Resensi Buku : Harimau! Harimau!
Oleh : Syifa Aimbine
Judul : Harimau! Harimau!
Penulis : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Cetakan : ke-11 : Februari 2020
Tebal : 214 halaman
Buku bersampul merah ini bercerita tentang sekelompok pengumpul damar yang diburu oleh seekor harimau yang kelaparan. Bertempat di sebuah hutam rimba raya yang luas, mereka mencoba menyelamatkan diri dari buruan si harimau. Konflik utama dalam cerita adalah upaya menyelamatkan hidup dari kejaran harimau lapar serta perdebatan dan pertikaian antar anggota yang membuat rahasia masing-masing tersingkap.
Pada awal membuka buku, saya seolah merasa underestimate dengan buku yang pernah dinobatkan sebagai buku penulisan sastra terbaik di tahun 1975 ini. Saya berpikir, buku lama, tentu cerita yang bertema petualangan di dalamnya tentulah sangat kuno dan ketinggalan zaman. Namun, saya salah besar, buku ini seolah tidak basi dan masih dapat dinikmati oleh generasi sekarang. Sepertinya masalah yang ditemukan para manusia di zaman lampau sama dengan masalah yang dihadapi pada manusia masa sekarang.
Teknik penggambaran hutan benar-benar indah, saya seperti berada di dalamnya, menikmati petualangan tujuh pria yang menjadi tokoh utama dalam buku ini. Pak Haji yang pendiam, Wak Katok yang dianggap sakti dan disegani, si Buyung yang paling muda, Sanip, Talib, Sutan dan Pak Balam. Petualangan mereka dimulai ketika mengunjungi pondok milik Wak Hitam yang biasanya menjadi rumah singgah saat mereka mencari damar di dalam hutan. Wak Hitam yang sudah tua tinggal di rumah itu bersama istri mudanya, Siti Rubiyah yang cantik jelita.
Ketegangan dimulai saat mereka akan pulang, seekor harimau yang kelaparan tiba-tiba saja muncul dan menerkam salah seorang dari mereka. Ketegangan muncul, tatkala kemunculan harimau itu dikaitkan dengan cerita tentang harimau jadi-jadian atau jelmaan setan yang akan menghukum orang yang berdosa. Masing-masing yang ternyata memiliki rahasia dosa yang mereka tutup-tutupi menjadi panik dan gelisah. Sementara harimau yang lapar tak berhenti mengikuti dan mengejar mangsanya.
Konflik mulai terjadi, pergolakan batin dan perdebatan tak terhindari. Masing-masing menyadari kelemahan dan dosa yang memang serupa buih yang makin ke mari makin merapung ke permukaan. Semua berniat menutupi dan menyembunyikan aib mereka. Namun, perburuan dengan si harimau lapar tentu saja tak berkesudahan.
Konflik mulai berakhir ketika jumlah yang tersisa akhirnya menyadari hal yang paling penting dari pertempuran batin sekaligus memburu harimau lapar ini. Masalah harus dipecahkan dengan kepala dingin dan strategi menyerang yang tepat sasaran.
Sampai halaman terakhir saya benar-benar terpikat dengan cara bercerita, konflik, dan segala ketegangan yang ada dalam cerita ini. Sungguh petualangan yang mendebarkan, sadis, sekaligus sarat makna dan nasihat yang sangat berfaedah. Plot yang disajikan juga sangat rapi, tidak tumpang tindih dan membingungkan pembaca. Rentetan kejadian tersaji apik hingga akhir cerita.
Penulis buku ini adalah seorang penulis sastra lama yang cukup ternama. Beliau bahkan merupakan salah satu pendiri kantor berita Antara yang kemudian menjadi pimpinan harian Indonesia Raya yang akhirnya dilarang terbit. Banyak sudah karya sastra dan non sastra yang ia hasilkan. Maka tak salah karyanya selalu mendapat penghargaan. Pun novel Harimau! Harimau! ini. Bahkan sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
Di balik segala kelebihannya tentu saja tak lepas dari kekurangan karena penulisnya tetaplah manusia. Awal membaca saya sedikit terganggu dan kaget dengan nasihat yang seolah blak-blakkan sekali ditulis, seolah membaca buku motivasi diri yang membuat pembacanya untuk bertobat. Namun, ternyata saya terlalu cepat membuat penilaian, penulisnya memang sengaja membuat cerita ini menyentuh kalbu kita, merefleksikan sisi diri yang kelam dan tersembunyi. Selebihnya tidak ada, buku ini memiliki tata bahasa yang membuai sehingga tak terasa halaman terakhir sampai juga. Luar biasa.
Kesimpulan yang bisa saya ambil dari cerita ini bahwa konflik terbesar dari seorang manusia adalah dirinya sendiri. Dari buku ini saya menikmati sastra yang bagus sekaligus memperoleh makna dan nasihat yang bermanfaat. Sebuah kombinasi yang membuat buku ini layak menjadi salah satu koleksi yang harus kalian miliki. (*)
Depok, 15 Desember 2021
Syifa Aimbine, bukan pembaca kritis, bukan pula penulis fantastis. Hanya seorang yang mendadak introvert bersama pandemi yang entah kapan enyah dari bumi.
Editor : Devin Elysia Dhywinanda
Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata