Review Buku “Keajaiban Toko Kelontong Namiya”

Review Buku “Keajaiban Toko Kelontong Namiya”

Review Buku “Keajaiban Toko Kelontong Namiya”

Oleh: Aryati

 

Judul Buku: Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Nama Penulis: Keigo Higashino

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: Desember 2021

Tebal: 398 halaman

 

Awal tahu buku ini karena iseng lihat postingan teman di sosial media. Lalu lihat judulnya yang unik dan ada logo international bestseller membuat saya jadi semakin penasaran seperti apa isinya. Dan setelah penantian selama tiga hari, dibarengi dengan pesanan beberapa novel lainnya, akhirnya saya bisa menggenapkan rasa ingin tahu tentang isi novel itu. Selain itu, entah kenapa saya begitu suka membaca novel-novel orang Jepang. Rasanya beda banget. Suara naratornya, teknik penceritaannya. Apalagi showing-nya  begitu detail. Sekalian saya mempelajari tentang penggambaran tempat.

 

Tak memerlukan waktu khusus untuk membacanya, karena kemana pun pergi buku ini selalu saya bawa. Pelan-pelan saya membacanya. Bukan apa-apa, tapi saya  ingin menikmati setiap detail kejadian-kejadian di dalamnya. Lalu, ketika membaca kata ‘Keajaiban’, saya semakin penasaran. Apa yang membuat toko Namiya dikatakan Ajaib? Tentu ada hal-hal di luar nalar yang akan disajikan di novel ini.

 

Di awal bab saya disuguhi dengan cerita mengenai  tiga pemuda, Atsuya, Kohei, dan Sota, yang baru saja mencuri di salah satu rumah dan berusaha melarikan diri. Mereka bersembunyi di sebuah toko yang tergabung langsung dengan sebuah rumah. Bangunan itu tampak tua, tak terawat, dan sepertinya  sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Tempat seperti inilah yang mereka anggap aman. Di tempat ini juga ketiga pemuda yang tak memiliki pekerjaan ini menghabiskan malam sambil menunggu fajar. Lalu setelahnya, mereka akan pergi sebelum suasana ramai, agar tak ada siapa pun yang curiga bahwa mereka baru saja mencuri.

 

Selama di tempat ‘bobrok’—istilah yang mereka sematkan pada toko milik seorang lelaki berusia 72 tahun bernama Namiya Yuji yang telah meninggal 33 tahun yang lalu—ini, ketiganya menemukan keanehan-keanehan seperti: surat-surat yang dikirim melalui sebuah lubang di pintu gulung toko yang dikirimkan oleh orang-orang  dari masa lalu, perbedaan waktu antara di dalam dan di luar toko, dan surat-surat balasan yang muncul begitu saja dari dalam kotak susu.

 

Orang-orang yang mengirimkan surat tersebut, adalah orang-orang yang dulu pernah berkonsultasi dengan kakek pemilik toko ini. Mereka memulai lagi konsultasi tentang masalah-masalahnya. Ketiga pemuda itu  membalas surat-surat yang dikirimkan walau sebelumnya terjadi perdebatan antara Sota yang bersekutu dengan Kohei dengan Atsuya yang cenderung lebih suka mengabaikan surat-surat yang datang dan menganggapnya tak penting. Namun, perlahan Atsuya bisa mengerti keinginan dua sahabatnya yang selalu membalas surat-surat yang datang. Terkadang, ia juga ikut andil memberikan saran-saran terkait isi surat.

 

Novel ini juga sedikit menyinggung tentang sejarah. Seperti yang dikonsultasikan oleh seorang atlet wanita yang bingung antara mengikuti seleksi Olimpiade atau merawat kekasihnya yang sakit dan harapan hidupnya tak lama. Di sini, Keigo mengaitkannya langsung dengan sejarah Olimpiade tahun 1980 yang diadakan di Moskow. Lalu surat dari seseorang yang mengaku bernama ‘Bocah Nilai seratus’ yang akhirnya berhasil menjadi seorang  guru. Ia juga menerapkan tips-tips yang dulu pernah disarankan Yuji pada bocah tersebut, dan semua muridnya begitu menyukainya.

 

Ada pula surat dari seorang anak SD dari tahun 1970-an yang memutuskan meninggalkan orangtuanya. Ia yang begitu menggandrungi The Beatles waktu itu akhirnya menjual semua koleksi-koleksi musiknya itu kepada seorang sahabat sebelum ia pindah.  Dan masih ada beberapa surat-surat lain yang dikirim orang-orang lainnya, baik yang kenal dengan Yuji secara langsung, maupun mengetahuinya dari mereka yang sudah pernah berkonsultasi.

 

Dari novel ini, saya pun banyak memahami sisi-sisi kehidupan lengkap dengan masalah-masalahnya, yang kadang juga sering kita alami. Namun, terkadang kita merasa kesulitan ketika dihadapkan dengan pilihan. Melalui ketiga pemuda itu, Keigo memberi contoh beberapa pilihan-pilihan dalam hidup dan tentunya dengan segala konsekuensi dari pilihan tersebut. Bisa dibilang, novel ini bergenre fantasi tapi juga slice of life. Begitu kira-kira saya mengambil kesimpulan.

 

Lalu, apakah novel ini sudah difilmkan? Oh, tentu sudah. Dan kabar baiknya, setelah merampungkan bukunya, saya buru-buru mencari filmnya. Ada dua versi dari film tersebut. Satu film yang dibuat oleh orang jepang sendiri, dengan Toshiyuki Nishida sebagai tokoh utama, pemilik toko kelontong Namiya.  Dan satu lagi versi China yang dibintangi oleh Jacki Chan sebagai Yuji. Dan kabar buruknya, saya sedikit kecewa setelah menyaksikan filmnya. Mungkin karena ada sedikit perbedaan alur antara buku dengan skenario. Dan mungkin itu banyak terjadi pada film-film yang diadaptasi dari novel.

 

Tapi, walau bagaimana pun, saya suka dengan kisah ini. Dan buku ini jadi salah satu buku favorit saya. Terkadang, walaupun sudah menamatkan, saya ingin membacanya ulang. Menikmati setiap detail kejadian waktu itu.(*)

 

Banjarnegara, 13 Maret 2022

 

Aryati, wanita 30-an, pemula sekali dalam dunia literasi. Lebih suka membaca novel dalam sebuah buku daripada melalui media online.

Editor: Inu Yana

Sumber gambar: https://images.app.goo.gl/eBN6ws4xUJQo5QZF8

 

Grup FB KCLK

Halaman FB Kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply