Review Buku “Daun Pun Berdzikir”

Review Buku “Daun Pun Berdzikir”

Review Buku “Daun Pun Berdzikir”
Oleh: Erlyna

Judul : DAUN PUN BERDZIKIR

Penulis : Taufiqurrahman Al Azizy

Penerbit : Laksana

Kota tempat terbit : Yogyakarta

Tahun terbit : 2010

Tebal : 361 halaman

Novel karya Taufiqurrahman Al-Azizy yang berjudul “Daun Pun Berdzikir” adalah novel religius yang penuh inspirasi. Di dalamnya penuh akan petuah-petuah halus, yang mengajarkan kita tentang betapa sebuah kesabaran itu tak berujung. Hanya orang-orang yang tulus mencintai Allah, yang akan merasakan betapa indahnya hikmah di balik kesabaran.

Awal novel ini bercerita tentang sosok Haydar yang telah ditinggal ayahnya berpulang. Haydar merasa sangat kesepian, dan terus berharap bahwa ia bisa diberi kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengan sosok yang paling dicintainya itu.

‘Ayah, bila saja ruhku bisa melihatmu saat ini, alangkah bahagia jiwaku karena memandang wajahmu. Bila saja Allah berkenan mempertemukan kita sejenak saja saat ini, kan kucium kedua kakimu dan kuhirup wangi kesabaran hembusan nafasmu. Kan kucium punggung tanganmu dan kuteteskan air mata rinduku kepadamu. Lalu, bila engkau menyirna seumpama kabut putih yang dibelai angin Subuh seperti Subuh terakhir kita kala itu, aku akan berdoa kepada-Nya agar mencipta air mata yang mengalir ini menjadi bayang-bayang wajahmu, yang tidak akan pernah lenyap dari penglihatanku.’

Di tempat lain, ada Shofi. Putri semata wayang dari pasangan kaya raya dan terpandang. Shofi yang diam-diam menaruh hati kepada Haydar yang dikenal sangat rajin dan ulet, harus menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya menentang kerad perasaannya hanya karena Haydar miskin. Kedua orang tuanya bahkan diam-diam telah menjodohkannya dengan Bram, laki-laki dari kota yang tengah melakukan penelitian di kampungnya bersama kawan-kawannya.

Bram adalah pemuda sombong dan licik. Bersama teman-temannya, ia berusaha mencelakai Haydar. Bahkan ia tidak segan-segan memfitnah Haydar di depan orang banyak. Hingga para warga menganggap Haydar yang sering duduk di bawah pohon trembesi sambil berbicara pada angin adalah orang yang gila. Bram melakukan semua itu demi mendapatkan cinta Shofi.

Akhirnya warga mulai menjauhi Haydar dan ibunya yang hidup miskin. Namun Haydar bukanlah seorang pemuda yang putus asa. Haydar adalah pemuda yang berani. Ia tetap teguh, sekalipun Bram berkali-kali membuatnya dipermalukan di depan warga. Haydar tetap hidup seperti biasanya, tanpa dendam. Haydar selalu memikirkan ayahnya, dan rasa rindunya semakin bergejolak. Apalagi tiap kali bibirnya mengucapkan syair Nashir Khusraw tanpa sadar. Syair yang sering diperdengarkan ayahnya.

‘Tak pernah aku jatuh pada dunia
Sebagai mangsa dengan mudah
Karena tak pernah lagi bencana
Membebani hatiku
Sesungguhnya akulah pemburu dan dunia adalah mangsaku
Meski ia pernah mengejarku sebagai buruannya
Meski banyak manusia telah jatuh
Terpotong-potong
Karena anak panahnya
Dunia tidak bisa membuatku
Sebagai sasarannya
Jiwaku terbang
Melintasi gelombang dunia
Dan aku tidak lagi khawatir
Akan gelombang-gelombang
Dan gelora-geloranya’

Sementara itu, Bram yang mencintai Shofi tak kunjung menerima balasan. Bahkan semua usaha yang ia lakukan untuk menjauhkan Shofi dan Haydar, justru membuat keduanya semakin dekat. Bram putus asa. Ia menjadi pribadi yang berbeda, gila.

Lalu apakah Bram akan segera menemukan cintanya? Apakah suara yang ia dengar di tengah kegilaannya adalah panggilan kekasih? Akankah Haydar dan Shofi bersatu?

Selain penuh inspirasi, novel ini juga akan menuntun kita menemukan cinta berlandaskan kecintaan kepada Sang Maha Cinta. Karena hanya berbekal cinta kepada-Nya, hidup kita akan bahagia. Sekalipun cobaan terus menghantam, kita akan tetap teguh, tegar dan menatap dunia dengan optimis.

Kelebihan dari novel ini adalah sangat inspiratif. Tidak hanya sarat pesan mendalam, novel ini juga menuntun kita untuk menemukan cinta yang seaungguhnya. Cinta yang agung, cinta Allah semata.

Kekurangan dari novel ini adalah, konflik cerita yang terkesan biasa saja. Meski dikemas dengan bahasa puitis dan religius, keseluruhan isi novel ini bisa dibilang datar-datar saja. Secara penampilan, cover novel ini juga kurang menarik.

Kesimpulan

Novel ini sangat bagus, terutama untuk para pemuda-pemudi yang sedang mengembara mencari cinta. Cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tidak akan melebihi cinta kita kepada-Nya.

 

Purworejo, Februari 2020

 

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply