Sebuah Luka yang Harus Diakhiri
Oleh : N. Insyirah
Judul : Sebuah Luka yang Harus Diakhiri
Penulis : Nishfi Yanuar
Penerbit : Penerbit Innovasi
Cetakan : 2020
Tebal : 225 halaman
“Setiap orang berhak menyimpan apa pun di hati. Apa pun, termasuk kepahitan. Dari sini aku jadi tahu, tak semua yang tampak baik-baik saja … benar-benar baik-baik saja.”
– Nishfi Yanuar
Sebuah Luka yang Harus Diakhiri.
Bercerita tentang tokoh utama bernama Wulan yang terpaksa ikut dan tinggal bersama ayahnya (yang sudah menikah lagi tak lama setelah kematian ibu Wulan) sejak hari kematian neneknya. Wulan ini bukan gadis berwajah cantik, dalam artian dia memiliki sedikit perbedaan pada wajahnya. Di wajahnya terdapat tanda lahir berupa bercak kemerah-merahan yang menutupi sebagian wajahnya, dan karena itulah dia selalu menjadi korban bullying sejak duduk di bangku SD dan berlanjut ke tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Kepindahan Wulan mengikuti sang bapak ke Ngawi tidak hanya membuatnya merisaukan soal bagaimana sosok sang ibu tiri (yang kita tahu identik dengan sosok jahat), tapi juga lingkungan sekolah. Dan tentu dia harus beradaptasi dengan itu semua.
Dibuka dengan nuansa kelabu, saya hampir mengira novel ini akan dipenuhi dengan bawang nantinya, dan saya harus siap tisu segera.
Namun, rupanya tidak begitu. Jalan cerita sepanjang novel ini sudah tergambar dari judul yang terdengar melow tapi juga kuat di saat bersamaan. Seperti keterpurukan dan tekad untuk bangkit yang muncul di satu waktu.
Yap, mungkin banyak cobaan yang dihadapi Wulan, tapi bukan berarti dia sosok menye–menye. Setidaknya, Wulan SMA sudah tidak lagi secengeng Wulan SD, yang saat dikata-katai saja langsung menangis.
Di sini Wulan beserta teman-temannya memberikan gambaran tentang masa-masa remaja yang kompleks tapi juga manis. Di mana kesalahpahaman, kecemburuan, juga keegoisan sedang hangat-hangatnya melingkupi mereka. Membawa mereka untuk lebih mengenal dan memahami satu sama lain.
Tidak hanya urusan remaja, bertema Cinderella, novel ini juga mengajak kita untuk melihat konflik keluarga. Dan di sini, saya rasa penulis sengaja mengajak kita untuk berpikir terbuka, dengan berhenti beranggapan bahwa semua ibu tiri itu jahat. Ada juga ibu tiri yang baik, walau, ya … mungkin agak sedikit berjarak atau canggung untuk bersikap.
Dan karena sudah bicara soal ibu, novel ini lumayan banyak bicara tentang ibu. Nenek Wulan yang menggantikan mengurus Wulan sejak kematian ibunya. Ibu tiri Wulan yang berusaha menjadi sosok ibu yang baik. Serta Bu Elisa, guru SD yang kemudian menjadi guru ekstrakurikuler menulis di sekolah SMA Wulan, bisa dibilang wanita ini serupa ibu peri yang menemani dan membimbing Wulan hingga menjadi sosok yang kuat dan terbuka. Di sana, meski Wulan sudah ditinggal mati ibu kandungnya, tapi dengan baik hati penulis menghadirkan banyak ibu ke dalam kehidupan Wulan. Para ibu yang melimpahi Wulan dengan banyak kasih sayang.
Novel ini juga mengajak kita untuk berkenalan tentang Ngawi. Ikonnya, makanan khasnya, serta tempat-tempat yang bisa kamu kunjungi ketika berada di sana.
Terakhir, saya suka gaya bercerita dalam novel ini yang begitu ringan serta takaran drama yang pas dan alur yang menghanyutkan. Penulis berhasil menyajikan tokoh dengan karakter-karakter yang kuat, baik para remaja maupun para orang tua.
Novel ini cocok sebagai teman bersantai atau mengisi waktu luang, juga sebagai teman untuk berjuang bersama bangkit dari keterpurukan.
Senin, 3 Januari 2022
N. Insyirah, akrab disapa Aira.
Editor: Imas Hanifah N
Gambar: Dokumentasi Penulis