billionaire layak diberi label film ‘greget’. Ini dikarenakan apa yang terjadi di dalam film memang berdasarkan kisah nyata ini pasti mampu membuat penonton merasa gregetan. Beberapa adegan akan membuat siapa pun ingin marah, sedih, kemudian senang, tetapi ketika tokoh utama sudah merasa hampir berhasil, usahanya harus gagal lagi.

Ini seperti kita sedang pergi ke suatu tempat yang indah, tetapi tiba-tiba hujan mengacaukannya. Kemudian kita mulai menerima cuacanya dan hendak minum kopi, tetapi kopinya ternyata terasa asin. Kesal? Tentu saja.

Lupakan perumpamaan yang cukup kacau di atas.

Semua orang pasti ingin berakhir dengan bahagia. Meskipun sudah ketahuan endingnya akan seperti apa, tapi film ini harus masuk list film yang wajib ditonton. Apalagi ketika kalian merasa sedang down atau kehilangan semangat.

Oh iya, satu lagi keistimewaan film ini. Film ini disutradarai oleh Somboonsuk Niyomsiri yang merupakan salah satu sutradara legendaris. Salah satu filmnya yang berjudul “Tone”, bahkan dinobatkan sebagai warisan negara oleh pemerintahan Thailand. Wah, keren sekali, bukan?

Maka, adakah alasan yang cukup kuat untuk menolak menonton film ini? Jawabannya, tidak ada.

Selamat menonton.

Imas Hanifah Nurhasanah. Bercita-cita jadi penulis sejak kecil. Lahir di Tasikmalaya, 24 Desember 1996. Saat ini, tinggal Tasikmalaya. Penyuka jus alpukat ini, bisa dihubungi via akun facebooknya: Imas Hanifah atau akun IG: @hanifah_bidam. Baginya, menulis dan membaca adalah sebuah kebutuhan.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata.

Leave a Reply