Putri Duyung Modern

Putri Duyung Modern

Putri Duyung Modern
Oleh : Ardhya Rahma

 

Dari kejauhan terlihat sosok Pia duduk diam di sebuah bangku taman. Posisinya terlihat aneh bagiku. Bagaimana mungkin seorang Pia yang biasanya ceria dan penyuka anak-anak bergeming melihat keriuhan anak-anak yang bermain di sekitar bangku tempatnya duduk. Mungkinkah dia sedang melamun, hingga suara anak kecil itu tidak membuatnya menoleh dan tersenyum melihat kelucuan mereka? Aku pun mempercepat langkah, ingin melihat hal apa yang menggelayuti pikiran sahabatku itu.

“Pia, ada apa kamu minta aku menemuimu di sini?” Aku menepuk bahunya perlahan dan dia terlihat kaget, padahal kalau tidak melamun harusnya dia sudah melihat kedatanganku dari arah samping dari sudut matanya.

Aku duduk di sebelah Pia dan memutar tubuh menghadapnya, tetapi tubuhnya masih tetap menghadap ke depan.

“Hei, aku sudah di sini lho, kenapa kamu malah cuekin aku? Kamu kenapa, sih? Kamu lagi libur kerja hari ini?” Aku memutar tubuhnya hingga dia juga menghadapku dan lutut kami berdua bertemu.

Pia masih tetap terdiam, dia juga tidak peduli pada pertanyaan yang tadi kuajukan beruntun. Pandangannya masih terlihat menerawang dan bibirnya pun masih terkatup rapat. Aku mulai cemas melihatnya dan menepuk tangannya berulang kali. “Ayolah Pia, jangan diam saja. Tarik napas dulu dan ceritakan masalahmu, mungkin kita bisa cari solusinya bersama.”

Pia menoleh kepadaku, dan mengangguk setelah menatap mataku sesaat. Dia menarik napas beberapa kali dan mulai bercerita. “Aku dipecat, Na. Restoran tempat aku bekerja merugi setelah ditinggal salah satu chef-nya. Akhirnya biar tidak terus merugi mereka mengurangi pegawai yang masih belum lama bekerja di sana. Aku termasuk di antaranya. Aku bingung, Na bagaimana harus membayar kuliahku. Sebentar lagi semesteran. Adikku juga harus bayar uang ujian. Kamu tahu sendiri sejak ayah meninggal akulah tulang punggung keluarga.”

Aku menatap sahabatku sejak SMA itu ketika bercerita. Bulu matanya bergetar seolah-olah dia menahan agar air matanya tidak terjatuh, tetapi dia gagal. Sedu-sedannya membuatku tak tega dan segera memeluknya erat.

“Rencanamu selanjut apa, Pia? Mau cari kerja di resto lainnya? Atau mau kerja di bidang lain?”

“Aku tadi sudah coba mencari kerja di beberapa restoran sekitar, tapi semuanya sedang tidak butuh pegawai. Gak harus di restoran, kerja apa aja aku mau yang penting aku bisa dapat duit halal untuk menghidupi ibu dan kedua adikku.”

“Gini, kamu ‘kan suka sama drakor Legend of the Blue Sea, kamu suka nyanyi, kalau ada pekerjaan sebagai putri duyung apa kamu mau? Kebetulan sepupuku minggu lalu cerita instruktur diving-nya sedang mencari orang untuk berperan sebagai putri duyung di pertunjukannya.”

“Tapi aku gak bisa nyelam lama, lagi pula aku malu kalau harus berpakaian terbuka.”

“Pakaiannya gak terbuka, Pia. Memang sih agak ketat di bagian bawah. Kebetulan aku pernah mengantar ponakanku menonton pertunjukannya di Jakarta Aquarium.”

“Oke deh kalau begitu, aku akan coba.”

Minggu berikutnya aku mendengar Pia diterima. Dia bercerita bahwa dirinya masih dilatih dan belum mulai bekerja. Dari nada bicaranya di telepon aku tahu dia menyukai pekerjaannya.

Bulan berganti bulan, beberapa kali Pia menelepon untuk menceritakan aktivitasnya. Dia bilang belum menjadi pemeran utama, tapi sudah beberapa kali dia diminta bernyanyi solo di dalam Aquarium.

Hari ini aku mengajak keponakanku menonton pertunjukan di Jakarta Aquarium. Entah mengapa Pia mendesakku untuk datang hari ini. Tepat pukul 19.00 pertunjukan dimulai. Aku menatap senang ketika pandanganku melihat Pia memasuki aquarium. Tubuhnya berenang dengan indah. Liukan tubuhnya benar-benar seperti seorang putri duyung yang berenang di lautan lepas. Satu jam aku menyaksikan pertunjukan yang menarik itu. Saat pertunjukan berakhir semua penonton pun memberikan tepuk tangan yang bergemuruh. Pia sebagai tokoh utama terlihat gembira, dia mengibaskan ekor duyungnya beberapa kali sebelum berlalu dan tidak nampak lagi dari aquarium.

“Selamat ya, Pia si putri duyung modern. Pertunjukanmu sukses.” Aku mengirimkan chat Whatsapp ke nomor Pia.(*)

Surabaya, 12 Oktober 2021

 

Ardhya Rahma, penulis yang masih belajar menulis. Mempunyai hobi membaca dan traveling.

Editor : Uzwah Anna

Gambar : https://pin.it/6EWunBD

Grup FB KCLK

Halaman FB Kami

Pengurus dan kontributor

Mengirim/Menjadi penulis tetap di Loker Kata

Leave a Reply