Randa

Randa

Randa
Oleh: Respati

Ini bukan karena pernikahan Pangeran Harry dan Meghan yang kebetulan hampir sama dengan kisah hidup Mawar. Seorang pria yang menikahi wanita yang pernah menikah. Bukan itu saja, tapi lebih karena stigma masyarakat. Masyarakat di Indonesia dan juga Inggris ternyata menimbang “status” calon istri. Tapi, sepertinya tidak dengan calon “suami”.

Lihat Bagus Laksono, yang berstatus duda beranak satu, sukses menikahi Mayang teman sekantor Mawar minggu lalu. Tanpa banyak hambatan berarti, Bagus bisa mengucap akad nikahnya tepat di hari ulang tahun Mayang. So sweet, bukan?

Juga tetangga Mawar di kampung, namanya Anik. Kabarnya ia menikah dengan Zainal yang punya dua anak. Anik harus rela jadi ibu tiri bagi Sari dan Sandi—anak bawaan Zainal.

Gawanne Mas Inal loro, Nik. Paket hemat kuwi ….”[1] seloroh Parti sambil tertawa lepas. Mawar juga tersenyum lebar.

Wes, ora papalah. Ora usah nggawe maning,”[2] gurau Wiji dengan logat ngapaknya.
Anik hanya tersenyum malu menimpali gurauan sahabat-sahabatnya. Dia menunduk menutupi pipinya yang kemerahan.

Anik memilih Zainal tapi masyarakat desaku tak mencibir Anik. Sangat berbeda saat Mawar akan menikah untuk kedua kalinya. Perkenalannya dengan Kang Jono—yang terbilang singkat—membuatnya yakin menikah lagi setelah dua tahun menjanda. Dan pada bulan kedua setelah perkenalan mereka, Kang Jono mengajaknya menikah.

War, pengen rabi, ora?”[3]

Mawar tertegun mulutnya terbuka demi mendengar pertanyaan Kang Jono. Siapa yang tak ingin menikah? Dengan menikah, Mawar tak lagi kesepian. Akan ada yang menemaninya setiap malam. Tidur tak lagi sendiri, dan jelas hidupnya akan lebih berwarna dengan berumah tangga lagi.

Deneng meneng bae?”[4]

Eeeh takon apa mau, Kang?”[5]

Deneng ora fokus? Gelem ora?”[6] tanya pria berkulit gelap itu.

Mawar sempat terdiam sesaat lalu mengangguk malu-malu. Sementara Kang Jono nampak senang dan puas, ajakannya berhasil. Dalam batinnya ia bersorak. Kepalan tangan kanannya ditinju ke arah bumi untuk meluapkan bahagianya.

Tapi, kembali kepada stigma menikahi janda yang masih kuat di desa Mawar, rencana Kang Jono tidaklah semudah yang dibayangkan. Sementara, Mawar pun berkali-kali berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia sanggup menapaki kehidupan barunya bersama Kang Jono. Hal ini karena label janda terlanjur melekat dan membuatnya gusar.

Perkenalan dengan keluarga calon suami adalah proses yang paling horor buat Mawar. Menakutkan karena berondongan pertanyaan dari keluarga inti. Berapa anaknya? Pisah karena apa? Cerai mati atau hidup?

Aah, kalau ingat proses itu rasanya Mawar ingin lari pulang. Tak ingin mengulanginya lagi. Seperti saat Mas Udin mengajaknya menikah, Mawar mendapat sambutan yang tidak baik. Keluarga calon suaminya tidak merestui pernikahan mereka.

***

Siang itu cukup terik, Mawar melangkahkan kaki dengan berlari kecil. Sambil menutupi wajah mulusnya dengan tas cangklong warna maroon, serupa dengan bajunya. Mawar menyeberangi jalan di depan kantor pos. Mawar hendak masuk ke sebuah toko busana. Langkahnya terhenti saat ia melihat seseorang di sana. Pria tinggi besar berambut ikal, yang wajahnya jelas terlihat dari samping sedang memilih daster. Pria itu memilih beberapa daster dan menunjukkannya pada seorang wanita hamil.

Mawar berbalik arah dan meninggalkan toko itu. Bersyukur orang yang ia kenal di dalam toko tidak sempat melihatnya.

Berbagai pertanyaan berseliweran di kepalanya. Dadanya bergemuruh menahan marah hingga dia memacu jalannya lebih cepat. Mawar memilih pulang dan membatalkan mencari baju untuk acara lamarannya.

Angkot berhenti di hadapannya. Ia bergegas naik. Sekitar setengah jam, Mawar sampai di dusunnya. Beberapa tukang ojek berjejer rapi menunggu penumpang yang turun dari angkot. Di antara tukang ojek yang mangkal, Kendi yang paling ia kenal. Dipanggil Kendi karena badannya yang tambun.

Kondur [7], Mbak Mawarni?”

Inggih.”[8]

Dengan gesit Kendi memutar arah motornya dan bersiap mengantar Mawar. Perjalanan ke rumah kurang lebih 10 menit dengan kelajuan sedang. Sepanjang jalan Kendi bercerita dan juga bertanya padanya.

“Mbak, sampun mantep kalih Jono?”[9]

Mawar terkejut, tak menyangka Kendi bertanya seperti itu.

“Insya Allah ….”

“Amin ….”

Pembicaraan mereka terputus karena mereka sudah sampai ke rumah Mawar. Setelah memberikan ongkos pada Kendi, Mawar berlalu dan menaiki anak tangga rumahnya. Tak dihiraukan mata Kendi memperhatikan dirinya.

Mawar merebahkan tubuhnya di kursi kayu di ruang tamu. Dari dalam si Mbok memanggilnya.

Kowe, War?”[10]

“Inggih.”

Mau Jono mengeneh. Jare, bar magrib arep mengeneh nggawa wong tuwane nglamar kowe.” [11]

Mawar langsung terduduk. Wajahnya tiba-tiba pucat. Yang ingin dilakukannya adalah segera pergi sejauh mungkin.

***

Azan magrib, menjadi suara yang membuat dadanya berdebar kencang. Gelisahnya sejak tadi tak mampu ditutupi. Dan akhirnya kerisauannya mencapai puncak ketika beberapa orang menaiki tangga rumahnya. Si Mbok dan Mas Darno—kakak Mawar—menerima rombongan tamu Kang Jono.

Dari kamarnya, Mawar memperhatikan satu-satu tamunya. Mawar tak melihat orangtua Kang Jono, melainkan orang-orang yang tidak dikenalnya. Apa ini ada hubungannya dengan pertanyaan Kendi siang tadi? Yang jelas, pria yang dilihatnya di toko busana itu bukti ucapan Kendi. Kalau begini, biarlah Mawar menjanda seumur hidup jika harus menjadi madu bagi orang lain.

Pelan dibukanya jendela kamar, sebuah tas pakaian dilemparkan ke bawah. Secepat kilat ia melompat dan berlari dalam gelap malam.(*)

Catatan :
[1] Bawaan Mas Inal dua, paket hemat
[2] Udah gak apa-apa. Gak perlu buat lagi
[3] War, ingin nikah, gak?
[4] Kenapa kok diam?
[5] Tanya apa tadi, Kang?
[6] Kenapa jadi gak fokus?
[7] Pulang
[8] Ya
[9] Mbak, sudah yakin dengan Jono
[10] Kamu, War?
[11] Tadi Jono ke sini. Katanya habis magrib mau ke rumah dengan orangtuanya melamar kamu

Susi Respati, penyuka cerita horor, namun sering ketakutan sesudahnya. FB: Susi Respati Setyorini.

Grup FB KCLK
Halaman FB Kami
Pengurus dan kontributor
Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata